Tuesday 30 June 2020

Pengamatan Kerajinan Getah Nyatu Di Industri Suvenir Antik Jl. Kapuas Seberang I No. 51, Kelurahan Dahirang, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas Kaliamantan tengah

Riwayat Industri Perajin Getah Nyatu

Getah nyatu merupakan hasil kerajinan khas suku dayak di kabupaten kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya desa Dahirang yang berasal dari pohon kayu nyatu. Pohon nyatu sendiri merupakan tanaman eksotis Kalimantan Tengah yang sering tumbuh didua wilayah yaitu kabupaten Pangkalabun dan kecamatan Bukit Tangkiling Kota Palangkala Raya. Getah nyatu ini dapat membuat atau menghasilkan barang-barang yang berupa ukiran banama (perahu/jukung), rumah betang, patung dayak, tugu bundaran atau miniatur sandung (rumah tulang manusia setelah tiwah), dan lain sebagainya.

Dalam hal ini desa Dahirang mulai dipersiapkan Pemerintah Kabupaten Kapuas, antara lain Dinas Pemuda, olahraga, kebudayaan dan parawisata Kabupaten Kapuas sebagai desa wisata. Ada beberapa kegiatan yang sudah mendukung desa dahirang, salah satunya kegiatan pada tahun 2011 dibangun beberapa fasilitas pendukung diantaranya komplek budaya betang sungai Pasah. Sungai Pasah ini berada dilitasan jalan trans Kalimantan (Banjarmasin-Palangka Raya). Di desa ini terdapat sejumlah perajin getah nyatu dan toko-toko yang menjadi hasil para peranjin. Salah satu yang cukup terkenal adalah milik Edy Bamabang dengan label usaha "Antik". Industri perajin getah nyatu yang berlabel "Antik" ini didirikan pada tahun 1971 sampai sekarang.

Produk Getah Nyatu

Getah nyatu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat suku dayak sebagai bahan baku untuk pembuat kerajinan kas suku dayak yang menghasilkan berbagai produk diantaranya bentuk perahu, patung masyarakat adat suku dayak dan berbagai produk lainnya.

Pemilik Industri Perajin Getah Nyatu

Industri perajin getah nyatu dilaksanakan sebagai tempat praktikum hasil hutan bukan kayu pada tanggal 30 November 2018 yang beralokasi Jl. Kapuas Seberang I No. 51, Kelurahan Dahirang, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas Kaliamantan tengah merupakan milik dari kelompok kerajinan getah nyatu "Chub Itah" yang dipimpin oleh Bapak Edy Bambang.

Pemasaran Produk-produk Industri Getah Nyatu

Berdasarkan hasil survei atau wawancara yang didapatkan dari Bapak Edy Bambang, menyatakan bahwa pemasaran produk-produknya mulai dari wilayah provinsi Kalimantan Tengah bahkan sudah mulai diluar pulau Kalimantan dan memiliki untung yang cukup memuaskan, misalnya produk bentuk perahu berukuran kecil dijual dengan harga Rp.100.000,00 dan bentuk perahu yang berukuran besar dengan harga Rp.1.000.000,00-3.000.000,00, sehingga Bapak Edy Bambang mampu berpenghasilan sebesar Rp.30.000.000,00 setiap bulannya dari berbagai jenis produk yang dihasilkan.

Bahan Baku Produk Getah Nyatu

Bahan baku produk getah nyatu ini bersumber dari pohon Nyatoh dan pohon Nyamu yang berasal dari Bukit Tangkiling. Dari hasil survei dan wawancara yang dilakukan, bahwa penebangan atau pengambilan getah nyatu dari pohon tersebut dilakukan pada saat musim kemarau. Pengambilan pohon tersebut diambil dari kawasan hutan bukan dari suatu tanaman.

Metode Pembuatan Berbagai Produk Getah Nyatu

Adapun metode dari pembuatan produk-produk getah nyatu yang dilakukan oleh Bapak Edy Bambang, yaitu sebagai berikut :

  1. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan produk-produk itu adalah dari pohon Nyatoh dan pohon Nyamu.
  2. Pengambilan atau penebangan pohon Nyatoh ataupun pohon Nyamu diambil pada musim kemarau agar menghasilkan getah yang banyak.
  3. Setelah pengambilan atau penebangan pohon tersebut, dilakukan tindakan dipukul-pukuli pohon tersebut, kemudian dimasak untuk mengeluarkan kotorannya dan menghasilkan suatu getah.
  4. Setelah getah dari pohon tersebut sudah keluar maka dibuat penambahan air dingin supaya getah tidak keras.
  5. Kemudian membentuk getah nyatu sesuai yang diinginkan untuk menghasilkan produk getah nyatu.

Lama Pembuatan Produk Getah Nyatu

Dari hasil survei yang didapatkan, bahwa pembuatan getah nyatu ini mempunyai proses pembuatannya dengan jangka sesuai dengan permintaan pembelinya atau konsumennya atau sesuai produk yang dikerjakan oleh peranjin (dapat dua hari atau satu bulan selesai produk tersebut).

Masalah Industri Perajin Getah Nyatu

Adapun masalah yang dihadapi oleh industri ini adalah bahwa berkurangnya bahan baku penghasil getah nyatu yang menyebabkan terjadi penurunan produk getah nyatu. Bahan baku yang diperlukan itu adalah pohon Nyatoh dan pohon Nyamu, pohon ini terdapat di dataran tinggi Bukit Tangkiling yang semakin terancam atau jumlahnya semakin sedikit.

PENUTUP

Adapun kesimpulan nya adalah bahwa industri perajin getah nyatu merupakan suatu industri yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dan tergolong dalam pemaanfaatan suatu getah.

Laporan Silvikultur Pemeliharaan dan Pengukuran Tanaman Balangeran

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan sebagai sumberdaya alam yang dpat diperbaharui memberikan manfaat pada setiap manusia. Namun dari tahun ke tahun kawasan hutan semakin berkurangseiring meningkatnya kebutuhan manusia akan hasil hutan dan adanya kemajuan teknologi. Pertambahan penduduk yang semakin meningkat berbanding terbalik dengan persediaan sumberdaya hutan.

Silvikultur merupakan cara-cara mempermudaan hutan secara alami dan buatan, serta pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Termasuk kedalam sivikultur ialah pengetian tentang persyaratan tapak atau tempat tumbuh pohon perilakunnya terhadap berbagai intensitas cahaya matahari, kemampuannya untuk tumbuh secara murni atau campuran, dan hal-hal lain yang mempengaruhi pertumbuhan pohon. Jadi sangatlah penting untuk mengetahui silvikultur masing-masing jenis pohon, sebelum kita dapat mengelolah suatu hutan dengan baik. Silvikultur dapat dianalogikan dengan ilmu agronomi dan holtikultura di pertanian, karena silvikultur dapat juga membicarakan cara-cara membudidayakan tumbuhan, dalam hal pohon-pohon hutan.

Dalam pengertian lebih luas , silvikultur dapat disebut Ilmu pembinaan hutan, dengan ruang lingkup mulai dari pembijian , persemaian, penanaman lapangan, pemeliharaan hutan, dan cara-cara permudaannya. Untuk itu, seorang ahli sivikultur perlu mempelajari berbagai ilmu dasar yang mendukungnya, misalnya ilmu tanah, ilmu iklim, ilmu tumbuhan (botani) ,dendrologi, fisiologi, genetika, serta ekologi. Sekarang, ahli silvikultur pada hakikatnya adalah seorang pemraktek ekologi. Kita menanam dan memelihara hutan, tidaklah hanya untuk dikagumi keidahannya, tetapi yang utama untuk dapat memanfaatkan hutan secara lestari.

1.2. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan kegiatan praktikum silvikultur yang dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Melakukan perawatan tanaman dalam bentuk penebasan gulma pengganggu tanaman pokok (balangeran) selebar 2 meter memanjang searah jalur tanaman.
  2. Melakukan pendangiran dan pembuatan piringan melingkar di sekitar tanaman pokok dengan jari jari sekitar 50 cm.
  3. Memberi nomor tanaman (No. Jalur dan No. Urut).
  4. Mengukur pertumbuhan tanaman dengan variabel diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi tanaman.
  5. Membuat peta penyebaran tanaman.

1.3. Maksud Praktikum

Adapun maksud kegiatan dari praktikum silvikultur yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi atau menghilangkan persaingan tempat tumbuh yang disebabkan oleh gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Persaingan tersebut berupa ruang tumbuh di atas permukaan tanah, terutama perolehan sinar matahari secara langsung.

2. Melakukan pendangiran dan meninggikan tanah dalam bentuk piringan melingkar di sekitar tanaman pokok dengan jari jari sekitar 50 cm, agar tanah menjadi gembur sehingga pertukaran udara dari permukaan tanah dan di dalam tanah (aerasi tanah) berjalan lebih baik. Tanah yang gembur juga mempermudah perakaran dalam melakukan metabolisme sehingga pertumbuhannya menjadi lebih baik.

Ruang perakaran yang baik mengandung unsur-unsur hara, oksigen dan air dalam jumlah yang relatif seimbang. Disekitar tanaman terbentuk parit kecil yang melingkari tanaman, karena tanah telah dinaikkan di sekitar tanaman. Parit kecil ini mampu menampung air hujan dan unsur hara, untuk selanjutnya akan dialirkan ke bawah - pada zona perakaran tanaman. Kegiatan ini pendangiran dan piringan dilakukan dengan mencangkul tanah disekitar tanaman dan menimbunkan tanahnya di dekat tanaman secara melingkar juga menghindari penggenangan tanaman pada saat musim hujan.

3. Membuat nomor pada tanaman dimaksudkan agar tanaman mempunyai identitas dan alamat yang jelas, yaitu berupa posisi jalur serta nomor urut tanaman dalam jalur tersebut.

4. Mengukur pertumbuhan tanaman dimaksudkan untuk menyediakan data pertumbuhan tanaman balangeran, baik data diameter maupun data tinggnya, sehingga dapat dilakukan analisis riap tahunan rata-rata (mean annual increment), riap tahunan berjalan (curren annual increment) serta riap tahunan periodik (periodically annual increment) sehingga curva pertumbuhan pohon balangeran dapat terbentuk secara utuh.

5. Membuat peta penyebaran tanaman dimaksudkan agar dokumentasi tentang posisi tanaman dapat digambaran secara jelas dalam sebuah peta penyebaran tanaman. Dengan peta penyebaran tanaman ini kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dijalankan lebih baik serta menunjang kegiatan praktikum untuk periode berikutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Tumbuhan Balangeran

Balangeran merupakan jenis tanaman yang cukup potensialuntuk dikembangkan di hutan rawa gambut. Jenis tersebuttermasuk jenis pohon komersial dimana pada umumnya terdapatsecara berkelompok (Martawijata, et al., 1989). Dalam klasifikasi tumbuhan, balangeran (Shorea balangeran) di klasifikasikan sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Theales

Famili : Dipterocarpaceae

Genus : Shorea

Species : Shorea balangeran

Pohon Balangeran dapat tumbuh mencapai tinggi pohon 20-25 m, mempunyai batang bebas cabang 15 m, diameter dapat mencapai 50 cm, biasanya tidak terdapat banir. Pohon balangeran dewasa mempunyai kulit luar berwarna merah tua sampai hitam, dengan tebal 1-3 cm, mempunyai alur dangkal, kulit tidak mengelupas. Jika dilihat dari kayu terasnya berwarna coklat-merah atau coklat tua, sedangkan kayu gubal berwarna putih kekuningan atau merah muda, dengan kertebalan 2-5 cm.

Tekstur kayunya agak kasar sampai kasar dan merata. Kayunya mempunyai serat lurus, jika diraba pada permukaan kayunya licin dan pada beberapa tempat terasa lengket karena adanya damar. Kayu balangeran tergolong kelas kuat II dan mempunyai berat jenis 0,86. Kayunya tidak mengalami penyusutan ketika dikeringkan. Kayu balangeran termasuk ke dalam kelas awet III (I-III) dan tahan terhadap jamur pelapuk. Kegunaan kayu balangeran antara lain dapat dipakai untuk balok dan papan pada bangunan perumahan, jembatan, lunas perahu, bantalan dan tiang listrik.

Daerah persebaran jenis balangeran yaitu di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Persebaran di Sumatera terdapat di Sumatera Selatan yaitu Bangka Belitung, sedangkan di Pulau Kalimatan terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah. Nama daerah balangeran di setiap daerah berbeda. Di Kalimantan dikenal dengan nama belangiran, kahoi, kawi dan di Sumatera dikenal dengan nama belangeran, belangir, melangir. Balangeran tumbuh tersebar pada hutan primer tropis basah yang seaktu-waktu tergenang air, di daerah rawa atau di pinggir sungai, pada tanah liat berpasir, tanah liat dengan tipe curah hujan A-B pada ketingian 0-100 m dpl.

Permudan alam terdapat bersama-sama dengan jenis lain dalam hutan yang heterogen terutama dengan jenis keruing, tembesu, bintangur, ramin. Balangeran seringkali tumbuh secara berkelompok. Untuk permudaan buatan dapat dilakukan dengan menanam bibit yang tingginya 30-50 cm dengan penanaman di dalam jalur dengan lebar 2-3 m yang telah dibersihkan. Jarak tanam 3 m dengan jarak antar jalur 5-6 m. Pada tanaman muda memerlukan pemeliharaan selama 4-5 tahun. Ketika dewasa memerlukan kondisi cahaya penuh, sehingga diperlukan pemeliharaan dengan membuka ruang tumbuh (Hyne, 1987).

Musim berbunga dan berbuah tidak terjadi setiap tahun. Musim berbuah sangat dipengaruhi oleh keadaan setempat. Biasanya buah masak seringkali bersamaan dengan famili Dipterocarpaceae yaitu bulan Februari, April sampai Juni. Buah balangeran tergolong cepat berkecambah, dan hanya dapat disimpan selama 12 hari di dalam wadah yang diberi arang basah.

2.2. Teknik Silvukultur

2.2.1 Penggulmaan atau Penebasan

Penggulmaan adalah kegitan pembuangan gulma baik yang ada di bawah maupun yang merambat yang menganggu pertumbuhan tanaman muda. intensitas penggulmaan tergantung dari jenis, tapak, dan iklim. Metode penggulmaan bisa dilakukan secara manual, makanis maupun kimia. Adapun sifat-sifat gulma yang menggangu adalah sebagai berikut :

  1. Bekompetisi langsung terhadap cahaya, kelembaban tanah dan nutrisi
  2. Membunuh tanaman dengan menaungi dan melilit tanaman pokok
  3. Gulma yang lebat merupakan potensi bahan bakar
2.2.2 Pendangiran

Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah disekitar tanaman pokok yang bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah (aerasi tanah) (Daniel et al 1987). pendangiran merupakan suatu bentuk kegiatan yang membutuhkan semacam alat yang akan mengaduk permukaan tanah sampai kedalaman yang sedikit saja dengan cara sedemikian rupa, hingga gulma yang masih kecil bisa dimusnahkan dan pertumbuhan  budidaya  dapat ditingkatkan.

Pendangiran untuk mengendalikan gulma dengan pengadukan tanah dapat dimulai pada lahan siap tanam sebelum penanaman. Setelah penanaman tanah dapat didangir, yang untuk sementara tanaman dilakukan sebelum tanaman – tanaman muncul diatas permukaan tanah. Pendangiran biasanya dimulai segera setelah munculnya semaian tanaman diatas tanah, mengingat bahwa gulma juga muncul pada saat yang bersamaan.

Adapun tujuan dari kegiatan pendangiran ini adalah untuk  memacu pertumbuhan tanaman. Selain itu, tujuan pendangiran adalah untuk menahan lengas (membasmi gulma, melonggarkan mulsa pada permukaan, dan menahan air hujan), mengembangkan bahan makanan tanaman, aerasi tanah yang memungkinkan oksigen masuk kedalam tanah serta meningkatkan kegiatan jasad renik (mikroorganisme).

Pendangiran dilakukan disekitar tanaman pokok dan dilakukan ketika pada saat musim hujan, dimana tanaman masih muda.  Kegiatan pendangiran dilakukan setelah kegiatan penyiangan. Waktu pendangiran dilakukan pada musim kemarau menjelang musim hujan tiba. Pencangkulan disekitar tanaman pokok dengan diameter 50 cm dengan menggemburkan tanah dan berbentuk piringan namun tergantung jarak tanamnya. Meninggikan tanah disekitar tanaman pokok agar air tidak tergenang.

Dalam kegiatan pendangiran tanaman perlu ekstra hati-hati jangan sampai mencederai tanaman apalagi sampai terpotong. Kegiatan pendangiran sebaiknya dilakukan 2 kali dalam setahun yakni awal musim hujan dan awal musim kemarau. Selain itu,  tergantung pada tekstur tanahnya, makin berat teksturnya maka makin sering dilakukan pendangiran. Pendangiran dilakukan pada tanaman berumur 1-4 tahun dan diutamakan pada tanaman yang mengalami stagnasi pertumbuhan atau tempat tumbuhnya bertekstur berat dan lahan tidak melalui pengolahan tanah (Departemen Kehutanan 2009).

Cara pendangiran dilakukan dengan menggunakan cangkul yang merupakan alat pendangir yang digunakan untuk menyiang dan membasmi gulma dan rumput disekitar tanaman muda. Bila mana hujan menyebabkan terbentuknya kerak yang keras diatas tanah dan menghalangi munculnya semai diatas tanah, cangkul  merupakan perkakas yang amat baik untuk menggemburkan kerak tanah. Dihindari cara pencangkulan yang terlalu dalam karena dapat merusak perakaran (Kosasih AS et al. 2002).

2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan

Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, dan jumlah sel yang bersifat tidak dapat kembali ke awal. Sedangkan, perkembangan adalah perubahan atau diferensiasi sel menuju keadaan yang lebih dewasa (Zaifbio, 2010).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, yaitu :

  1. Faktor genetik, adalah faktor yang yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan melalui gen atau sifat keturunan. Gen ini mempengaruhi ukuran dan bentuk tubuh tumbuhan. Hal ini disebabkan karena gen berfungsi untuk mengatur sintesis enzim untuk mengendalikan proses kimia di dalam sel.
  2. Faktor lingkungan, adalah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pertumbuhan dan perkembangan dari luar tumbuhan tersebut, seperti keadaan tanah, cahaya matahari dan lain sebagainya.

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu

Praktikum silvikultur ini dilaksanakan di dihutan pendidikan (KBR) Universitas Palangka Raya Yos Sudarso Ujung.  Praktikum ini dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan yakni dari bulan September sampai dengan bulan Desember.

3.2 Bahan dan Peralatan Praktikum

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman balangeran di hutan pendidikan (KBR) Universitas Palangka Raya Yos Sudarso Ujung.

Adapun juga alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut, parang atau sabit, spidol permanen, cangkul, kertas milimeter blok, thally sheet, plastik bening berwarna kuning, dan pita diameter.

3.3 Prosedur Praktikum

Adapun prosedur praktikum yang dilaksanakan di KBR adalah sebagai berikut :

  1. Menentukan lokasi praktikum yang akan dilaksanakan di hutan pendidikan KBR.
  2. Melakukan kegiatan menebas gulma penganggu tanaman balangeran selebar 2 meter memanjang tanaman yang mengunakan parang secara bertahap.
  3. Setelah kegiatan penebas/perintisan, melakukan kegiatan pendangiran dan pembuatan piringan melingkar sekitar tanaman balangeran dengan jar-jari sekitar 50 cm secara bertahap.
  4. Membuat penomoran pada setiap tanaman balangeran dengan label penomoran  dengan tulisan (nomor jalur dan nomor tanaman di mulai dari tepi jalur) yang digantunngkan pada cabang tanaman balangeran tersebut.
  5. Mengukur diameter dan tinggi pada setiap tanaman Balengeran mengunakan alat ukur masing-masing.
  6. Mencatat hasil praktikum yang  telah dilaksanakan mulai dari penomoran sampai pada pengukuran.
  7. Membuat peta penyebaran tanaman balangeran di kertas milimeter blok.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perawatan Tanaman Balangeran

Dalam memulai praktik silvikultur hal pertama yang dilakukan adalah perintisan dengan menggunakan peralatan sabit dan parang untuk membersihkan rumput-rumput ataupun gulma yang tumbuh disekitaran tanaman-tanaman balangeran. Hal ini dilakukan agar mengurangi persaingan tempat tumbuh diatas permukaan tanah antara tumbuhan balangeran dengan gulma atau tumbuhan pengganggu. Setelah dilakukan perintisan kemudian teknik pendangiran untuk memberikan gundukan tanah terhadap tanaman balangeran yang bertujuan untuk memperkokoh tumbuhan tersebut.

Jumlah tanaman tiap jalur memiliki jumlah tanaman yang berbeda-beda, yaitu untuk jalur 31 (32), jalur 32 (13), jalur 33 (17), jalur 34 (16), jalur 35 (24), dan jalur 36 (25), sehingga total tanaman yang terdapat pada lokasi praktikum tersebut adalah 127. Tanaman Balengeran ada ditemukan tumbuhan dengan kondisi yang mati sebanyak satu yang terdapat padamasing-masing  jalur 31,32, 33,35, dan 36. Sehingga dapat diperoleh nilai persentasi kondisi yang hidup dan mati pada tumbuhan Balangeran tersebut, dengan nilai persentasi hidup yang paling besar terdapat pada jalur ke-4 dengan nilai 100% dan persentasi mati yang paling tinggi terdapat pada jalur ke-2 dengan nilai 7.69%.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman Balangeran dapat dipengaruhi dari lingkungan yaitu melalui teknik penggulmaan dan pendangiran yang dilakukan secara bertahap yang dapat mempengaruhi nilai persentasi hidup dan mati terhadap tanaman Balangeran dengan nilai persentase hidup semakin meningkat dan persentase mati semakin sedikit. Hal ini terjadi karena pengaruh lingkungan yang cocok terhadap tanaman Balangeran tersebut, artinya lingkungan yang cocok melakukan teknik silvikultur perawatan (penggulmaan dan pendangiran) yang intesif dan efesien.

Menurut Purwanto Budi S. 2012 menyatakan pemeliharaan tanaman dengan cara melakukan penebasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter yang diamati pada umur tanaman 24 bulan. Berdasarkan penelitian Purwanto Budi S. 2012 diketahui bahwa perlakuan penebasan gulma setiap 4 bulan memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tanaman balangeran yang kondisinya dalam keadaan mati dapat disebabkan karena adanya persaingan gulma yang mengakibatkan kematian tanaman pada plot kontrol dan adanya hama penyakit yang menyerang tanaman, seperti belalang, ulat pemotong dan lain sebagainnya. Menurut Purwanto Budi S. 2012 mengatakan kematian tanaman tanaman selain dipengaruhi oleh cahaya juga dapat dipengaruhi kondisi tapak yang merginal dan genangan air di lahan rawa gambut.

4.2. Pengukuran Tanaman Balangeran

Setelah melakukan perawatan pada tanaman balangeran kegiatan selanjutnya adalah pengukuran yang dilakukan pada jalur ke-1 sampai dengan jalur ke-6. Adapun data yang diperoleh dari hasil pengukuran dicantumkan pada tabel dibawah ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Pengukuran Tanaman Balangeran

No

Jalur

Rerata Diameter

Rerata Tinggi

1

31

0.90

0.84

2

32

0.97

1.07

3

33

0.69

0.47

4

34

0.87

1.14

5

35

1.27

1.16

6

36

0.51

1.21

Pada tabel diatas menjelaskan bahwa rata-rata diameter yang paling besar terdapat pada jalur ke-5 dan rata-rata tinggi yang paling besar terdapat pada jalur ke-6. Hal ini terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan tanaman Balangeran pada bagian riap pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan jalur yang lainnya. Pengukuran diameter dan tinggi tanaman Balangeran dapat dipengaruhi nilai riap pertumbuhan tanaman tersebut dan juga teknik silvikultur perawatan (penggulmaan dan pendangiran) yang efesien. Menurut Purwanto Budi S. 2012 menyatakan bahwa teknik silvikutur perwatan yang efesien memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan daya hidup tanaman.

4.3. Pemetaan Tanaman Balangeran

Setelah semua rangkaian kegiatan perawatan dan pengukuran dalam praktek selesai, kegiatan terakhir yaitu pembuatan peta tanaman-tanaman balangeran lengkap dengan keterangan kondisi pada tanaman yang bertujuan untuk mempermudah kegiatan monitoring dan evaluasi tanaman.

Pembuatan peta berdasarkan hasil data yang diperoleh di lapangan mencakup penomoran, jumlah tanaman serta kondisi tanaman dalam keadaan sehat, kerdil ataupun mati.

V. PENUTUP

Adapun kesimpulan dari praktikum yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1. Tanaman Balangeran yang persentasi hidupnya yang paling tinggi  terdapat pada jalur ke-4 dengan nilai 100% dan persentasi matinya terdapat pada jalur ke-2 dengan nilai 7.69%.

2. Teknik silvikutrur pemeliharaan atau perawatan (penggulmaan dan pendangiran) sangat berperan terhadap potensi produkstifitas, daya hidup, pertambahan ukuran tinggi dan diameter terhadap tanaman balangeran.

10 Tumbuhan Penghasil Minyak dan Lemak

minyak lemak

Minyak dan lemak merupakan senyawa trigliserida dan gliserol. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda-beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air.

Dalam hal ini ada beberapa tumbuhan yang menghasilkan minyak dan lemak, tapi dalam pembahasan ini admin akan membahas 10 jenis tumbuhan saja. Diantaranya kenari, ketapang, nyatoh, kemiri, kelor, buah merah, bintaro, balam, lena, dan makademia.

1. Kenari

Kenari adalah tumbuhan atau tanaman yang habitatnya banyak tumbuh di wilayah Asia Tenggara terutama Indonesia, Malaysia dan Filipina. Pohon kenari di wilayah Indonesia terdapat diMaluku, Flores, Medan dan beberapa daerah lainnya sebagai pohon peneduh di pinggir jalan.

Pohon Kenari memiliki banyak kegunaan diantaranya, sebagai bahan pewangi sabun secara tradisional dari getah putih kulit batang pohon kenari. Pohon kenari dapat menghasilkan minyak resin yang dapat digunakan untuk pembersih rambut, bahan pembuatan dupa, dan obat gosok untuk mengobati gatal-gatal. Pohon kenari dapat juga dimanfaatkan untuk bahan plaster farmasi dan slep serta pelapis akhir dalam varnishing kayu melalui getah kenari.

2. Ketapang

Ketapang mempunyai biji yang mengandung minyak dan dapat dimakan dengan rasa mirip dengan kacang almond dan memiliki potensi menggantingkan biji almond sebagai bahan pembuat kue. Minyak biji ketapang ini mempunyai warna kuning dengan kandungan asam-asam lemak seperti palmitat, asam oleat, asam linoleat, asam stearat, asam miristat, dan berbagai asam amino.

Pohon ketapang pada bagian daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dan sebagai obat rematik. Dan pada bagian kulit batangnya dapat dimanfaatkan sebagai penyamak kulit, sebagai astrigen pada disentri dan sariawan.

3. Nyatoh

Nyatoh merupakan tumbuhan yang habitatnya tumbuh di daerah Jawa, Kalimantan dan Bali. Pohon Nyatoh dapat menghasilkan minyak yang dimanfaatkan sebagai minyak bakar seperti memasak dan bahan bakar lampu minyak untuk penerangan.

4. Kemiri

Kemiri adalah tumbuhan yang memiliki biji mengandung minyak 60%. Minyak kemiri digunakan untuk mengawetkan kayu, bahan cat dan permis. Pohon kemiri ini juga dapat digunakan sebagai obat sakit kepala dan gononorhea oleh masyarakat di Sumatera.

5. Kelor

Kelor adalah tumbuhan yang habitatnya di daerah tropis, yang paling banyak terdapat pada daerah Aceh, Kalimantan, Makassar dan Kupang. Pohon kelo ini dapat berbuah berumur 1 tahun setelah penanaman dan umur 3 tahun pohon ini dapat menghasilkan 400-600 polong/tahun.

Pohon kelor dapat menghasilkan minyak dari bijinya dengan rendemen berkisar antara 21,38%-35,83%. Minyak kelor ini dapat digunakan sebagai minyak nabati, sebagai pejernih air dengan cara menumbuk biji menjadi serbuk dan memanfaatkan keunggulan alami pengolahan air bersih.

6. Buah Merah

Buah merah merupakan tumbuhan yang berasal dari Papua, tersebar di daerah Baliem, Wamena, Talikora, pengunungan Bintang, Yukimo, Jayapura, Sorong dan Manokwari. Tumbuhan ini terdapat 3 jenis buah merah yang unggul yaitu, mbarugun, maler, dan magari.

Tumbuhan ini menghasikan minyak lemak hingga 51 % per berat kernel dari daging biji buah. Minyak buah merah ini dapat dimanfaatkan sebagai obat, makanan suplemen dan pewarna alami.

7. Bintaro

Bintaro merupakan tumbuhan tropis yang terdapat didaerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. Tumbuhan ini memiliki nama daerah masing-masing ditiap daerah yaitu, kanyeri putih (Bali), bilutasi (Timor), wabo (Ambon), Bintan (Melayu), dan lambuto (Makasar).

Tumbuhan Bintaro ini dapat menghasilkan minyak dengan kadar yang tinggi yaitu, 54,33% melalui bijinya yang dapat dimanfaatkan sebagai potensi yang cukup baik untuk biodisel. Pengambilan buah bintaro yang disaranakan pada buah tua untuk mengurangi efek racun dari getahnya.

8. Balam

Balam merupakan tumbuhan yang terdapat di daerah Sumatera dan Kalimantan Timur. Balam dapat menghasilkan minyak lemak 30-45% melalui bijinya yang dimanfaatkan sebagai bahan  bakar obor.

9. Lena

Lena merupakan tumbuhan yang tersebar didaerah Jawa, Madura, dan Sulawesi Selatan. Tumbuhan ini dapat menghasilkan kadar minyak 56,10% pada potensi 1-1.6 ton/ha dengan umur 90-100 hari melalui bijinya yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dengan kandungan minyak 35-63%, sebagai obat sakit batuk, dan sebagai obat sakit kepala. Minyak Lena dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku  untuk industri plastik, margarin, sabun, kosmetik dan pestisida.

10. Makadamia

Makadamia merupakan tumbuhan yang tersebar diwilayah Sulawesi Tengah dan Sumatera Utara. Di Sulawesi, tumbuhan ini dikenal dengan istilah perande, tinapu, kayu balomatao, dan kanjole.

Tumbuhan ini menghasilkan minyak lemak 70% melalui kacangnya atau bijinya yang digunakan sebagai terapi alami pemulihan orang yang kecanduan alkohol, pemulihaan gangguan hati, gangguan anemia dan membersihkan saluran pembuluh nadi jantung.

Sumber :

Widiyanto, Ary dan Mohamad Siarudin. 2013. Minyak Lemak, Salah Satu Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu yang Perlu Dikembangkan. Researhgate.

Monday 29 June 2020

Pohon Mahang (Makalah Silvikultur)

Pohon Mahang

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Silvikutur merupakan seni, teknik, dan kegiatan pengolahan hutan yang terdiri dari penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Silvikutur dapat mengatur komposisi, struktur tegakan, kerapatan tegakan, pengendalian pertumbuhan, dan pengendalian rotasi tanaman.

Dalam silvikutur ada membahas mengenai jenis suatu pohon. Jenis pohon ini  dibagi atas 3 kolompok yaitu kelompok jenis cepat tumbuh, Jenis lambat tumbuh, jenis klimak. Dalam makalah saya ini, saya membahas pohon mahang (Macaranga hypoleuca) yang termasuk kelompok jenis cepat tumbuh.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana ciri-ciri  (nama daerah/nama latin, taksonomi, morfologi, tempat tumbuh, sifat kayu, benih dan pembibitan, pertumbuhan tanaman, hama penyakit, kegunaan dan gambar anatomi) pohon mahang (Macaranga hypoleuca)?

1.3. Tujuan Makalah

Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami ciri-ciri  (nama daerah/nama latin, taksonomi, morfologi, tempat tumbuh, sifat kayu, benih dan pembibitan, pertumbuhan tanaman, hama penyakit, kegunaan dan gambar anatomi) pohon mahang (Macaranga hypoleuca).

II. ISI  DAN PEMBAHASAN

2.1. Pohon Mahang (nama lokal, daerah lain, nama latin)

Pohon mahang (Macaranga hypoleuca) memiliki nama daerah di sumatera dan kalimantan dengan sebutan mahang, sedangkan di kalimatan barat dengan sebutan purang. Dan juga di negara Malaysia pohon mahang disebut dengan pohon Mahang puteh. Pohon mahang (Macaranga hypoleuca) ini disebarkan dalam beberapa daearah tertentu yaitu Thailand, Semananjung, Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan.

2.2. Taksonomi

Adapun taksonomi dari pohon mahang (Macaranga hypoleuca) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantea

Divisio : Angiospermae

Kelas : Rosids

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Subfamili : Acalyphoideae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga hypoleuca (Reichb.f.et Zoll.) M.A.

2.3. Morfologi

Adapun morfologi pohon mahang (Macaranga hypoleuca) adalah tttlsebagai berikut :

  1. Pohon mahang (Macaranga hypoleuca) merupakan pohon kecil hingga sedang, dengan tinggi hingga 30 m dan berdiameter 40 cm.
  2. Permukaan pepangan berwarna abu-abu hingga kelabu, licin atau sering bopeng.
  3. Daun tunggal, kedudukan spiral, berdauan penumpu, bentuk daun menjari tiga, tepi rata, pertulangan daun menjari lima, tangkai daun panjang dan "peltate",  permukaan bawah helai daun putih, batang muda dan tangkai daun muda berwarna putih.
  4. Perbungaan majemuk malai memendek, pada ketiak daun.
  5. Buah bentuk kapsul, licin, dan biji hitam.
2.4. Tempat Tumbuh

Pohon mahang (Macaranga hypoleuca) ini umumnya tubuh sebagai jenis pionir di hutan sekunder, pada ketinggian tempat mencapai 3.000 m dpl. Pohon ini umumnya pada daerah yang memiliki jenis tanah berpasir, tufa dan tanah liat.

2.5. Sifat Kayu

Sifat Fisis

  1. Berat jenis menurut Oey Djoen Seng (1990) adalah 0,34
  2. Penyusutan dari basah sampai kering udara adalah 1,611 (R) ; 3,293 (T)
  3. Penyusutan dari basah sampai kering oven adalah 2,875 (R) ; 5,092 (T)

Sifat Kimia

  1. Kadar air awal serbuk (6,12%)
  2. 2Komponen  kadar abu (1,07%), Silika (0,09%), Lignin (26,99%), Selulosa (52,23%), Pentosa (15,45%).
  3. Kelarutan alkohol-benzena (3,81%)
  4. Nilai kalor (4,413 cal/g)

2.6. Benih dan pembibitan

Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan No: P.1/Menhut-II/2009 (revisi) tentang penyelenggaraan perbenihan tanaman hutan, sumber benih terbagi atas : Tegakan benih terdidentifikasi, tegakan benih terseleksi, areal produktif benih, tegakan benih provenan, kebun benih semai, kebun benih klon, dan kebun pangkas.

2.7. Hama Penyakit

Menurut Edi Suryanto (2011), pohon mahang ini tidak mudah terkena serangan hama penyakit. Oleh sebab itu pohon mahang (Macaranga hypoleuca) jarang  ditemukan hama penyakit dan hanya terdapat semut pada percabangannya.

2.8. Kegunaan

  1. Batang kayu mahang yang dikelupas sering digunakan oleh penduduk untuk bahan bagunan sementara yang tidak berhubungan dengan tanah.
  2. Kayunya juga digunakan untuk rangka ringan, perlengkapan interior, moulding, reng, peti pengepak, pelampung, dan korek tangkai korek api.
  3. Dari kayu mahang dapat dihasilkan pulp berkualitas tinggi dan untuk pembuatan kayu lapis.

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah pohon mahang (Macaranga hypoleuca) merupakan famili dari Euphorbiaceae yang tingginya mencapai 30 m dan diameternya 40 cm, yang tumbuh di daerah yang memiliki jenis tanah berpasir, tufa dan tanah liat, dan pohon ini tidak mudah diserang hama dan penyakit.

3.2. Saran

Adapun saran dari makalah ini adalah bahwa makalah ini cocok dibaca oleh kalangan mahasiswa kehutanan bahwa pohon mahang (Macaranga hypoleuca) merupakan pohon yang cepat tumbuh.

DAFTAR PUSTAKA

Martawijawa, dkk. 2005. Altas Kayu Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Gambaran Umum Pohon Gemor

Gambaran Umum Gemor

Gemor merupakan jenis pohon yang familinya Lauraceae dengan habitatnya berada di alam rawa gambut. Pohon gemor dapat mencapai ketinggian sebesar 30 cm, tinggi bebas cabang 20 m, dan diameter batang mencapai 70 cm, dan tebal kulit mencapai 2 cm.

Habitat tegakan pohon gemor ini berada pada tipe iklim A (nilai Q = 0,138), curah hujan 1975-3514 mm/tahun dan suhu berkisar antara 23-〖32〗^0 C, dengan intesitas intesitas cahaya tegakan gemor sekiatar 18,9 %. Pada tingkatan semai, anakan gemor memerlukan cahaya lebih relatif berat, tapi kemudian memerlukan cahaya lebih banyak dengan bertambahnya tingkat pertumbuhan.

Pohon gemor tumbuh dengan kondisi gambut dengan kesuburan tanah sangat rendah dengan pH berkisar 3-4, kondisi KTK yang tinggi kejenuhan basah yang rendah, dan kandungan Al dan Fe sangat rendah.

1. Jenis Gemor

Ada 2 jenis gemor yang umum digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat lokal yaitu sebagai berikut :

Nathaphoebe coriacea (Kosterm)

Jenis gemor ini merupakan gemor yang paling banyak digunakan oleh masayarakat lokal karena kulitnya lebih tebal yang berwarna putih kekuningan.

Nothaphoebe cf umbelliflora

Jenis gemor ini merupakan gemor yang digunakan dengan jumlah sedikit oleh masyarakat lokal karena kulitnya lebi tipis yang berwarna merah.

2. Penyebaran Gemor

Ada 2 wilayah penyebaran gemor yang terdapat dipulau Kalimatan yaitu sebagai berikut:

Kalimantan Tengah

Penghasil utama kulit gemor adalah sebagai berikut : Kecamatan Kereng Bengkirai, Kabupaten Kotawaringan timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau, dan  Kabupaten Barito Selatan.

Kalimantan Selatan

Penghasil utama kulit gemor adalah sebagai berikut: Di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terdapat di daerah Manarap Hilir yaitu di sekitar hutan Samujur.

3. Nilai Ekonomi Kulit Gemor

Selain untuk memenuji kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri, kulit gemor juga diekspor. Berdasarkan nomenklatur hasil hutan (SKI-s-001) kayu gemor termasuk dalam kelompok kulit atau babakan. Harga kulit gemor di tingkat peramu tahun 2009 di Palangka Raya berkisar 4.000-6.000/kg dan harga tersebut cenderung naik dari tahun ke tahun, pada tahun 2012 dan 2013 harga gemor mencapai 15.000. Dari tahun ke tahun permintaan gemor meningkat sedangkan bahan baku semakin sulit diperoleh. pada tahun 2012 harga gemor tertinggi dengan peningkatan harga sebesar 87,5% dibandingkan harga tahun 2011, sedangkan untuk kulit kayu gemor ekspor yang tercatat mencapai pada tahun 2011.

4. Budidaya Gemor

1. Secara Generatif

Dalam budidaya ini terdapat kendala yang dihadapi adalah berkaitan dengan kerusakan ekologi dan berkurangnya tegakan alam gemor maka semakin pohon yang secara fisiologis mampu menghasilkan buah. Buah gemor ini jarang sekali ditemukan, bahkan pencari gemor sekalipun. Hal ini terjadi karena cara pemanenan gemor yang  ekstraktif dengan menebang tegakan gemor yang ada dialam, sehingga adanya pohon masih tersisa di alam secara yang secara fisiologis dapat berubah dapat berbuah semakin kurang keberadaanya.

Buah gemor memiliki bentuk oval dengan panjang 3-3,5 cm, diameter 1,9-2,4 cm, tebal kulit buah 0,2 cm, dengan berat buah dengan kulit 14,8-20,6 gram, berat biji tanpa kulit 9,2 gram. Kulit buah berwarna hijau muda ketika buah masih belum masak dan kulit buah berwarna merah sampai kecoklatan ketika buah masak.

2. Secara Vegetatif

Secara vegetatif ada 2 cara budidaya pohon gemor yaitu sebagai berikut:

Cangkok

Kegiatan pencangkokan adalah memilih bagian batang tegakan yang autrotroph dan dilakukan pengupasan kulit sampai kambiumnya dengan cara (1) mengolesi bagian batang dengan zat perangsang akar, (2) memberikan media dan menutupnya, (3) mengikat cangkokan. Pembungkusan cangkok dapat menggunakan serabut kulit buah kelapa dengan menggunakan media campuran gambut+kompos (1:1) dan dapat juga menggunakan pembungkus cangkok plastik transparan dengan media yang digunakan adalah tana gambut+kompos, sabut kelapa. Setelah lebih 6 bulan, cangkok sudah siap dipindahkan ke polibag.

Stek

Kegiatan ini dilakukan dengan perlakuan pendahuluan dengan pengikatan bahan stekselama beberapa waktu sebelum materi bahan stek dipotong dari lapangan. Perlakuan ini merupakan salah satu cara pengaturan nutrisi pada bahan stek. Secara umum kandungan nutrisi pada bahan stek, rasio kandungan karbohidrat dan nitrogen yang cukup dapat meningkatkan keberhasilan berakar.

Untuk mendapatkan pengaturan keseimbangan nitrogen yang lebih rendah dan kandungan karbohidarat yang lebi tinggi dapat dilakukan dengan membatasi (blocking) transloaksi karbohidrat dari atas ke bawah pada batang, dan bagian pembatas tersebut nantinya merupakan bagian bawah materi bahan stek. Prosedur kerja adalah (1) Memilih trubusan dari tegakan gemor dengan diameter antara 1-3 cm, (2) Trubusan yang diperoleh diikat menggunakan kawat, (3) Setelah bagian yang diikat bengkak, bahan stek segera dipotong dan disapihkan di persemaian.

5. Hama pada Biji Gemor

Buah gemor yang ditemui dibawah tegakan biasanya sudah rusak dan diserang hama. Berdasarkan identifikasi, didalam biji gemor terdapat telur dan larva yang akhirnya berkembang menjadi kumbang yang memakan zat pati buah gemor yaitu sejenis kumbang dengan famili Curculionidae.

6. Kegunaan Gemor

Gemor dimanfaatkan melalui kulitnya sebagai bahan baku obat nyamuk dan bahan baku perekat. Pada bagian serbuk kulit gemor memiliki kandungan kadar 13,10% , alkohol 0,74%, pyrethin 1,80%, resin 5,21%, tanin 1,66% (Zuhely dan Martono, 2003). Pyrethin adalah suatu bahan aktif  insektisida yang bermanfaat untuk pemberantasan nyamuk dan dapat digunakan sebagai sumber bahan aktif insektisida alami. Gemor ini juga dapat diamnfaatkan sebagai sebagai bahan baku pengambat aktivitas virus.

DAFTAR PUSTAKA

S, Budi Purwanto dan Sudin Panjaitan. 2013. Gemor Hasil Hutan Bukan Kayu Potensial di Hutan Rawa Gambut. Badan Peniltian dan Pengembangan Kehutanan. Banjarbaru.

Makalah Kadar Air Kayu Sengon

Sengon

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifat kayu dapat berubah-ubah karena pengaruh lingkungannya, kayu mudah menyerap air karena kayu terdiri dari molekul-molekul selulosa yang tersusun dari ikatan OH (hidroksida) yang mampu mengikat air, dalam kayu molekul selulosa membentuk makromolekul yang disebut mikrofibril. Pengenalan sifat kayu dapat dilakukan dengan memperhatikan sifat fisika dan anatominya. Pengenalan atas sifat-sifat fisik dan anatomi akan sangat membantu dalam menentukan jenis-jenis kayu untuk tujuan penggunaan tertentu.

Kebanyakan sifat mekanika kayu sangat berhubungan dengan berat jenis, kerapatan, dan kadar air. Perhitungan berat jenis bahan banyak disederhanakan dalam sistem metrik karena 1 cm^3 air beratnya tepat 1 gram. Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat dalam gram dengan volume dalam sentimeter kubik. Berat jenis tidak mempunyai satuan karena berat jenis adalah nilai relatif. Berat jenis kayu dapat ditentukan pada berbagai kondisi kadar air kayu berupa basah, segar, kering air, dan kering tanur. Dalam makalah ini akan membahas tentang kadar air kayu.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah berapa nilai kadar air pada kayu sengon?

1.3 Tujuan Makalah

Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui nilai kadar air pada kayu sengon.

II. ISI

2.1 Deskripsi Pohon Sengon

Bagian sengon yang terpenting adalah kayu mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pohon sengon dapat mencapai ketinggian sekitar 30-45 meter dengan diameter batang sekitar 70-80 cm. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV-V. Bentuk batang bulat dan tidak berbanir.

Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, dan tidak mengelupas. Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pangar, tangkai, dan kotak korek api, pulp, kertas, dan lain-lainnya. Sengon memiliki akar tungang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun, dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur (Iswanto, 2014).

2.2. Klasifikasi Pohon Segon

Pohon segon (Albizia falcataria) merupakan pohon yang termasuk dalam famili Fabaceae. Berikut dibawah ini klasifikasi pohon sengon.

Kingdom : Plantea

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidea

Ordo: Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Albizia

Spesies : Albizia falcataria (L.) Fosberg

2.3 Kadar Air Sengon

Kadar air kayu merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat yang terdapat pada dinding sel. Kondisi dimana dinding sel jenuh dengan air sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat (Iswanto, 2014).

Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu. hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar air titik jenuh serat besarnya berkisar antara 25-30% (Nandika, 2015). Untuk menghitung kadar air digunakan rumus dibawah ini sebagai berikut:

Ka =  (Berat awal-Bkt)/Bkt x 100%

Keterangan :

Ka = Kadar air (%)

Bkt = Berat kering tanur (gram)

Pada pengukuran menentukan kadar air kayu sengon yang pertama dicari adalah berat awal kayu sengon kemudian berat kering tanur kayu sengon. Hasil pengukuran menentukan kadar air kayu sengon dicantumkan dalam tabel dibawah ini adalah sebagai berikut :

Nilai rata-rata kadar air kayu sengon adalah 8,45%. Artinya kadar air di kayu sengon masih memiliki air sebanyak 8,45%, hal ini disebabkan karena kayu sengon tidak mengalami kompregnasi. Menurut Nandika (2015) pada kayu sengon yang telah mengalami kompregnasi kadar air rata-rata kayu sengon adalah 9,12%.

Peningkatan kadar air kesetimbangan kayu sengon setelah mengalami kompregenasi tersebut sangat berpotensi memperbaiki berbagai sifat fisis dan mekanis kayu tersebut termasuk stabilitas dimensi, kekerasan, dan kekuatannya. Makin rendah kadar air dibawah titik jenuh serat yang nilainya 21% sampai dengan 32 %, makin baik sifat fisis dan mekanis kayu tersebut (Arinana, 2015). Hal tersebut disebabkan pada kondisi kadar air dibawah titik jenuh serat, seluruh air bebas telah keluar dari rongga sel kayu. Akibatnya kayu akan mengalami penyusutan sehingga kerapatan kayu meningkat. Peningkatan kerapatan kayu tersebut akan berimplikasi terhadap peningkatan sifat mekanis kayu.

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah bahwa kadar air pada kayu sengon bersifat mengalami penyusutan sehingga kerapatan kayu meningkat dan sifat mekanis kayu meningkat dengan kadar air 8,45 % yang cocok digunakan bahan baku pembuatan peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp.

3.2 Saran

Adapun saran dalam makalah ini adalah bahwa makalah ini cocok digunakan sebagai bahan bacaan mahasiswa dan masyarakat sekitar. Untuk penyusunan makalah kedepannya ada baiknya dilanjutkan dengan berat jenis kayu sengon.

Sunday 28 June 2020

Gambaran Umum Ujung Atap (Baekea frutescens L.)

ujung atap

Hai guys, pada artikel ini kita akan membahas gambaran umum pada tumbuhan Ujung Atap. Ujung Atap atau Jungrahab ini adalah jenis tumbuhan obat dari suku Myrtaceae (Sunarti, 2011) yang potensialnya berada dibagian daun.

Tumbuhan ini digunakan masyarakat dayak sebagai bahan pengusir nyamuk dengan cara mengeringkan daunnya kemudian dibakar.

Tumbuhan ini mempunyai bentuk seperti semak-semak dengan tinggi 4-6 m dan diameter 11 cm. Daunnya harum, bentuknya seperti jarum, tegak, berukuran 5,5-11,5 mm x 0,4-0,8 mm. Daunnya saling berhadapan, menggerombol pada setiap ruas. Bunganya berukuran 3 mm, berwarna putih-merah muda.

Tumbuhan ini mengandung 49 senyawa. Tumbuhan ini menghasilkan ekstrak yang menunjukkan adanya kandungan flavonoid dan senyawa fenolik,  terdapat alkaloid dengan jumlah yang signifikan digunakan sebagai antimalaria, analgesik, dan stimulan.

Flavonoid Ujung Atap dimanfaatkan sebagai bahan untuk mencegah pertumbuhan tumor dan melindungi infeksi gastrointestinal (Razmavar et al., 2014). Sedangkan senyawa fenolat digunakan sebagai bahan antioksidan  yang baik.

Tumbuhan Ujung Atap mempunyai berbagai manfaat, yaitu akarnya digunakan sebagai obat rematik, bijinya sebagai obat demam, daunnya sebagai obat haid tidak teratur, mulas, malaria, penyegar badan, gatal-gatal, dan sakit kepala.

Tumbuhan ini telah dilakukan berbagai macam olahan daun dalam bentuk jamu dan serbuk agar mudah untuk dicampur dengan bahan lainnya sebagai penambah khasiat.

Ujung Atap mudah didapatkan karena bentuknya yang cenderung tidak lebat tanpa daun yang tumbuh atau daunnya berbentuk jarum.

Tumbuhan ini  tersebar dari Asia Tenggara sampai Australia. Di Indonesia sendiri sebarannya terdapata di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung serta Kepuluan Anambas, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Irian Jaya.

Daun Ujung Atap sebagai berpotensi antiinflamasi dan antioksidan karena mengandung senyawa flavonoid (Pan et al., 2012), antibakteri terhadap Methicilin Resistant Staphylococus Aerus (Razmavar et al., 2014), Antigout untuk mencagah dan mengurangi asam urat karena memiliki senyawa aktif BF6322, Antiokasidan yang aman untuk diaplikasikan ke bahan makanan (Navanesan et al., 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Navanesan, S, Wahab, N.A, Manickam, S and Sim, K.s. 2015. Evaluation of Selected Biogical Capacities of Baekea frutescens. Biomedcentralzz

Pan, Z. B, Li, F.C Liao, Y.E and Lin, X.S. 2012. Antioxidant Activity and Anti Inflammatory Effect          from Baeckea frutescens. China Pharmacost

Razmavar, Somayeh. 2014. Antibacterial Activity of leaf Extracts of Baeckea frutescens against Methicillin-Resistent Staphylococus aureus. Hindawi

Sunarti, S. 2011. Jungrahab (Baeckea frutescns L.): Satu-satunya Tumbuhan Obat dari Marga Baeckea di Indonesia dan Koleksi Herbarium. Bogoriense

Gambaran Umum Tanaman Lengkuas

Lengkuas

Botani Tanaman Lengkuas

Lengkuas merupakan tanaman tegak yang tinggi batangnya mencapai 2-2,5 meter. Ada 2 jenis lengkuas yang dikenal yaitu varietas dengan rimpang berwarna putih dan merah. Tanaman ini mempunyai akar yang tak teratur. Pada lapisan luar terdapat kulit tipis berwarna coklat sedangkan di bagian tangkai yang terbentuk umbi berwarna merah. Bagian dalam berwarna putih dan jika dikeringkan menjadi kehijau-hijauan. Lengkuas memiliki batang pohon yang terdiri atas susunan pelepah-pelepah saja, sedangkan bagian atas juga muncul pada bagian ujung tumbuhan. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga memiliki aroma yang khas (Anonim, 1999).

Klasifikasi tanaman lengkuas menurut Anonim (1999), sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

SubKindom : Tracheobionta

Superdivisi   : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas       : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Alpinia

Spesies         : Alpinia purparata K. Schum

Habitat

Tanaman lengkuas dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, kurang lebih 1200 meter di atas permukaan laut. Curah hujan tahunan di daerah tempat tumbuh berada pada kisaran 2500-4000 mm/tahun. Bulan basah (di atas 100 mm/tahun) lamanya antara 7-9 bulan, sedangkan bulan kering (di bawah 60 mm/bulan) lamanya antara 3-5 bulan. Suhu berkisar antara 250-290 C, kelembapan udara sedang, dan intensitas penyinaran tinggi (Anonim, 2000).

Tanaman ini cocok di budidayakan di jenis tanah latosol merah coklat, dan aluvival. Tekstur tanah dapat bervariasi antara lempung berliat, lempung berpasir, lempung merah, dan lateristik. Kedalaman air tanah sekitar 50-100 cm dari permukaan tanah. Kedalaman perakaran antara 10-30 cm dari permukaan tanah. Tingkat kesuburan tanah harus berada pada kisaran sedang-tinggi dengan sistem pengairan yang baik (Anonim, 2000).

Manfaat Lengkuas

Tanaman ini dikenal sebagai penghasil bahan pewangi dan penambah flavor masakan. Rimpang yang muda dan segar dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan masakan. Rimpang lengkuas yang berwarna putih pemanfaatannya banyak digunakan pada bidang pangan. Rimpang lengkuas selama ini dikenal sebagai pengempuk daging dalam masakan dan digunakan sebagai salah satu rempah berbagai jenis bumbu masakan tradisional Indonesia (Heyne, 1987).

Lengkuas merah biasanya digunakan sebagai bahan baku pengobatan. Dalam farmakologi Cina dan pengobatan tradisional lainnya disebutkan, bahwa lengkuas merah mempunyai sifat antijamur dan antikembung. Secara tradisional sejak zaman dahulu, parutan rimpang lengkuas kerap digunakan sebagai obat penyakit kulit, terutama yang disebabkan oleh jamur serta dapat digunakan sebagai antilarva (Anonim, 2000).

Kandungan Kimia

Tanaman ini dikenal mengandung lebih kurang 1% minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48%, sineol 20%-30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, dan δ-pinen (Mc vicar, 1994). Selain itu, lengkuas juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kamferida yang galangin, kadinen, heksabridrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, dan beberapa senyawa flavonoid (Anonim, 2000).

Komponen bioaktif rempah-rempah, khususnya dari golongan Zingiberaceae yang terbanyak yaitu dari jenis flavonoid yang merupakan golongan fenolik terbesar dan terpenoid. Pada golongan flavonoid dikenal golongan flavonol. Komponen flavonol yang banyak terbesar pada tanaman misalnya yang terdapat pada lengkuas adalah galangin, kaemferol, kuerstin, dan mirisetin. Salah satu golongan flavonoid adalah kalkon. Kalkon adalah komponen yang berwarna kuning terang. Komponen laiinya yang ditemukan pada Alpinia adalah flavonon yang dikenal sebagai senyawa yang bersifat fungistatik dan fungisida (Anonim, 2000).

Sumber:

Anonim. 1999. Lengkuas. www.iptek.net.id/ind/cakra_obat.

Anonim. 2000. Apinia galanga (L). Sw. www.plants.usda.gov/cgi_bin.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Terjemahan. Balitbang Kehutanan. Yayasan Sarana                 Wana Jaya. Jakarta.

Mc Vicar, J. 1994. Jekka's Complete Herb Book. Kyle Cathie Limited. London

Gambaran Umum Nyamuk Aedes aegypti (Pemicu DBD)

HHBK

Pengertian

Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk  yang membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Klasifikasi nyamuk ini terdiri dari filum: Arthropoda; kelas: Insekta; Ordo : Diptera; Famili: Cucilidea; Subfamilia: Culicinea; Genus: Aedes; Speies: Aedes aegypti.

Nyamuk ini berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya. Nyamuk ini berukuran kecil (4-13 mm) dengan bentuk tubuh yang ramping.  Nyamuk dewasa memiliki tiga bagian yaitu, caput (kepala), torak dan abdomen.

Nyamuk dewasa pada bagian caput terdapat probosis halus yang lebih panjang dari kepalanya. Probosis berfungsi untuk menangkap makanan. Probosis nyamuk jantan berfungsi untuk penghisap cairan tumbuh-tumbuhan, sari buah dan keringat sedangkan pada nyamuk betina berfungsi sebagai alat tusuk dan menghisap darah. Pada bagian kiri dan kanan probosis terdapat sepasang antena yang terdiri atas 15 segmen. Atena nyamuk jantan memiliki rambut yang lebih lebat dari nyamuk betina, rambut pada antena nyamuk betina disebut pilose dan nyamuk jantan disebut pulmose.

Bagian torak memiliki mesonotum berbentuk Iyra (Iyraform). Mesonotum memiliki scetellium yang terdiri dari tiga lobus. Nyamuk ini memiliki dua gambaran garis puti yang memanjang pada toranya. Sayap nyamuk ini panjang dan langsing,  mempunyai vena yang permukaannya ditutupi sisik sayap yang sempit dan panjang.

Bagian abdomen nyamuk ini terdiri dari sepuluh segmen, dua dari segmen terakhir berubah menjadi alat kelamin. Ujung bagian ini lancip disebut pointed (Rosmanyanti, 2014).

Siklus Hidup

Siklus hidup nyamuk ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu :

1. Telur

Telur nyamuk ini berwarna hitam dan berbentuk oval dan mengapung pada permukaan air yang jernih atau menempel pada dinding penampungan air. Jika wadah air mengering, telur bisa bertahan hidup selama beberapa minggu bahkan bulan. Ketika wadah berisi  air lagi maka telur akan menetas menjadi jernik (larva) dalam kurun waktu dua hari (Boekoesoe, 2013).

2. Larva

Telur menetas menjadi larva instar I dalam waktu dua hari, setelah itu larva akan mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali berturut-turut, menjadi larva instar II, III, dan instar IV. Proses ini membutuh waktu sekitar 10 hari tergantung pada suhu dan diet larva. Pada setiap akhir instar menggunakan cara moult dan ecdysis. Ecdysis adalah munculnya pita-pita hitam di dadanya yang terbungus sirkular dan muncul rambut lateral di sepanjang kutikula. Ukuran larva mencapai 0,5-1 cm2.

Larva bergerak dengan dua cara utama yakni dengan tersentak tubuhnya dan dengan mouth brushes. Larva bergerak aktif di dalam air. Pernapasan larva menggunakan cara gerakan berulang-ulang dari bawah keatas permukaan air. Larva istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Setelah 6-8 hari larva akan menjadi pupa.

3. Pupa

Pupa merupakan tahap stadium akhir. Pada tahap ini membutuhkan sekitar 2-5 hari. Selama tahap ini tidak memakan apapun. Bagian dalam pupa terdapat kantung udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang sayam pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan. Ketika pertama kali muncul, pupa berwarna pituh tetapi dalam kurun waktu yang singkat terjadi perubahan pigmen. Setelah 1-2 hari pupa akan menjadi nyamuk baru atau dewasa.

4. Nyamuk Dewasa

Nyamuk ini berhabitat di lingkungan gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.

Sumber

Boekoesoe,  L.  2013.  Kajian  Faktor  Lingkungan  Terhadap  Kasus  Demam Berdarah  Dengue  (DBD)  Studi  Kasus  di  Kota  Gorontalo  Provinsi Gorontalo. Disertasi. Fakutas Kesehatan  Masyarakat, Universitas Gorontalo. Gorontalo

Rosmayanti,  K.  2014.  Uji  Efektivitas  Ekstrak  Biji  Sirsak  (Annona  muricata  L) sebagai Larvasida Pada Larva  Aedes aegypti  Instar III/IV. Skripsi. Fakultas Kedokteran, UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Saturday 27 June 2020

Faktor-faktor Abiotik Penyebab Kerusakan Hutan

Materi

Kerusakan hutan yang disebabkan oleh faktor abiotik teridiri dari unsur-unsur lingkungan, diantaranya yaitu iklim, tanah, air, dan lain-lain. Faktor abiotik ini dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon secara langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan maupun membantu perkembangan sistem hutan. Untuk membantu perkembangan sistem hutan tersebut unsur faktor abiotik harus setara dengan kebutuhan pohon. Dan unsur faktor abiotik yang kelebihan dan kekurangan dapat mengakibatkan kerusakan sistem hutan. Untuk lebih  jelasnya dapat diperhatikan penjelasan berikut ini.

Kerusakan Hutan Disebabkan Faktor Fisik

1. Temperatur

Pengaruh temperatur yang tinggi dapat dikurangi dengan menanam pohon lebih rapat yang mendapatkan air yang cukup, menggunakan tanaman penutup tanah, menutupi seresah pada permukaan tanah dan memberukan naungan. Dalam keadaan temperatur tinggi (650 C) tanaman sebaiknya diberikan fungsida karena jaringan-jaringan tanaman sangat peka terhadap parasit. Adapun gejala-gejala terhadap tanaman hutan yang disebabkan oleh temperatur, diantaranya sebagai berikut :

  1. Kematian pada seedling
  2. Mencegah terjadinya regenerasi
  3. Luka-luka pada bagian pohon yang mempunyai jaringan lemah
  4. Terjadi luka pada bagian tanaman muda di dekat permukan tanah
  5. Gugurnya daun sebelum waktunya
  6. Daun-daun tertutup oleh lapisan gula. Hal ini terjadi karena temperatur yang tinggi menyebabkan pohon banyak mengeluarkan cairan dari ujung-ujung daun dan sewaktu air dari cairan menguap maka yang tinggal pada daun adalah lapisan gula, sehingga sering gejalanya disebut sebagai "Sugar exudation".

Menurut Junal IPB menyatakan bahwa Perubahan suhu yang dapat di toleransi akan menyebabkan tumbuhan mengalami penyimpangan fisiologis yang dapat menyebabkan kematian dan  kerusakan hutan akan terjadi pada saat suhu telah melewati batas maksimum dan minimum.

Kelembapan suatu lingkungan dapat juga mempengaruhi kerusakan hutan. Berdasarkan penelitian Pribadi, dkk (2010) menyatakan bahwa pengaruh antara kelembapan dan temperatur dengan tingkat kerusakan oleh Arthrochista hilaralis) sebesar 18,7% pada kelembapan dan 16,9% pada temperatur.

2. Air

Tekanan air dalam jaringan tumbuhan dapat mempengaruhi pembelahan dan perpanjangan sel. Dalam tanaman tahunan biasanya lebih tahan kekurangan air dibandingkan dengan tanaman musiman. Adapun gejala-gejala terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh air, diantaranya :

  1. Kekurangan air, akan cenderung memperlihatkan gejala penyakit tanaman berupa terhambatnya pertumbuhan, perubahan warna daun, daun-daun menjadi kerdil, perkembangan buah sangat lambat, akibatnya tumbuhan layu dan mati.
  2. Kelebihan air, mengakibatkan persediaan oksigen terbatas akan menghasilkan perubahan komposisi mikroflora. Beberapa mikroorganisme ini dapat menghasilkan zat fitotoxik disamping fakulatif saprofit lainnya akan aktif menyerang dan mematikan akar.

3. Gas-gas di Udara

Gas-gas di udara yang sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tumbuhan yaitu, oksigen yang berperan aktif. Pada tumbuhan yang melakukan proses diffusi memerlukan oksigen tidak mampu lagi membantu terjadinya respirasi normal dan akan terjadi reaksi enzim yang tidak normal, salah satu contoh penyakit Black heart pada kentang.

4. Cahaya

Adapun gejala-gejala terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh cahaya, yaitu :

  1. Kelebihan cahaya, menyebabkan reaksi photochemical menjadi tidak normal karena tidak aktifnya beberapa enzim dan oksidasi klorofil. Pengaruh tersebut hanya dapat dikatakan apabila oksigen terdapat dalam jumlah yang cukup. Dengan demikian proses foto-oksidasi dapat menyebabkan daun berwarna pucat dan kadang-kadang daun mati.
  2. Kekurangan cahaya, menghambat formasi klorofil dan merangsang photochemical, yang menyebabkan tumbuhan menjadi pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya, ciri-cirinya mempunyai batang yang panjang, pertumbuhan daun sangat kecil, daun berwarna hijau kekuning-kuningan dan sangat peka terhadap serangan perusak.

5. Angin

Adapun gejala-gejala terhadap tumbuhan hutan yang disebabkan oleh angin, yaitu :

  1. Pengaruh terhadap Tanah Hutan. Pengaruh angin terhadap tanah hutan dapat menyebabkan terjadinya erosi angin dan menyebabkan tanah menjadi kering. Erosi angin terjadi karena perpindahan tanah dari temaptnya karena tiupan angin.
  2. Pengaruh terhadap Cuaca Hutan. Pengaruh angin kuat yang meniup di hutan dapat menganggu atau menyebabkan terjadinya gangguan terjadi penguapan, transpirasi, temperatur, kelembaban dan lain-lainnya. Akibatnya cuaca di hutan akan berubah menjadi cuaca yang tak menguntungkan bagi hutan.
  3. Pengaruh terhadap Fisiologi Pohon. Akibat angin yang kurang baik pada pohon, mengakibatkan bentuk dari tajuk tak normal, merubah sistem dari perakarannya, dan berkurangnya tinggi dari pohon.
  4. Kerusakan Mekanis pada Pohon. Akibat angin yang kurang baik pada pohon, mengakibatkan ranting-ranting patah, daun-daun berguguran, akar-akar muda patah, dan pohon-pohon terbongkar dengan akarnya.
  5. Penyemprotan Garam pada Hutan. Penyemprotan garam sering terjadi di hutan pantai, dengan angin yang keras dengan kecepatan ±150 km per jam akan mampu meniup butir-butir air laut sampai sejauh 45-70 km. Hal ini mengakibatkan tumbuhan daunnya akan menjadi kuning kemerah-merahan yang dapat mengundang hama dan penyakit akan datang menyerang hingga dapat mempercepat kematian tumbuhan.

Angin dapat menyebakan erosi pantai di daerah hutan bakau, menurut Akbar,dkk (2017) menyatakan bahwa erosi pantai merupakan perubahan dataran pantai yang menyebabkan mundurnya garis pantai yang dipengaruhi oleh faktor klimatologi, faktor tektonik dan faktor perilaku manusia mempercepat perubahan lingkungan.

Kerusakan Hutan Disebabkan Tanah yang Kurang Baik

1. Penyakit Karena Defisiensi Bahan Makanan atau Hara

Defesiensi hara dapat terjadi apabila tersedianya dalam tanah sangat kurang atau terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Hal ini dapat disebabkan karena proses pencucian, antagonisme bahan-bahan kimia, aktifitas mikroba, peredaran udara dan kemasaman tanah (pH). Adapun gejala-gejala terhadap tumbuhan disebabkan jika satu atau lebih elemen yang kurang, yaitu :

  1. Anakan tanaman tidak berkembang
  2. Tanaman kerdil
  3. Memperjang waktu pemetikan produksi
  4. Gejala perubahan warna pada daun dan batang
  5. Penurunan produksi tanaman terutama sekali kualitasnya.

2. Penyakit yang disebabkan Kelebihan Hara

Elemen-elemen hara dengan kosentrasi dalam jumlah yang berlebihan baik secara alam maupun sebagai akibat penggunaan pupuk akan menyebabkan timbulnya gejala fitotoxik. Dengan kelebihan satu mikro-nutrient dapat mempengaruhi unsur hara lainnya, misalnya besi tidak dapat diserap oleh tanaman apabila copper terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Sehingga tanah yang bergaram tidak hanya kelebihan sodium tetapi juga sangat jelek strukturnya yang dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan akar.

Kerusakan Hutan Disebabkan oleh Zat Kimia dan Makanis

Salah satu zat kimia perusak hutan, yaitu nitrogen dioxide dan lain-lainya dengan konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan gejala penyakit pada daun dan beracun terhadap jamur sehingga jenis-jenis jamur tersebut sulit ditemukan di daerah polusi. Menurut Sumokaryo (2008), menyatakan bahwa Tumbuhan nipah mudah mati disebabkan oleh racun zat kimia yang berasal dari limbah penambangan batu bara yang berada di hulu sungai.

Adapun kerusakan mekanis pada pohon dapat terjadi karena disebabkan, sebagai berikut :

  1. Tumbangnya sutau pohon. Tumbangnya pohon disebabkan karena adanya pohonnya mati, penebangan hutan, dan penjarangan hutan. Hal ini dapat menyebabkan tumbuhnya luka pada kulit dan kayu pohon dan patahnya cabang-cabang serta pucuk.
  2. Kebakaran Hutan. Kebakaran hutan ini dapat menyebabkan timbulnya luka terbuka pada pangkal-pangkal batang.
  3. Petir. Kadang-kadang petir tidak membunuh pohon dan hanya melukai pohon pada kulit atau kayunya, tetapi dapat pula menyebabkan matinya pohon dengan menimbulkan luka-luka atau tanpa adanya luka.
Sumber :

Akbar, dkk. 2017. Erosi Pantai, Ekosistem Hutan Bakau dan Adaptasi Masyarkat Terhadap Bencana Kerusakan Pantai di Negara Tropis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sila, Mappatoba dan Sitti Nuraeni. 2009. Buku Ajar Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Sifat-sifat Minyak Atsiri

Minyak Atsiri

Pembahasan kali ini kita akan membahas sifat-sifat minyak atsiri. Sifat minyak atsiri ini sudah banyak dibahas diberbagai artikel ataupun jurnal. Kali kita hanya merangkum beberapa hal yang perlu diingat tentang sifat minyak atsiri ini.

Pertama, Minyak atsiri ini memiliki sifat dengan bau khas, yang pada umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya atau  induknya. Bau khas ini beragam-ragam, tergantung tanaman induk yang ekstrak. Bau khas ini juga dipengaruhi oleh masing-masing komponen penyusunnya.

Kedua, minyak atsiri mempunyai rasa getir yang terasa tajam, mengigit, memberikan kesan hangat sampai panas dan dingin ketika terkena kulit.

Ketiga, Minyak atsiri mudah menguap dalam keadaan murni (belum tercampur denga senyawa lainnya). Pada suhu ruangan minyak atsiri akan menguap dengan mudahnya. Apabila minyak atsiri diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas tersebut.

Untuk mengetahui kualitas minyak atsiri sesuai dengan sifatnya, maka dilakukan berbagai pengujian diantarnya, pengujian rendemen, bobot jenis, kelarutan dalam etanol, bilangan asam dan bilangan eter.

Rendemen merupakan pengujian yang membandingkan jumlah (kuantitas) minyak atsiri yang dihasilkan dari penyulingan tanaman aromatik. Pengujian ini menggunakan satuan persen. Rendemen yang nilainya tinggi akan menunjukkan minyak atsiri yang dihasilkan besar.

Bobot jenis merupakan pengujian yang menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri melalui alat piknometer. Nilai bobot jenis adalah 0,8-1,18. Nilai bobot jenis minyak atsiri didefenisikan sebagai perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Pengujian ini sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Pengujian ini memiliki komponen terpen  teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi.

Kelarutan dalam Etanol merupakan pengujian yang membandingkan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri. Kelarutan minyak atsiri bisa berubah, apabila disimpan dengan jangka yang lama.

Bilangan asam merupakan pengujian yang menunjukkan kadar asam dalam minyak atsiri. Pengujian ini yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri, senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri.

Bilangan eter merupakan pengujian dengan jumlah miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester yang terapat dalam 1 gram minyak nilam. Mutu minyak atsiri yang baik secara kimia ditunjukkan oleh nilai bilangan eter.

Penutup

Minyak atsiri memilki bau khas yang mudah menguap dengan tidak memiliki noda. Dalam mempertahankan sifat minyak atsiri dilakukan pengujian rendemen, Bobot jenis, kelarutan dalam etanol, bilangan asama, dan bilangan eter.

Gambaran Umum Minyak Atsiri

Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah jenis dari hasil hutan bukan kayu yang mempunyai berbagai manfaat. Pada postingan kali ini kita akan membahas gambaran umum minyak atsiri dalam lingkup bidang kehutanan.

Minyak atsiri ini merupakan suatu zat yang memiliki bau khas tumbuhan. Minyak atsiri ini dapat ditemukan di tanaman famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Ratuceae, Zingiberaceae, Umbelliferacae, dan Myrtaceae. Minyak atsiri ini sering disamakan dengan sebutan minyak menguap (volatile oil), minyak ateris (etheral oil) dan minyak esensial (essential oil).

Minyak atsiri cenderung mudah menguap pada suhu ruangan dan sensitif terhadap cahaya matahari, oleh sebab itu ditutup rapat serta disimpan ditempat yang kering dan gelap (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Keberadaan Minyak Atsiri pada Tumbuhan

Menurut Gunawan dan Mulyani (2004) Minyak atsiri dalam tumbuhan memiliki keberadaan di berbagai jaringan, seperti dalam rambut kelenjar (suku Labiatae), dalam sel-sel parenkim (suku Zingiberaceae dan Piperaceae), dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (suku Myrtaceae, Pineceae dan Rutaceae) dalam saluran minyak (suku Umbelliferae).

Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Menurut Sastrohamidjojo (2004) minyak atsiri mempunyai perbedaan komposisi ini, disebabkan adanya perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.

Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpena, yaitu senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi kedalam satuan-satuan isopren. Minyak atsiri ini terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen dan belerang (Guenther, 1987).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Atsiri

Mutu minyak atsiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) Bahan baku dapat menentukan kualitas minyak atsiri dengan cara penentuan tingkat ketuaan bahan, (2) penanganan pasca panen yang bersifat tidak seragam dapat mengurangi mutu minyak atsiri, (3) proses produksi yang salah dapat menurunkan rendeman dan kualitas minyak atsiri yang dihasilkan, dan (4) Penyimpanan dengan kemasaan botol kaca berwarna gelap dan tertutup rapat.

DAFTAR PUSTAKA

Guenther, E. 1948. The Essential Oils. Penerjemah: Ketaren, S. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press. Halaman 69.

Gunawan, D., dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Famakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadya.

Friday 26 June 2020

Perubahan Iklim Akibat Kebakaran Hutan Mengancam Habitat Orangutan

Materi

Perubahan iklim merupakan suatu perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu.

Dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati dapat diperhatikan melalui indikator-indikator fenologi dan fisiologi organisme, rentang dan daerah distribusi jenis dan interaksi dalam komunitas, serta struktur dan dinamika ekosistem. Perubahan iklim ini dapat terjadi akibat adanya kegiatan manusia yang merugikan lingkungan atau terjadi secara alaminya.

Artikel ini membahas perubahan iklim akibat kegiatan manusia. Salah satu kegiatan manusia yang merugikan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan ini dapat terjadi akibat unsur kesegajaan atau ketidaksegajaan. Salah satu faktor kebakaran hutan adalah terjadinya kekeringan secara alami yang disebabkan oleh bagian dari fenomena cuaca El Nino dan drainase buatan yang sangat besar (Saleh, 2007).

Orangutan termasuk primata frugivora yang terngantung pada pangan berupa buah-buahan, daun, kambium, dan lain-lainnya yang berada pada hutan. Ketika terjadi kebakaran hutan akan mengakibatkan menurunnya atau tidak ada sama sekali bahan pangan untuk orangutan yang mengakibatkan terancamnya orangutan.

Menurut Saleh (2007) mengatakan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada habitat orangutan  akan mengalami hal yang serius terhadap perubahan iklim dan mampu mengubah pola jelajah sehingga orangutan tergusur dan orangutan sulit mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Perubahan iklim berhubungan dengan kehidupan orangutan, dimana perubahan iklim berpengaruh terhadap habitat orangutan karena adanya kebakaran hutan yang berpengaruh negatif terhadap habitat orangutan. Tindakan melestarikan habitat orangutan merupakan cara mencegah terjadinya kebakaran hutan, mencegah emisi karbon dari hutan gambut melalui aktifitas orangutan tersebut.

Habitat orangutan yang dilestarikan akan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, terutama pada hutan tropis. Orangutan menjadi umbrella spesies  dan memencarkan biji-biji dari tumbuhan yang dikunsumsi (Saleh, 2007).

Menurut Saleh (2007) pada tahun 1983, akibat kebakaran hutan mengakibatkan perubahan persentase makan buah yang mencolok akibat menurunnya jumlah buahnya. Dimana orangutan memakan buah hanya 7,5% dari waktu makannya.

Kesimpulan

Perubahan iklim yang diakibatkan kebakaran hutan memberikan dampak negatif terhadap konservasi habitat orangutan melalui terbakarnya bahan pangan dan habitatnya. Perubahan iklim ini dapat dicengah melalui melestarikan orangutan yang berperan dalam mengurangi emisi karbondioksida dan menyebarkan biji-biji tumbuhan.

Sumber :

Saleh, M. Suhud. 2007. Dampak Perubahan Iklim terhadap Habitat Orangutan. WWF-Indonesia. Jakarta

Deskripsi Minyak Atsiri Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn), Ylang-ylang (Cananga odorata), Dan SeraiI Wangi (Cymbopogon nardus)

materi

1.1 Latar Belakang

Minyak atsiri merupakan hasil biosintesis lanjutan (metabolisme) terhadap hasil utama proses fotosintesis daun. Proses metabolisme tersebut berlangsung pada bagain jaringan tanaman seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah dan biji. Tanaman penghasil minyak atsiri memiliki peran fisiologis adalah pertahanan dan penangkis serangan eksternal seperti organisme perusak dan penetralisir racun. Minyak atsiri mempunyai sifat, antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan tanaman yang menghasilkannya dan larut dalam pelarut organik (Widiyanto dan Siarudin, 2013).

Penggunaan minyak atsiri beserta turunannya di seluruh dunia meningkat sekitar 8-10%, termasuk Indonesia, Thailnand, dan Haiti (Untung, 2009). Peningkatan ini terjadi akibat adanya masyarakat mulai menyadari akan pentingnya minyak atsiri untuk industri parfum, kosmetik, dan kesehatan. Pola pikir masyarakat yang mulai berubah dari penggunaan bahan-bahan senyawa sintetik ke bahan alami, sehingga meningkatnya permintaan minyak atsiri (Widiyanto dan Siarudin, 2013). Minyak atsiri dapat dihasilkan dari berbagai tanaman, diantaranya adalah Kayu putih, Ylang-ylang, dan Serai wangi.

Tanaman Kayu putih, Ylang-ylang, dan Serai Wangi merupakan tanaman penghasil minyak atsiri terbanyak di Indonesia. Minyak astsiri yang dihasilkan oleh tanaman tersebut mempunyai perbedaan manfaat atau kegunaan, rendemen, aroma, dan sifat-sifatnya antara satu sama lainnya. Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk mengetahui ruang lingkup minyak atsiri terhadap tanaman Kayu putih, Ylang-ylang, dan Serai wangi.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah bagaimana ruang lingkup tentang minyak atsiri Kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn), Ylang-ylang (Cananga odorata), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus)?

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan makalah ini adalah mengetahui dan memahami ruang lingkup tentang minyak atsiri Kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn), Ylang-ylang (Cananga odorata), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus).

II. ISI

2.1 Minyak Atsiri Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn)

Minyak atsiri kayu putih atau sering disebut dengan Cajuput oil. Cajuput oil memiliki kemiripan dengan eukaliptus-flavor atau minyak essensial yang banyak digunakan dalam pembuatan permen-permen ternyata juga dimanfaatkan sebagai salah satu komponen dalam pembuatan produk konfeksioneri (Halimah, 1997). Cajuput oil digunakan sebagai pembuatan produk konfeksioneri yang memberikan nilai tambah pada produk dengan kandungan senyawa-senyawa yang mampu menghangatkan tubuh. Cajuput oil memiliki kandungan senyawa-senyawa mikroba. Menurut Dharma (1985) bahwa minyak kayu putih/cajuput oil merupakan obat luar untuk sakit mulas, sakit kepala, sakit gigi, sakit telinga, kejang dan kaku pada kaki, berbagai jenis nyeri, luka bakar dan dapat digunakan sebagai obat dalam (internal).

Minyak atsiri kayu putih dapat diperoleh melalui proses penyulingan. Daun yang digunakan merupakan daun tanaman muda (tidak lebih dari 6 bulan) karena kandungan minyaknya lebih tinggi. Minyak ini bersifat mudah menguap dan mempunyai bau khas. Minyak ini sering dipalsukan melalui penambahan minyak tanah dan bensin (Nurramdhan, 2010).

Utomo dan Mujiburohman (2018) menyatakan bahwa minyak atsiri kayu putih menggunakan daun kering maupun basah semakin lama waktu penyulingan maka volume minyak yang diperoleh juga semakin banyak. Hal ini terjadi akibat adanya jumlah minyak yang terlarut dalam pelarut yang digunakan (air) pada dasarnya tergantung pada nilai kelarutan minyak atsiri kayu putih dalam air, yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan volume minyak meski lamanya waktu penyulingan ditambah. Daun kering dapat menghasilkan volume lebih besar daripada daun segar. Hal ini disebabkan kandungan air yang berada pada daun segar yang mampu menghalangi difusi minyak yang tergandung pada daun kayu putih ke pelarut (uap air) sehingga minyak yang terkandung tidak terambil secara maksimal. Sedangkan daun kering tidak banyak mengandung air sehingga setelah dipotong dan didestilasi minyak kayu putih dapat terambil secara maksimal.

Kualitas minyak atsiri kayu putih yang bagus ditandai dengan warna kuning muda dan beraroma khas minyak kayu putih. Kualitas minyak atsiri kayu putih ini juga dapat diperhatikan banyaknya hasil rendemennya. Menurut Utomo dan Mujiburohman (2018) menyatakan bahwa variabel daun segar menghasilkan rendemen minyak kayu putih yang sedikit (0,15-0,20%) dibandingkan dengan variabel daun kering (0,50-0,79%) yang diperoleh dengan operasi optimum pada suhu 1000C dengan waktu destilasi 5 jam.

Nurramdhan (2010) menyatakan bahwa warna minyak kayu putih adalah hijau bening, yang disebabkan adanya tembaga dari ketel-ketel penyulingan miinyak kayu putih dan senyawa organik yang kemungkinan adalah klorofil. Untuk memisahkan senyawa tembaga dapat menggunakan larutan asam tartarat pekat. Namun apabila warna hijau tersebut disebabkan oleh klorofil atau bahan organik, maka minyak dapat dipucatkan dengan menggunakan karbon aktif. Proses rektifikasi dapat mengeliminasi warna yang tidak dilakukan di daerah-daerah produksi.

Petani atau pedagang perantara membuat minyak atsiri kayu putih yang kadang-kadang dicampur dengan asam lemak atau dengan kerosen. Bau minyak kayu putih sedemikian kerasnya sehingga saat dilakukan penambahan kerosen atau asam lemak, minyak kayu putih tersebut tidak menunjukkan perubahan bau. Pengujian sederhana pedagang pribumi menggunakan cara mengocok minyak atsiri kayu putih didalam botol. Apabila membentuk busa dan gelombang-gelombang udara yang naik ke permukaan tidak segera hilang, hal ini menandakan bahwa adanya penambahan kerosen atau bensin kedalamnya (Nurramdhan, 2010).

Kandungan aroma yang berbentuk dari hijau daun (chlorophly) dimana unsur kandungan tersebut bersatu dengan glukosa yang menciptakan glukosida yang disalurkan ke seluruh tubuh tumbuhan. Tumbuhan akan menghasilkan zat penawar (enzim) yang menyerbu glukosida sehingga mengakibatkan terciptanya minyak atsiri.

2.2 Minyak Atsiri Ylang-ylang (Cananga odorata)

Tanaman Ylang-ylang adalah komoditas penghasil minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Penyebaran utama untuk ylang-ylang berada di dataran rendah yang lembab dan panas serta mengalami periode kering tertentu. Pengembangan tanaman ini dapat terjadi di tanah yang aerasinya baik dan solumnya dalam tanpa ada lapisan batu atau padas, karena tanaman memiliki perakaran yang dalam (Permana, 2009).

Penyimpanan bunga adalah perlakuan awal terhadap bahan yang mengandung minyak. Penyimpanan bunga dipengaruhi oleh beberapa faktor luar diantaranya kelembapan dan suhu penyimpanan untuk menjaga kesegaran produk. Tingkat kelembapan relatif yang direkomendasikan untuk penyimpanan adalah 90-98%. Kelembapan yang terlalul tinggi menyebabkan kondensasi dan sebagai akibatnya pada mahkota bunga akan terjadi kerusakan disebabkan oleh tumbuhnya cendawan (Kurniawan, 2000).

Penyulingan minyak atsiri ylang-ylang menggunakan cara penyulingan uap langsung. Hasil suling dipisahkan menjadi beberapa fraksi yang memiliki komponen kimia dan mutu yang berbeda. Fraksi yang ditampung berbeda-beda dalam komposisi kimia dan kualitasnya dimana frkasinasi yang paling sederhana adalah berdasarkan waktu. Fraksi hasil penyulingan minyak ylang-ylang dikenal dengan fraksi ekstra, fraksi pertama, dan kedua. Fraksi ekstra merupakan fraksi minyak atsiri dengan mutu paling baik yang memiliki kadar ester dan eter paling tinggi dan kadar sesquiterpen paling rendah, sedangkan fraksi berikutnya mempunyai kadar ester dan eter yang makin rendah dan sesquiterpen semakin tinggi (Permana, 2009).

Komponen utama minyak ylang-ylang adalah benzil asetat (33%), β-kariofilin (12%), linalool (5%) dan benzil alkohol  (1%). Linalool menyebabkan minyak ylang-ylang berbau jeruk segar (Rusil et al. 1987). Komponen penyusun minyak kenanga mempunyai kandungan yang hampir sama dengan komponen minyak ylang-ylang. Minyak kenanga banyak mengandung sesquiterpen, sesquiterpen alkohol, dan eternya sedikit, sehingga memiliki aroma yang lebih berat dan sebaliknya minyak ylang-ylang lebih banyak mengandung ester, sehingga aroma lebih tajam dan halus.

Rendemen minyak ylang-ylang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain cara penyulingan, lingkungan tempat tumbuh, waktu petik bunga, kematangan bunga dan penangangan bunga sebelum penyulingan (Nurdjannah, 2006).

2.3 Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopogon nardus)

Serai wangi merupakan tanaman penghasil minyak atsiri, yang tergolong sudah dikembangkan saat ini. Hasil penyulingan tanaman ini dikenal dengan nama citronella oil. Minyak yang dihasilkan dari Indonesia di pasaran dunia disebut dengan nama Java citronella oil (Fardaniyah, 2007).

Serai wangi mengandung citronella oil dan geraniol oil. Persentase kedua minyak atsiri ini tergantung dari tiap tipe. Tipe maha pengiri, merupakan tipe yang paling banyak mengandung citronella oil dibandingkan dengan Lena Batu (Fardaniyah, 2007).

Surahadikusumah (1989) menyatakan bahwa kandungan batang serai wangi adalah 0,4% minyak atsiri dengan komponen utama sitronelol 66-85%, daun serai mengandung 1% minyak atsiri dengan komponen utama sitronella dan genaril 25-35%. Minyak atsiri ini juga mempunyai kandungan geranil butirat, sitral, limonen, eugenol dan metileugenol. Minyak atsiri serai wangi ini dapat dimanfaatkan sebagai pengusir serangga, sebagai bahan campuran pada industri sabun dan parfum, pasta gigi, dan obat-obatan.

Minyak serai wangi dapat diperoleh dengan cara penyulingan. Proses penyulingan minyak serai wangi menggunakan cara penyulingan uap atau indrect distilation. Serai wangi yang sudah dipersiapkan akan dimasukkan kedalam ketel kemudian dialiri uap air dari keterl yang berbeda. Kemudian terjadi penguapan minyak serai wangi, tetapi uap yang dihasilkan masih bercampur dengan uap air. Campuran uap air tersebut dialirkan ke alat pendingin yang akan terjadi pengembunan dan akan dialirkan ke alat pemisah yang menghasilkan minyak atsiri serai wangi (Fardaniyah, 2007).

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan makalah minyak atsiri ini adalah :

  1. Minyak atsiri kayu putih diperoleh dengan cara penyulingan air dengan warna minyak kuning muda beraroma kayu putih terdiri dari komponen penyusun minyaknya yaitu cineol, terpineol, pinene, benzaldehyde, limonene, dan sesquiterpe.
  2. Minyak atsiri ylang-ylang diperoleh dengan cara penyulingan uap menghasilkan warna pucat atau kuning kecoklatan beraroma ylang-ylang yang terdiri dari komponen utama minyak yaitu benzil asetat, kariofilin, linalool, dan benzil alkohol.
  3. Minyak atsiri serai wangi diperoleh dengan cara penyulingan uap yang menghasilkan senyawa sitronella dan geraniol.

3.2 Saran

Saran pada makalah ini adalah makalah ini perlu dilanjutkan dengan melakukan penjelasan tentang struktur senyawa yang dimiliki masing-masing minyak atsiri tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Minyak Ylang-ylang. SNI 06-7244-2006. Jakarta.

Dharma, A. P. 1985. Tanaman Obat Tradional Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Fardaniyah, F. 2007. Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus [L] Rendle) terhadap Infestasi Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab]. IPB. Bogor.

Halimah. 1997. Pembuatan Cajuput Candy sebagai salah Satu Alternatif Produk Konfeksioneri Khas Indonesia. [Skripsi]. IPB. Bogor.

Ketaren, S. 1990. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.

Kurniawan, A. 2000. Pengemasan dalam Penyimpanan Konvensional untuk Meningkatkan Mutu dan Memperpanjang Kesegaran Bunga Gladiol Potong (Gladiolus hyridus) [Skripsi]. IPB. Bogor.

Nurdjannah, N. 2006. Minyak Ylang-ylang dalam Arometrapi dan Prospek Pengembangan di Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri. Solo.

Nurramdhan, I. F. 2010. Daya Hambat Minyak Kayu Putih dan Komponen Penyusun Flavor Cajuput Candy terhadap Akumulasi Biofilm Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus secara In Vitro. [Skripsi]. IPB. Bogor.

Permana, R. A. 2009. Rendemen dan Mutu Minyak Ylang-ylang Hasil dari Penyimpanan Bunga. IPB. Bogor.

Rusli et al. 1987. Indentifikasi Sifat Fisika-Kimia beberapa Macam Minyak Mentha, Cananga dan Litsea. Litri Vol. XII (3-4) : 7-8.

Surahadikusumah, E. 1989. Kimia TumbuhanI. Pusat Anatar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor.

Untung, O. 2009. Minyak Atsiri, Vol 07. PT Tubus Swadaya. Jakarta.

Utomo, D. B. G dan Mujiburihman, M. 2018. Pengaruh Kondisi Daun dan Waktu Penyulingan terhadap Rendemen Minyak Kayu Putih. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Widiyanto,A. dan Siarudin M. 2013. Karakteristik Daun dan Rendemen Minyak Atsiri Lima Jenis Tumbuhan Kayu Putih. Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Ciamis-Banjar.

15 Istilah Anak Kehutanan

materi

Kehutanan adalah ilmu yang mempelajari tentang latar belakang hutan. Dalam dunia penulisan anak kehutanan memerlukan istilah yang memadai. Istilah-istilah memadai ini mempunyai jumlah yang banyak. Dalam hal ini kita akan membahas 15 istilah dasar yang perlu dipahami oleh anak kehutanan.

  1. Frugivora merupakan hewan herbivora yang menyukai makanan buah-buahan. Contoh hewan frugivora adalah orangutan.
  2. Biopreservatif adalah bahan pengawet pangan alami yang berasal dari mikroba.
  3. Zat aditif adalah bahan makanan yang memperbaiki cita rasa tekstur dan pengawet.
  4. Mikotoksin adalah racun hasil dari proses metabolisme sekunder jamur yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis abnormal atau pathologis pada manusia dan hewan.
  5. Mikrodillusi kaldu adalah metode untuk menguji kerentanan mikroorganime terhadap antibiotik.
  6. Kapang adalah anggota regnum fungi yang biasanya tumbuh di permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak diolah.
  7. Kapsaisin adalah komponen aktif cabai yang menyebabkan iritasi kulit.
  8. Piperin adalah  alkaloid kepedasan lada hitam.
  9. El nino adalah cuaca yang terjadi dimana suhu air laut yang ada di samudra pasifik memanas di atas rata-rata suhu normal.
  10. Fenologi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh iklim atau lingkungan sekitar terhadap penampilan suatu organismee atau populasi.
  11. Ekuinoks adalah sumbu bumi tidak teriklinasi terhadap matahari dan pusat matahari berada dibidang yang sama dengan khatulistiwa bumi.
  12. Konvektif adalaah awan yang bergerak secara vertikal dalam atmofer.
  13. Presiptasi adalah setiap produk dihasilkan dari kondensasi uap air di atmosfer.
  14. Oleoresin adalah campuran senyawa minyak atsiri dan resin yang diperoleh dengan cara ekstraksi.
  15. Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya.

Itulah istilah yang diperlukan anak kehutanan dalam dunia penulisan versi panehutan. Semoga dengan ke-15 istilah ini mampu membantu dan meringankan kawan-kawan sekalian dalam menulis maupun membaca suatu karya ilimah dan sebagainya.

Thursday 25 June 2020

Peran Koloid Tanah dan Bahan Organik dalam Ketersediaan Hara

Materi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Notohadiprawiro (2006) Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi tubuh tanah menjadi habitat akar-akar aktif tanaman. Akar tanaman berfungsi sebagai menyerap air larutan mineral dan penjangkar tanaman. Kesuburan habitat akar bersifat hakiki dari bagian tubuh tanah yang bersangkutan atau diimbas oleh keadaan bagian lain tubuh tanah diciptakan oleh pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka lahan, iklim dan musim.

Koloid tanah merupakan suatu bahan aktif dari tanah yang tersusun mineral dan humus. Mineral dan humus menyerap kation bervalensi dua lebih kuat dari kation bervalensi satu. Salah satunya, Koloid tanah menyerap ion alumium (Al2+) yang akan dihidrolisis sehingga menyumbangkan ion H+ akibatnya tanah menjadi asam. Koloid tanah juga mampu menyerap garam-garam yang menyebabkan reaksi tanah asam dibantu dengan curah hujan yang tinggi (Budi dan Sari, 2015).

Bahan organik merupakan bahan yang mengandung unsur hara kompleks dan esensial. Bahan organik yang mengikat mampu mendorong berubahnya unsur dari tidak tersedia menjadi tersedia untuk memacu pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman. Akan tetapi saat revolusi kesuburan tanah di Indonesia sudah membahayakan dengan salah satu indikator kandungan bahan organik tanah rata-rata di bawah 2% (Budi dan Sari dan Sari, 2015).

Ketersediaan unsur hara yang seimbang di dalam tanah merupakan faktor utama dalam kesuksesan seluruh kehidupan tanaman (Budi dan Sari, 2015). Unsur hara di dalam tanah yang tersedia dan dalam kondisi seimbang serta mudah berubah menjadi anion dan kation dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktifitas tanaman optimal. Tanaman memanfaatkan bahan organik untuk mendapatkan energi dan akan mengoptimalkan pertumbuhan dan kualitas produksi.

Koloid tanah dan bahan organik mempunyai hubungan dalam ketersedian hara dalam suatu tanah dan lahan. Hubungan ini berupa peran koloid tanah dan bahan organik terhadap ketersediann hara. Oleh sebab itu makalah ini akan membahas tentang koloid tanah, bahan organik dan perannya dalam mengatur ketersediaan hara bagi tanaman.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah adalah bagaimana peran koloid tanah dan bahan organik terhadap ketersediaan hara tanah?

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan makalah adalah untuk mengetahui dan memahami peran-peran koloid tanah dan bahan organik terhadap ketersediaan hara tanah.

II. ISI

2.1 Mineral Liat dan Koloid Organik

Mineral liat merupakan bagian dari koloid tanah yang terdiri atas kelompok silikat dan bukan silikat. Kelompok liat silikat dapat pula dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan bertipe 1 : 1 dan golongan bertipe 2 : 1 (Budi dan Sari, 2015). Adapun sifat dari bertipe 1 : 1 (Kaolinit), sebagai berikut :

  1. Sumber muatan negatifnnya berasal dari ionisasi hidrogen dari gugus hidroksil pada pinggiran kristal yang patah.
  2. Tidak mempunyai permukaan dalam yang dapat mempertukarkan ion, berarti hanya pada permukaan luar.
  3. Kapasitas tukat kation relatif (10-20 me/100 g)
  4. Unit kristal diikat hidrogen
  5. Tidak mengembang bila basah dan tidak mencuit bila kering

Adapun sifat bertipe 2 : 1 (Montmorillanit)

  1. Sumber muatan negatif yang utama adalah dari subtitusi isomorfik (penggatian kation bervalensi tinggi oleh kation bervalensi rendah, dengan syarat radius atomnya relatif sama).
  2. Mempunyai permukaan dalam yang dapat mempertukaran ion.
  3. Kapasitas tukar kation relatif besar (40-100 me/100 g).
  4. Unit kristal diikat oleh oksingen melalui ikatan kristal lemah.
  5. Mengembangkan bila basah dan menciut bila kering.

Senyawa positif dapat terkait dengan muatan negatif mineral liat sehingga struktur tanah menjadi stabil. Ikatan tersebut membuat stabil senyawa organik, sehingga lebih tahan terhadap pelapukan. Akibatnya jumlah mineral liat mampu menentukan besar kecilnya nilai tukar kation. Dimana tanah dijumpai mineral liat tipe 2 : 1, seperti montmorilonit, vermikulit, illit dan lainnya, maka sebagian kalium dapat terfiksasi atau terikat masuk ke dalam kisi-kisi mineral tersebut. Sehinga tidak semua mineral liat dapat bersifat koloid, misalnya kristabolit (Budi dan Sari, 2015).

Koloid organik merupakan koloid tanah yang mempunyai nilai tukar kation 100 - 200 me/100 gram, liat 1 : 1 sebesar 10 - 20 me/100 gram dan liat 2 : 1 berkisar antara 40 - 80 me/100 gram. Koloid organik terutama asam humat merupakan komponen utama yang mengikat Cu. Kuatnya ikatan Cu dengan bahan organik masih dapat diusir oleh ion H.  Cu yang divalen sangat kuat berikatan dengan asam humat dan fulvat yang membentuk kompleks Cu-organik. Hubungan antara bentuk Cu yang tersedia bagi tanaman, Cu yang terfiksasi dan Cu terikat kuat oleh koloid organik (Budi dan Sari, 2015).

2.2 Pertukaran Kation dan Anion

Pertukaran kation merupakan pertukaran dengan muatan negatif dari koloid tanah dinetralkan oleh kation. Jumlah kation yang dapat ditukarkan dalam meliekuivalen dari tanah kering oven disebut sebagai Nilai Tukar Kation (NTK) dari suatu tanah. NTK dapat disebut juga dengan Kapasitas Tukar Kation (KTK). NTK suatu tanah dinyatakan dengan miliekuvalen (me) per 100 g tanah kering oven (me/100 g). KTK merupakan kation yang dinyatakan dalam me/100 g koloid. Koloid tanah mampu menyerap dan mempertukarkan sejumlah kation yang biasanya adalah Ca, Mg, K, Na, NH4, Al dan H. Pengaruh kuat atau lemahnya kation tersebut diserapkan tergantung pada velensinya (Budi dan Sari, 2015).

Penentuan NTK dilakukan dengan amonium karena kation yang diserap dapat digantikan oleh ion amonium (NH4) bila dijenuhi oleh 1,0 N NH4Ac. Jika tanah yang telah dijenuhi dengan NH4Ac diekstrak kembali dengan 1,0 N KCl, maka seluruh NH4 dapat digantikan oleh ion K. Jumlah NH4 yang tersaring ditetapkan melalui destilasi dan dinyatakan sebagai NTK dari tanah tersebut (Budi dan Sari, 2015).

Besar kecilnya NTK tanah ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral liat, jumlah bahan organik dan pH dari tanah. Jadi semakin tinggi kadar liat semakin tinggi NTK dan semakin tinggi kandungan bahan organik tanah. Dalam penetapan NTK total dan NTK efektif dimulai dari kejenuhan basa dan kejenuhan Al (Budi dan Sari, 2015).

Pertukaran anion merupakan pertukaran melalui pengamatan ion fosfat yang tidak tercuci dari tanah dan fakta ion fosfat dapat dikeluarkan melalui ekstraksi dengan bermacam-macam garam, asam dan larutan basa menjadi problem solving. Ion sulfat yang terserap pada liat 1 : 1 dan hidroksida dari Fe dan Al dapat diekstrak dengan larutan kalium fosfat dan kemudian diekstrak dengan air. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam tanah juga terjadi pertukaran anion (Budi dan Sari, 2015).

Pertukaran anion terjadi akibat adanya hasil penggantian ion CH dari hidroksida Fe dan Al dan akibat timbulnya muatan positif pada permukaan koloid sebagai hasil protonasi pada perubahan pH tanah. Anion yang dapat ditukarkan adalah F, HmoO4, HSiO2, H2BO2, HCO2 (Budi dan Sari, 2015).

2.3 Proses dan Pengelolaan Kemasaman Tanah

Tanah asam merupakan tanah yang sering terdapat atau sering ditemukan di wilayah beriklim tropika basah. Hal ini dapat terjadi kerena curah hujan yang tinggi yang mampu mencuci basa tanah. Tanah asam dipengaruhi oleh ketersediaan  garam  di dalam tanah atau air selalu berada dalam jumlah yang bervariasi, baik kadar maupun jenisnya (Budi dan Sari, 2015). Kadar garam dinyatakan dalam % mmhos/cm, atau ms/cm. Garam dalam tanah dan air bersumber dari :

  1. Pelapukan merupakan penghasil berbagai senyawa berupa klorida, nitrat, sulfat, karbonat, dan bikarbonat termasuk garam.
  2. Salinisasi adalah peristiwa yang terjadi di daerah kering dan panas yang merupakan gerakan garam dari profil  tanah bagian bawah ke bagian atas. Bagian atas terjadi penguapan  intensif, sehingga larutan garam bergerak secara kapalaritas ke atas, menguap dan meninggalkan endapan garam dipermukaan tanah. Salinisasi terjadi pada musim kemarau dan desalisasi terjadi pada musim hujan dimana proses salinasi terjadi pada tanah yang mempunyai tekstur halus sampai sangat halus.
  3. Pemupukan adalah tindakan untuk menyediakan hara bagi tanaman, biasanya berupa garam. Dosis pupuk yang tidak sesuai dengan tanaman akan menyebabkan kematian terhadap tanaman.
  4. Air laut adalah peristiwa yang terjadi pada musim kemarau air sungai menyusut dan daratan menjadi kering. Keadaan ini menyebabkan air laut mengalir ke daratan dan meresap ke dalam tanah (instrusi). Ketika air laut meresap ke dalam tanah akan mengandung garam yang dapat mempengaruhi pertumbuhan  tanaman.

Kemasaman tanah dibedakan menjadi dua, yaitu kemasaman aktif dan potensial. Kemasaman tanah aktif ditunjukkan oleh kepekatan ion hidrogen dalam larutan tanah. Sedangkan kemasaman potensial ditunjukkan ion hidrogen terserap pada komplek koloid dan bersifat selalu menyumbang ion tersebut ke dalam larutan tanah. Kemasaman potensial lebih berbahaya dari kemasaman aktif (Budi dan Sari, 2015).

2.4 Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan bahan yang berasal dari mahluk hidup mempunyai hubungan terhadap kesuburan tanah melalui banyaknya kandungan bahan organik. Jumlah bahan organik tanah dipengaruhi oleh pemberian atau penggunaan pupuk anorganik maupun organik. Penggunaan pupuk anorganik dalam jangka panjang mengakibatkan kadar bahan organik tanah semakin menurun. Sedangkan penggunaan pupuk organik yang sesuai dengan kebutuhan tanah menyebabkan peningkatan  kadar bahan  organik tanah (Budi dan Sari, 2015).

Intensifikasi pertanian melalui pendekatan pemupukan merupakan salah satu cara yang ditempuh petani untuk mengembangkan produktifitas tanaman. Pupuk merupakan komponen agroinput yang memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Para pentani tidak takut memberikan dosis pupuk yang berlebihan yang dianggap mampu memberikan produktifitas tanaman  yang semakin meningkat. Apabila tindakan petani dilakukan dengan jangka lama, maka kualitas  tanah terhadap bahan organik tanah akan menurun (Budi dan Sari, 2015).

Regulasi penggunaan anorganik dan organik, pupuk hayati dan pembenah tanah yang seimbang sudah sepatutnya dibuat pemerintah. Subsidi pupuk anorganik dan pupuk organik merupakan satu paket yang sudah saatnya diberikan langsung kepada petani melalui kelompok. Upaya ini merupakan bagian dari kedaulatan petani dan wujud nyata kberpihakan pemerintah.

2.5 Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah

Bahan organik mempunyai pengaruh terhadap kesuburan tanah melalui peran bahan organik (Tamam, 2016). Adapun peran-peran bahan organik, sebagai berikut :

  1. Pengaruh bahan organik dalam tanah mencakup gatra genesa dan kesuburan tanah.
  2. Bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh jangka pendek diperankan oleh bahan-bahan non-humus, sedangkan pengaruh jangka panjang diberikan oleh bahan humus.
  3. Menyediakan unur-unsur hara bagi tanaman terutama N, P, S dan unsur-unsur hara mikro.
  4. Pembentuk agragat dan struktur tanah yang baik, sehingga secara tak langsung akan memperbaiki kondisi fisik tanah, dan pada gilirannya akan mempermudah penetrasi, penyerapan air, perkembangan akar, serta meningkatkan ketahanan terhadap erosi.
  5. Meningkatkan daya sangga tanah, fotosintesis, keterlindian, dan biodegradasi pestisida di dalam tanah.
  6. Temperatur dan kelembapan tinggi memacu alih rupa mineral, dan pengaruh tersebut akan diperbesar oleh kehadiran substansi organik.
  7. Kandungan bahan organik tanah merupakan kriterium paling penting untuk mencirikan dan memapankan batas-batas suatu epipedon.

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan makalah ini adalah, sebagai berikut :

  1. Koloid tanah dan organik tanah mempunyai peran terhadap ketersediaan hara di dalam tanah melalui jumlah koloid dan organik tanah yang sesuai dengan tanah tersebut.
  2. Koloid tanah dan bahan organik mempunyai pertukaran kation dan pertukaran anion yang mampu memberikan pengaruh terhadap kesuburan tanah.
  3. Koloid tanah dan bahan organik tanah membentuk agragat dan struktur tanah yang baik, sehingga secara tak langsung akan memperbaiki kondisi fisik tanah, dan pada gilirannya akan mempermudah penetrasi, penyerapan air, perkembangan akar, meningkatkan ketahanan terhadap erosi, serta dapat mempertahankan ketersediaan hara.

3.2 Saran

Saran dalam makalah ini adalah dalam pengembangan makalah  ini ada baiknya membahas tentang struktur dan jenis koloid tanah dan bahan organik tanah dalam mengelola ketersediaan air.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, S. dan Sari, S. 2015. Ilmu dan Implementasi Kesuburan Tanah. UMM Pres. Malang.

Notohadiprawiro, dkk. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efesiensi Pemupukan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Tamam, Mh Badrut. 2016. Bahan Organik Tanah. https: //www. generasibiologi.com/2016/03/bahan-organik-tanah.html (diakses pada tanggal 04 Oktober 2019).