Sunday 31 May 2020

Kebun Teh Sidamanik Sebagai Daerah Ekowisata

kebun

Didaerah Provinsi Sumatera Utara memiliki tempat wisata yang unik-unik dan menarik. Selain tempat wisata pesona alam di Danau Toba juga ada tempat wisata lainnya yang tidak kalah dari Danau Toba yaitu, Kebun Teh Sidamanik.

Tempat wisata Kebun Teh Sidamanik berada di Kecamatan Sidamanik. Kecamatn Sidamanik merupakan daerah dataran tinggi yang sebagian besar tanahnya adalah perkebunan teh, sehingga kecamatan sidamanik ini merupakan pabrik teh yang berkualitas dan terbaik.

Kebun Teh Sidamanik adalah salah tempat wisata yang menunjukan pesona alamnya melalui tumbuhan-tumbuhan tehnya dan memiliki air terjun Bah Butong. Untuk menuju air terjun Bah Butong di Kebun Sidamanik dapat melalui jalur terdekat sesudah jalan masuk ke kebun Teh Bah Butong, berbelok kanan disamping tiga pertama dan sepanjang jalan ada papan penunjuk ke air terjun.

Sepanjang Desa Sarimatondang sampai perkebunan Tobasari kita akan dimanjakan oleh pemandangan kebun teh tersebut. Didaerah kebun teh ini tidak memakai pembayaran untuk masuk dan dibeberapa tempat ada pedagang makanan. Wisatawan dapat mengambil foto secara bebas di sekitar kebun teh tersebut. Untuk mengambil foto terbaik ada baiknya waktu jam 10 pagi.

Di kebun teh Sidamanik ini juga terdapat air terjun lainnya yaitu, air terjun Bah Biak. Air terjun ini bertempatan sekitar 3 Km dari areal perkebunan teh Sidamanik. Untuk menuju air tejun tersebut harus menuruni anak tangga yang masih dari material tanah liat. Air terjun ini memiliki air sejuk khas pengunungan dan airnya dingin.

Di Daerah kebun teh ini juga memiliki Bukit Indah Simarjarunjung. Bukit ini memiliki rumah pohon, ayunan, camping ground, hammock, flying fox dan berbagai macam latar berfoto tersedia lengkap. Di bukit ini semakin senja, akan semakin cantik pemandangannya dan cocok untuk mengambil foto yang bagus.

Tempat wisata kebun teh Sidamanik memiliki pengunjung atau wisatawan lokal bahkan wisata luar daerah untuk memanjakan mata terhadap pesona alam perkebunan teh dan air terjunnya.

Sekian artikel yang membahas tentang kebun teh Sidamanik sebagai daerah ekowisata ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

3 Situs Bahan Bacaan Kehutanan

situs

Menurut UU No 41 tentang kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Sehingga kehutanan diartikan sebagai ilmu yang memperlajari ruang lingkup hutan. Kehutnan ini mempunyai macam-macam ilmu atau sejenisnya, antara lain teknologi hasil hutan, manajemen hutan, silvikultur, dan lain sebagainya.

Ada beberapa orang atau mahasiswa yang malas mencari informasi atau bahan bacaan di perpustakaan. Hal ini disebabkan semakin berkembangnnya teknologi sekarang yang dapat mengakses informasi atau sejenis bahan bacaaan yang diperlukan oleh mahasiswa itu sendiri.

Oleh sebab itu kita perlu tahu situs-situs apa saja yang mengakses bahan bacaan tentang kehutanan ini. Salah satunya situs yang bermanfaat bagi mahasiswa kehutanan yaitu situs panehutan ini, ha ha ha...

Baik lah kita akan mempelajari 3 situs yang dapat dijadikan sumber bahan bacaan tentang kehutanan.

1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

Siapa yang tidak kenal dengan situs ini bagi warga negara Indonesia, khususnya mahasiswa kehutanan. Situs ini merupakan situs yang mempunyai informasi ruang lingkup kehutanan, salah satunya mempunyai info tentang kawasan hutan dengan vegetasi dan satwa tertentu.

Situs ini terdiri dari artikel, pengumuman, layanan publik, dan beberapa ebook yang cocok untuk bahan bacaan mahasiswa kehutanan.

2. WWF-Indonesia

WWF-Indonesia merupakan yayasan yang idependen yang sudah terdaftar sesuai dengan hukum Indonesia. Situs ini lebih dominan dalam membahawa konservasi hutan yang terdiri dari informasi tentang satwa dan vegetasi yang ada di hutan Indonesia. Situs ini cocok untuk mahasiswa yang mempunyai minat atau bidang pada manajemen hutan khususnya pada konservasi sumber daya hutan.

3. IPB Repository

IPB Repository merupakan situs yang menyediakan bahan bacaan berupa hasil skripsi atau karya tulis ilmiah yang dibuat oleh masyarakat Institut Pertanian Bogor itu sendiri. Situs ini cocok pada mahasiswa yang mempunyai bidang atau minat terhadap teknologi hasil hutan, karena situs ini lebih dominan mengarah pada hasil tulisan mahasiswa IPB tentang pengolahan hasil hutan tersebut.

Penutup

Sekian artikel yang membahas 3 Situs Bahan Bacaan Kehutanan, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

5 Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan Hutan Akibat Faktor Abiotik

pencegahan

Perlindungan dan pengamanan hutan merupakan suatu kegiatan yang memiliki bentuk dan tujuan untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan hutan, kawasan hutan, hasil hutan, inventasi dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Pada dasarnya ada beberapa yang mengalami keruskan hutan akibat faktor abiotik maupun biotik (sosial). Oleh sebab itu dibutuhkan tindakan pencegahan dan penanngulan terhadap kawasan hutan tertentu.

Pada kesempatan ini kita akan membahas pencegahan dan penanngulan kerusakan hutan akibat faktor abiotik. Dimana faktor ini tidak semuanya dapat dikendalikan.

Menurut Sila dan Nuraeni (2009) bahwa gejala kerusakan karena faktor ini dapat diindikasikan jika gejala yang nampak secara menyeluruh pada luasan dengan jenis pohon yang sama. Sedangkan bila gejala serangan patogen biasanya hanya ditemukan satu, dua atau sebagian saja yang menampakkan gejala.

Berdasarkan hal diatas, ada beberapa teknik atau cara pencegahan dan penanggulangan terhadap faktor abiotik penyebab kerusakan hutan, sebagai berikut.

1. Suhu dan Penyinaran Tinggi

Untuk mengendalikannya, kita memerlukan naungan pada persemaian berupa atap, sarlon atau pohon-pohon pelindung. Dan memberikan perlakuan tingkat semai mendapatkan sedikit sinar matahari penuh.

2. Curah Hujan

Faktor ini juga sama perlakuannya dengan faktor yang pertama yaitu memberikan perlindungan berupa sarlon karena dapat memecahkan butir-butir air hujan menjadi lebih kecil sehingga tidak membahayakan persemaian.

3. Angin

Faktor ini dapat dikendalikan dengan menanam jenis-jenis pohon dengan sistem campuran, menannam pohon dengan jarak yang rapat pada pinggir hutan yang berbatasan dengan tanah terbuka. Dan membentuk penjarangan atau pemangkasan di dalam hutan (bukan di pinggir), sehingga dapat menghasilkan pohon-pohon yang kekar.

4. Polusi Udara

Faktor yang diakibatkan oleh beberapa pabrik ini dapat dicengah dengan membersihkan uap pabrik gas-gas beracun atau paling sedikit menurunkan konsentrasinya sampai di bawah konsentrasi yang membahayakan, berupa saringan, melarutkan, memanaskan, dan menetralisir limbah berbahaya.

5. Api

Faktor ini dapat dicengah melalui upaya yang dilakukan pada fase sebelum kejadian berlangsung. Adapun beberapa tindakan yang diperlukan yaitu membuat peta kerawanan kebakaran, memantau gejala rawan kebakaran, penyiapan regu pemadam, membangun menara pengawas, membuat jalur sekat bakar, penyuluhan dan membentuk organisasi pemadam kebakaran hutan dan lahan.

Penutup

Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan Hutan Akibat Faktor Abiotik dapat dilakukan sesuai dengan jenis faktor abiotik yang terjadi pada suatu kawasan tertentu, seperti penjelasan sebelumnya.

Sekian artikel yang membahas tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan Hutan Akibat Faktor Abiotik, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Sila, M. dan Nuraeni, S. 2009. Buku Ajar Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Saturday 30 May 2020

Pemetaan Lokasi (Laporan IUTP) Menggunakan Software (Avenza Map, DNR Garmin, Garmin Base Camp dan ArcGis)

pemetaan

Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas beberapa laopran IUTP, diantaranya Pemetaan Wilayah Menggunakan Drone (Laporan Praktek IUTP) dan Perhitungan dan Penggunaan Proyeksi Peta (Laporan Praktek IUTP) .

Pada kesempatan ini, kita akan lanjut untuk mempelajari laporan IUTP yang membahas tentang 4 software yaitu Avenza Map, DNR Garmin, Garmin Base Camp, dan ArGis.

(Catatan : IUTP (Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan)

Latar Belakang

Ilmu ukur tanah merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan ilmu geodesi. Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu, Geodetic surveying dan plan surveying. Geodetic serveying adalah suatu pengukuran untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang melengkung/elipsoida/bola.

Sedangkan plan surveying adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia pada bidang yang dianggap datar (Muda, 2008).

Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan perhatian dalam ilmu ukur tanah. Proses penggambaran permukaan bumi secara fisiknya addalah erupa bola yang tidak beraturan bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk (Muda, 2008). Hal tersebut terbukti informasi tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak beraturan ini, oleh sebab itu dicari bentuk informasi sistematis yang dapat mendekati bentuk bumi.

Lokasi di pusat komputer Universitas Palangka Raya adalah lokasi praktek yang dapat dipetakan lokasinya menggunakan berbagai sofware yang dibutuhkan. Laporan ini akan membahas tentang pemetaan lokasi tersebut menggunakan 4 sofware yang telah ditentukan.

Tujuan Praktek

Tujuan praktek mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan adalah untuk memahami dan mengetahui cara pembuatan peta di lokasi Pusat Komputer Universitas Palangka Raya melalui software Avenza Map, Basecamp, DNR GPS, dan ArcGIS.

Penutup

Setelah kita sudah paham pada bagian atas tersebut, silahkan download laporannya dibawah ini.

Download full-text PDF

Sekian artikel yang membahas tentang pemetaan lokasi mengunakan software (Avenza Map, DNR Garmin, Garmin Base Camp dan ArcGis) (laporan IUTP), semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Ginanto, N. 2017. Proses Geotagging. https:// novikaginanto. wordpress.com /2013/03/20/proses-geotagging/ (diakses pada tanggal 08 Juli 2019).

Kurniawan, dkk,. 2017. Pemetaan Berbasis Android Menggunakan Avenza Map. https://rosegislabs.com/2017/06/08/pemetaan-berbasis-android-menggunakan-avenza-map/ (diakses pada tanggal 08 Juli 2019).

Muda, I. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Rifa'i, M.F. 2012. Pengertian Digitasi. https:// gisindonesiablog. wordpress. com/2012/10/25/digitasi/ (diakses pada tanggal 08 Juli 2019).

Septiana, E. 2018. Georeferencing Raster di ArcGIS. http://www.info-geospasial.com/2015/07/georeferencing-image- in- arcgis.html (diakses pada tanggal 08 Juli 2019).

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

4 Nilai Ekonomi SDH Di Hutan Mangrove (Makalah Ekonomi SDH)

nilai

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lngkungannya dan yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan.

Jika pengertian hutan ditinjau dari sudut pandang terdapat sekaligus tiga sumberdaya ekonomi (Wirakusuma, 2003), yaitu lahan, vegetasi bersama semua komponen hayatinya serta lingkungannya itu sendiri sebagai sumberdaya ekonomi yang pada akhir-akhir ini tidak dapat diabaikan.

Sedangkan kehutanan diartikan sebagai segala pengurusan yang berkaitan dengan hutan, mengandung sumberdaya ekenomi yang beragam dan sangat luas pula dari kegiatan-kegiatan yang bersifat biologis seperti rangkaian proses silvikultur sampai dengan berbagai kegiatan administrasi pengurusan hutan. Hal ini berarti kehutanan sendiri merupakan sumberdaya yang mampu menciptakan sederatan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.

Hasil hutan juga jelas merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang didalam areal kawasan hutan mampu menghasilkan hasil hutan kayu, non kayu dan hasil hutan yang tidak kentara (intangible) seperti perlindungan tanah, pelestarian sumberdaya air dan beragam hasil wisata.

Uraian tersebut diatas terungkap bahwa hutan, kehutanan dan hasil hutan sesungguhnya menjadi sumberdaya yang mempunyai potensi menciptakan barang, jasa serta aktifitas ekonomi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kajian ekonomi akan meliputi sumberdaya sendiri-sendiri atau secara majemuk sehingga disebut sumberdaya hutan.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana nilai ekonomi sumberdaya hayati dari hutan mangrove?

Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomi sumberdaya hayati dari hutan mangrove.

ISI

Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau, dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawahnya dari hulu.

Jenis-jenis Tumbuhan Hutan Mangrove sebagai Nilai Ekonomi SDH

Adapun jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove sebagai nilai ekonomi SDH adalah sebagai berikut :

1. Avicemia (Api-api )

Avicemia merupakan pohon mangrove pionir, jadi mudah sekali dikenal. Tumbuhannya selalu di tepi laut maupun di tepi sungai. Getah yang dikeluar dari kulit batangnya dilaporkan mempunyai khasiat sebagai pembangkit gairah, kontraseptif dan obat sakit gigi.

2. Arostichum aureum  (Paku laut)

Jenis ini merupakan tumbuhan paku-pakuan dan umumnya tumbuh di area hutan mangrove yang terbuka atau menerima cahaya matahari banyak. Rimpangnya yang telah ditumbuk dapat digunakan untuk menyembuhkan luka atau bengkak pada tubuh. Daun yang berspora, bila dicampur dengan air tumbuhan lain berkhaisat sebagai obat radang sifilis.

3. Acanthus (Jeruju)

Jenis ini yang bermanfaat sebagai obat adalah Ilicifolius dan Embracteatus. Ciri khasnya terletak pada daun yang meruncing tajam bagaikan duri. Buah Ilicifolius yang dihaluskan didalam air dapat dipakai untuk menhentikan pendarahan yang keluar dari luka dan juga mengobati luka karena gigitan ular.

4. Rhizophora (Bakau)

Jenis ini dapat diamanfaatkan sebagai obat dan bahan pangan. Daun, buah dan akar yang masih muda apabila direbus bersama dengan kulit muda Kandella candel dapat digunakan sebagai obat pencuci luka-luka yang mujarab dan dapat mengusir nyamuk agar tidak mendekati tubuh kita.

PENUTUP

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah hutan mangrove memiliki nilai ekonomi SDH sebagai bahan baku obat dan pangan melalui bunga, kulit, getah, buah, akar, dan kayu dari berbagai jenis tumbuhan di hutan mangrove tersebut.

Saran

Adapun saran dari makalah ini adalah bahwa makalah ini cocok sebagai bahan bacaan mahasisiwa fakultas pertanian.

Sekian artikel yang membahas tentang Nilai Ekonomi SDH Di Hutan Mangrove (Makalah Ekonomi SDH), semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Alam, Syamsu dkk. 2009. Ekonomi SDH. Lembaga Kebijakan dan Kawasan Kehutanan. Universitas Hasanudin

https://wearemangroove.weebly.com/blog/-jenis-jenis-tanaman-di-hutan mangrove (diakses pada tanggal 13 November 2018)

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Pengertian, Persamaan dan Perbedaan Kebijakan Lingkungan dan Kehutanan

pengertian

1. Pengertian Kebijakan Lingkungan dan Kebijakan Kehutanan

Kebijakan lingkungan adalah salah satu kebijakan yang sistem tindakan sengaja diambil atau tidak diambil untuk mengelola kegiatan manusia dalam mencegah, mengurangi efek yang merugikan pada sumber daya alam, dan memastikan bahwa buatan manusia tidak memiliki dampak negatif bagi lingkungan.

Kebijakan kehutanan adalah aturan atau sistem yang bertujuan untuk mengelola dan mengurus hutan di Indonesia yang meliputi segala kegiatan manajemen hutan yang berhubungan dengan perundang-undangan.

2. Persamaan Kebijakan Lingkungan dan Kebijakan Kehutanan

Berdasarkan visi dan misi pembangunan nasional tahun 2015-2019, kebijakan lingkungan dan kebijakan kehutanan memilki persamaan, sebagai berikut :

  1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya alam.
  2. Mewujudkan kulaitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
  3. Menjaga luasan dan fungsi lingkungan hutan untuk menopang kehidupam, menyediakan hutan untuk kegiatan sosial, ekonomi rakyat, dan menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna.
  4. Memelihara kualitas lingkungan hidup, menjaga hutan, dan merawat keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya.
3. Perbedaan Kebijakan Lingkungan dan Kebijakan Kehutanan

Berdasarkan arah kebijakannya, kebijakan lingkungan dan kebijakan kehutanan memiliki perbedaan yang tercantum pada tabel dibawah ini :

Kebijakan Lingkungan

  1. Mengembangkan pembangunan rendah karbon dan adaptasi perubahan iklim.
  2. Meningkatkan akurasi dan kecepatan analisis serta informasi peringatan dini (iklim dan bencana).
  3. Menerapkan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan dengan meningkatkan kesadaran dan kapasitas para pihak terhadap pola konsumsi dan produksi berkelanjutan.
  4. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
  5. Meningkatkan pengelolaan sampah yang terpadu.
Kebijakan Kehutanan

  1. Meningkatkan kapasitas pengelola hutan konservasi dalam melindungi, mengawetkan ekosistem hutan, sumber daya spesies, dan sumber daya genetik.
  2. Mengembangkan industri pengolahan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah sektor kehutanan.
  3. Meningkatkan produktivitas sumber daya hutan.
  4. Meningkatkan tata kelola kehutanan.
  5. Mempercepat kepastian status hukum kawasan hutan, meningkkatkan keterbukaan data dan informasi sumber daya hutan, dan meningkatkan kualitas tata kelola di tingkat tapak.
Penutup

Sekian artikel yang membahas tentang Pengertian, Persamaan dan Perbedaan Kebijakan Lingkungan dan Kehutanan, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Nurbaya, Siti. 2015. Rencana Strategis Tahun 2015-2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. KLHK. Jakarta

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Friday 29 May 2020

15 Kebijakan dan Perundang-Undangan Pengelolaan Hutan dari Awal sampai Akhir

kebijakan

Kawasan hutan di Indonesia memiliki hasil hutan berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Dari berbagai hasil tersebut perlu dilakukan strategi manajemen kawasan hutan. Strategi ini berdasarkan undang-undang atau kebijakan yang diperlukan dalam mengelola kawasan hutan.

Dari seluruh kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, pada kesempatan ini kita akan mempelajari beberapa kebijakan dan perundang-undangan pengelolaan, diantaranya.

1. UU No. 5 Tahun 1967 (Ketentuan Pokok Kehutanan)

Bahwa untuk menjamin kepentingan rakyat dan negara serta untuk menyelesaikan revolusi nasional diperlukan adanya Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang kehutanan yang bersifat nasional dan merupakan dasar bagi penyusunan peraturan perundangan dalam bidang hutan dan kehutanan.

2. SK Dirjen Kehutanan No. 35/Kpts/DD/I/1972 tanggal 13 Maret 1972 (Tentang silvikultur untuk mengelola hutan produksi TPI, THPB, THPA)

Bahwa untuk mengelola suatu kawasan hutan produksi perlu adanya teknik silvikultur yaitu TPI, THPB, THPB, THPA untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan tersebut.

3. SK Menhut No. 485/Kpts/II/1989 (Tentang silvikultur untuk mengelola hutan produksi TPTI)

Bahwa dalam pengelolaan hutan produksi hanya menggunakan TPTI dan mempunyai ketentuan-ketentuan TPTI yang merupakan sistem silvikultur dalam pengelolaan hutan produksi.

4. Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No. 564/Kpts/IV/BPHH/1989 (Tentang pedoman/Juknes/Juklak TPTI)

Bahwa dalam pengelolaan hutan menggunakan pedoman yang lengkap dalam TPTI yang secara teori sangat bagus tetapi dalam prakteknya susah diterapkan.

5. Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No. 151/Kpts/IV/BPHH/1993 (Edisi Revisi tentang pedoman/Juknes/Juklak TPTI)

Bahwa dalam pengelolaan hutan di Indonesia menetapkan kebijakan-kebijakan yang didasari oleh pedoman TPTI yang direvisi. Kebijakan ini lebih sederhana dan mudah dipraktekkan di lapangan.

6. Keputusan Menhut No. 435/Kpts-II/1997 (Tentang tebang tanam jalur)

Bahwa pengelolaan hutan di Inddonesia mengantikan kebijakan TPTI menjadi Tebang tanam jalur.

7. Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No. 65/Kpts/IV.BPH/1998 (Tentang TPTJ)

Bahwa kebijakan pengelolaan hutan menetapkan TPTJ sebagai sarana dalam pengelolaan hutan di Indonesia.

8. UU No. 41 Tahun 1999 (Tentang Kehutanan)

Bahwa kebijakan berisikan pengelolaan hutan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitas dan reklamasi hutan dan perlindungan hutan dan konservsi alam.

9. Keputusan Menhut No. 10172/Kpts-II/2002 (Tentang Pencabutan TPTJ)

Bahwa kebijakan yang ditetapkan mencabut tebang pilih tanam jalur karna kurang efektif dalam pengelolaan hutan di Indonesia.

10. Keputusan Dirjen BPK No. 77/VI/BPHA/2006 (Tentang TPTI dengan GHPH model)

Bahwa kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia menetapkan sistem TPTI dengan menggunakan model GHPH untuk meningkatkan pemanfaatan di kawasan hutan.

11. Pemenhut No P. 11/Menhut-II/2009 (Tentang Sistem silvikultur di hutan produksi, sistem TPTI, TPTJ, TR, THPB, THPA)

Bahwa kebijakan pengelolaan hutan menetapkan sistem silvikultur sebgai sistem pemanenan sesuai tempat tumbuh berdasarkan formasi terbentuknya hutan yaitu proses klimatis  dan edaphis dan tipe-tipe hutan yang terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari atau sistem teknik bercocok tanman hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemat, menanam, memelihara tanaman dan menanam.

12. Peraturan Direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan No P.9/VI/BPHA/2009 (Tentang Juknis Silvikultur)

Bahwa kebijakan pengelolaan hutan ditetapkannya pendoman silvikultur sebagai dasar pengelolaan hutan di Indonesia.

13. Permenhut RI No: P.60/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan

Bahwa kebijakan pengelolaan hutan menetapkan untuk melaksanakan ketentuan pasal 50 ayat 5 peraturan No 76 tahun 2008 tentang rehabilitas dan reklamasi hutan, maka perlu menetapkan peraturan menteri kehutanan RI tentang pedoman penilaian keberhasilan reklamasi hutan.

14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang perubahan atas Peraturan Meteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.12/MENLHK-II/2015 Tentang pembangunan hutan tanaman industri.

Bahwa berdasarkan Peraturan Meteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.12/MENLHK-II/2015 telah ditetapkan ketentuan tentang pembangunan Hutan Tanaman Industri.

15. Peraturan Direktur Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari No P. 12/PHPL/SET/KUM.1/12/2018

Bahwa kebijakan pengelolaan hutan menetapkan sitem pengelolaan hutan produksi yang lestari.

Penutup

Sekian artikel yang membahas tentang 15 Kebijakan dan Perundang-Undangan Pengelolaan Hutan dari Awal sampai Akhir, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber:

Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia. 2019. Perundang-undangan Pengelolaan Hutan Indonesia. http://arsip.rimbawan.com/peraturan-menteri-kehutanan (Diakses pada tanggal 20 Mei 2019).

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

3 Bagian Dimensi Serat Kayu

Serat kayu terdapat pada jenis kayu daun lebar disebut dengan sel serabut, sedangkan yang terdapat pada jenis kayu daun jarum disebut dengan sel trakeid. Pada umumnya dalam pembuatn pulp kertas hanya membutuhkan kadar serat kayu tidak kurang dari 45% (Kasmudjo, 2010).

bagian

Dimana akan hal itu prinsip bahan dasar untuk pembuatan kertas adalah selulosa yang merupakan salah satu jenis karbohidrat penyusun serat yang bersama-sama dengan hemiselulosa, lignin, ekstraktif, abu dan lain sebagainya (Kasmudjo, 2010).

Pulp kertas memilki kualitas yang baik dapat diketahui melalui komponen kimia dan dimensi serat pada kayu itu sediri. Dimana pada dasarnya komponen kimia yang diperlukan ialah selulosa tersebut.

Menurut Kasmudjo (2010) mengatakan bahwa selulosa dalam pembuatan pulp dikenal dengan proses pulping dan bleaching. Dimana pada umumnya tidaklah mungkin memisahkan selulosa dari senyawa lainnya tersebut tanpa mengalami kerusakan jaringannya.

Untuk pengadaan bahan baku pembuatan pulp kerta diperlukan teknik silvikultur yang memadai dengan memperhatikan nilai kayunya, riap, daur hidup, dan hama penyakit.

Ketika kita sudah paham tentang komponen kimia dan sistem pengadaan bahan baku terhadap pembuatan pulp kertas itu, kita akan mempelajari tentang dimensi serat.

Dimensi serat ini adalah suatu ukuran-ukuran serat baik serabut maupun trakeid, yang terdiri dari 3 bagian yaitu,

1. Panjang Serat

Bagian dimensi serat ini memberikan kekuatan jebol, lipat, dan tarik yang tinggi. Dimana itu berhubungan erat dengan kekuatan kertas yang dihasilkan dapat mempengaruhi kemudahan-kemudahan daam pencucian dan penyaringan pulp (Kasmudjo, 2010).

Pada kayu daun lebar memiliki panjang serat 0,8-1,5 mm, sedangkan kayu daun jarum memilki panjang serat 2,5-7,0 mm.

2. Diameter Serat

Bagian dimensi ini berhubungan dengan kemudahan dalam pemasakan pup, sehingga mampu mempengaruhi pencucian pulp, penyaringan, refining/beating, pembentukan lembaran dalam wire part, kekuatan ikatan antar serat dan tingkat kekakuannya (Kasmudjo, 2010). Diameter serat umumnya berkiran antara 8,0-60,0 mikron.

3. Tebal Dinding Sel Serat

Bagian dimensi ini merupakan setengah diameter serat dikurangi diameter lumen (diameter bagian dalam dari serat). Tebal dinding sel serat berkisaran antara 2,0-10,0 mikron. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa jenis kayu daun jarum memiliki tebal dinding sel serat lebih tebal dibandingkan dengan jenis kayu daun lebar.

Bagian dimensi ini mempengaruhi beberapa hal, yaitu rendemen pulp kertas, bentuk lembaran kertas, kekuatan sobekan, keadaan permukaan kertas, dan kekutan jebol, tarik dan lipat kertas.

Penutup

Dimensi serat kayu dalam pembuatan pulp kertas terdiri dari panjang serat, diameter serat, dan tebal dinding serat.

Sekian artkel yang membahas tentang 3 Bagian Dimensi Serat Kayu, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

6 Cara Penumpukan Sortimen Kayu

Sebelum membentuk suatu produk kayu, seperti furniture, lemari, dan lain sebagainya. Kayu itu harus diolah menjadi beberapa sortimen (ukuran gergajian). Sortimen ini awalnya berasal dari kayu bulat.

cara

Menurut Kasmudjo (2010) mengatakan bahwa untuk mendapatkan sortimen persegi, log harus melalui tahapan penggergajian kayu sedang untuk mendapatkan kayu kering udara harus dilakukan pengeringan kayu.

Pengeringan kayu ini merupakan kegiatan atau tahapan untuk mengeluarkan air yang terdapat pada kayu, sehingga kayu memiliki kada air tertentu sesuai pemanfaatannya yang dapat dilakukan dengan alami (air seasoning) dan buatan atau dalam tanur pengering (dry klin).

Dalam ukuran kayu yang efektif, harus memperhatikan modal usaha, kapasitas, macam produk final kayu, dan kualitas yang diinginkan dapat digunakan dalam menentukan pilihan tersebut.

Berdasarkan pengertian pengeringan kayu ini mempunyai hubungan dengan ukuran kayu dalam pembuatan suatu produk kayu di Indonesia yaitu bahwa kadar air yang siap pakai pada kondisi kering udara berkisar antara 10-18%.

Oleh sebab itu, perlunya cara penumpukan sortimen kayu yang dikeringkan berhubungan dengan kapasitas ruang (tempat pengeringan). Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan ruang yang optimal berarti efesien dan efektif sehingga produktifitas pengeringan tinggi.

Adapun 6 cara penumpukan sortimen kayu, sebagai berikut.

1. Flat piling (mendatar)

Cara ini, berupa susunan mendatar dan antar sortimen dilengkapi dengan stick yang tebalnya minimal sama dengan tebal sortimen yang dikeringkan. Cara ini digunakan pada pengeringan alami maupun tanur.

Cara ini, sangat cocok digunakan untuk sortimen dalam bentuk papan-papan atau sortimen-sortimen yang lebih kecil lainnya seperti usuk (Kasmudjo, 2010).

2. End piling (miring bersandar)

Cara yang dilengkapi dengan sandaran berupa dinding tegak yang kemudian disandarkan miring pada sandaran itu sendiri dengan bantuan sticker (ganjel) antar sortimen. Cara ini digunakan pada pengeringan sortimen papan dan sortimen lainnya yang tebalnya berukuran tipis seperti usuk.

3. End racking (bersandar miring berpadu)

Cara yang dilengkapi dengan sandaran tegak ditengah-tengah, dimana dari arah kanan dan kiri sandaran tersebut diletakkan sortimen berselang-seling antara sortimen satu dengan lainnya yang berfungsi sebagai sticker antara sortimen yang dikeringkan. Cara ini digunakan pada pengeringan sortimen papan dan usuk (Kasmudjo, 2010).

4. Crib piling (berseling ujung berpadu mendatar)

Cara yang dilakukan dilantai satu sama lain dari sortimen ditumpuk mendatar dan kedua ujungnya berpadu dengan ujung sortimen lainnya. Dimana pada setiap 3 sortimen membentuk paduan segitiga yang tiap sortimen sekaligus berfungsi sebagai sticker terhadap sortimen lainnya. Cara ini digunakan pada sortimen tebal dan besar seperti balok-balok beladar untuk tiang, penyangga atas tembok, kosen-kosen, dan lain sebagainya (Kasmudjo, 2010).

5. Zig zag (mendatar berseling)

Cara yang sistemnya mendatar di atas lantai yang dilengkapi pondasi seperlunya, dimana satu ujungnya secara bergantian diberi sticker sortimen itu sendiri yang arahnya tegak lurus dengan panjang sortimen yang dikeringkan. Cara ini digunakan pada sortimen tebal/besar (Kasmudjo, 2010).

6. Square piling (persegi mendatar)

Cara yang sistemnya arah mendatar dan berjarak antar dengan sortimennya, dimana letak sortimen yang berurutan kearah atas disusun saling melintang (tegak lurus arah datarnya). Cara ini digunakan pada sortimen tebal/besar.

Catatan : Bahwa ke-6 cara penumpukan pada pengeringan dalam tanur (kiln) lazimnya digunakan flat piling, tetapi dengan pengeringan alami dapat digunakan semua cara penumpukan (Kasmudjo, 2010).

Penutup

Cara penumpukan sortimen kayu adalah flat piling, end piing, end racking, crib piling, zig zag, dan square piling.

Sekian artikel yang membahas tentang 6. Cara Penumpukan Sortimen Kayu, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Thursday 28 May 2020

3 Jenis Bahan Pengawet Kayu Berdasarkan Bahan Pelarut

Pada artikel sebelumnya yang mengulas tentang 3 perusak kayu oleh mahluk hidup , menceritakan bahwa untuk mengatasi perusak kayu dapat dilakukan dengan bahan racun (bahan pengawet). Pada kesempatan ini, kita akan membahas tuntas bahan pengawet melalui jenisnya berdasarkan bahan pelarutnya.

jenis

Sebelum itu, apa sih pengertian bahan pengawet itu? Menurut Dumanauw (1990) menyatakan bahwa bahan pengawet itu adalah bahan-bahan kimia yang telah ditemukan oleh beberapa ahli/peneliti dan sangat meracun terhadap mahluk perusak kayu. Bahan pengawet ini disusun oleh unsur-unsur, antara lain arsen (As), tembaga (Cu), seng (Zn), fluor (F), chroom (Cr) dan lain sebagainya.

Dalam pembuatan bahan pengawet kayu diperlukan berbagai syarat, diantaranya (Dumanauw, 1990) :

  1. Mempunyai sifat racun terhadap mahluk hidup perusak kayu.
  2. Mempunyai kemampuan untuk mudah masuk dan tetap tinggal di dalam kayu.
  3. Bersifat permanen tidak mudah luntur atau menguap.
  4. Bersifat toleran terhadap bahan-bahan lainnya, seperti cat/finishing, perekat, logam, dan lain sebagainya.
  5. Tidak mempengaruhi kembang susut kayu.
  6. Tidak merusak sifat-sifat kayu
  7. Tidak mudah terbakar maupun mempertinggi bahaya kebakaran.
  8. Tidak berbahaya pada mahluk hidup lainnya (manusia dan hewan peliharaan).
Ketika kita sudah tahu syarat apa saja yang diperlukan pada bahan pengawet itu, selanjutnya kita akan memahami jenis bahan pengawet kayu berdasarkan bahan pelarutnya.

1. Larut Air

Pelarut yang menggunakan air normal (biasa) sebagai dasar bahan pengenceran yang sifatnya tidak mengotori kayu. Pelarut ini mempunyai sifat-sifat, diantaranya penetrasi dan retensi bahan pengawet cukup tinggi masuk dalam kayu dan penggunaannya mudah serta dapat diawetkan dalam jumlah besar (Dumanauw, 1990).

Pada umumnya untuk bahan pengawet ini digunakan untuk jenis kayu yang dimanfaatkan sebagai perabot rumah tangga.

2. Larut Minyak

Pelarut ini membutuhkan minyak sebagai bahan pengencernya yang bersifat daya cegah terhadap mahluk perusak kayu cukup baik. Adapun sifat lain dari pelarut ini adalah menolak air, daya pelunturannya rendah, memiliki bau tidak enak, merangsang kulit (alergis), dan warnanya gelap (Dumanauw, 1990).

3. Bahan Pengawet berupa Minyak

Pada umumnya sih bahan pengawet ini jarang dibahas, karena memilki sifat yang sama dengan bahan pengawet larut minyak. Sehingga bahan pengawet ini dapat diencerkan dengan pelarut macam-macam minyak. Dimana penggunaan bahan pengawet ini dianjurkan dijauhkan dari hubungan dengan manusia.

Penutup

Jenis bahan pengawet kayu berdasarkan bahan pelarut adalah larut air, larut minyak, dan bahan pengawet berupa minyak. Berdasarkan 3 jenis itu, yang mempunyai keamanan yang tinggi terhadap manusia yaitu bahan pengawet larut air.

Sekian artikel yang membahas 3 Jenis Bahan Pengawet Kayu Berdasarkan Bahan Pelarut, semoga bermafaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

3 Perusak Kayu oleh Mahluk Hidup

Kayu merupakan bagian dari pohon yang memiliki nilai awet dan kuat. Keawetan dan kekuatan kayu dipengaruhi oleh baik itu faktor biotik maupun abiotik. Dimana keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya, sedangkan kekuatan kayu ini berhubungan dengan seberapa kuat sih kayu itu menahan beban itu sendiri.

perusak

Pada kesempatan ini, kita akan mempelajari keawetan kayu, dimana pada hal ini ada 3 perusak kayu oleh mahluk hidup yang menurunkan nilai awet suatu kayu itu. Untuk melihat awetnya kayu dapat dilihat pada bagian kayu teras. Sebelum hal itu, kita perlu tahu bahwa kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai lama. Menurut Dumanauw (1990) menyatakan bahwa kayu mempunyai umur pakai yang lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu.

Akan tetapi nilai ketahan kayu terhadap perusak kayu berbeda-beda, tergantung pada habitat dan jenisnya. Misalnya jenis kayu mahoni tidak akan sama dengan dengan jenis kayu meranti. Menurut Dumanauw (1990) mengatakan bahwa hal yang membedakan itu adalah perbedaan ekologi tumbuh pohon tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, kita perlu mempelajari seperti apa sih perusak kayu oleh mahluk maupun non-mahluk hidup itu sendiri. Baik, untuk kesempatan ini kita akan mengulas tentang perusak kayu yang disebabkan mahluk hidup..

Menurut Dumanauw (1990) menyatakan bahwa jenis perusak kayu oleh mahluk hidup ini dapat dengan langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga yang melapukkan kayu, mengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya merusak kayu dengan mengubah warna menjadi kebiru-biruan kotor.

1. Jenis Jamur (Cendawan atau fungi)

Perusak kayu ini merupakan jenis mahluk hidup (tumbuhan) yang memilki satu sel yang berkembang biak dengan spora dengan sifat sebagai parasif terhadap mahluk hidup lain. Pada dasarnya perusak kayu ini hidup didaerah lembab, sehingga dikenal dengan jenis perusak kayu basah.

Perusak kayu ini, juga dikenal sebagai perusak yang mengakibatkan pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga kayu yang hanya berubah warnanya menjadi kotor, misalnya jamur biru (blue stain) (Dumanauw, 1990).

2. Jenis Serangga

Perusak kayu ini merupakan mahluk hidup yang habitatnya berada di daerah tropik yang memilki kemampuan untuk makan dan tinggal didalam kayu. Menurut Damanuw (1990) menyatakan bahwa macam-macam serangga perusak kayu, antara lain rayap tanah, rayap kayu kering dan serangga bubuk kayu.

3. Jenis Binatang Laut

Pada dasarnya, saya tidak tahu bahwa jenis ini dapat merusak suatu nilai awet kayu. Tapi ketika saya baca beberapa buku, saya mengetahui satu hal yaitu bahwa jenis ini dapat merusak kayu melalui kayu yang dipasang di air asin dapat menimbulkan kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat lain. Perusak ini mempunyai kemampuan untuk mengubah susunan kimia kayu.

Dari ke-3 jenis perusak kayu oleh mahluk hidup itu tidak dapat menyerang beberapa jenis kayu yang mempunyai nilai awet kayu yang cukup tinggi. Tinggi rendahnya nilai awet kayu dipengaruhi oleh kandungan zat ekstraktif kayu itu sendiri.

Pada jenis kayu yang berbeda-beda mempunyai kandungan zat ekstratif yang berbeda-beda pula. Sehingga nilai awet kayu yang rendah dapat dengan mudah diserang oleh ke-3 jenis perusak kayu itu. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan atau memasukkan bahan racun pada bagian kayu tersebut.

Penutup

Perusak kayu oleh mahluk hidup dibagi menjadi 3 jenis yaitu jamur, serangga dan binatang laut yang dapat dengan mudah menyerang kayu yang memiliki nilai keawetan yang rendah.

Sekian artikel yang membahas tentang 3 Perusak Kayu oleh Mahluk Hidup, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

5 Tipe Penggergajian Kayu Berdasarkan Fungsinya

Hasil hutan dibagi menjadi dua jenis, yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan kayu ini menghasilkan produk-produk dari berbagai jenis pohon. Sedankan hasil hutan bukan kayu menghasilkan produk non kayu, berupa rotan, bambu, madu, obat-obatan dan sebagainya.

tipe

Pada kesempatan ini, kita akan mempelajari pada jenis hasil hutan kayu. Dimana pohon dapat diubah menjadi kayu bulat maupun produk-produk kayu (misalnya furniture). Sehingga membutuhkan kegiatan atau teknik penggergajian kayu.

Menurut Kasmudjo (2010) mengartikan penggergajian kayu adalah suatu tahapan mengubah kayu bulat (log dan gelondongan) menjadi kayu persegi melalui cara-cara tertentu sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Di waktu tahap penggergajian kayu biasanya dilakukan dengan mesin-mesin modern, sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Dan pada saat sekarang produksinya sudah beragam dan kualitas produk yang tinggi.

Oleh sebab itu, usaha atau industri penggergajian kayu merupakan upaya pengolahan awal kayu dan hanya menghasilkan produk setengah jadi berupa kayu persegi (gergajian) masih perlu didayagunakan ke arah industri penggergajian kayu terpadu untuk menghasilkan aneka produk barang jadi (Kasmudjo, 2010).

Berdasarkan penjelasan diatas, kita perlu tahu apa saja tipe-tipe dalam penggergajian kayu ini. Ada 2 jenis penggergajian kayu yaitu berdasarkan bentuknya dan fungsinya. Di artikel ini kita hanya mempelajari tipe penggergajian kayu berdasarkan fungsinya.

1. Gergaji Utama (Band Headring)

Tipe ini berfungsi sebagai pembelah log pertama kali, sehingga kemudian diperoleh belahan kayu sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Menurut Kasmudjo (2010) mengatakan bahwa gergaji utama adalah salah satu gergaji yang paling besar dan umumnya berupa gergaji rentang berganda (sash gang saw), gergaji pita (band saw), gergaji rentang (sash saw), atau kadang-kadang gergaji bulat (circular saw).

2. Gergaji Ulang (Resaw)

Tipe penggergajian kayu ini digunakan untuk mengurangi ukuran tebal dan lebar belahan kayu gergajian yang besar. Tipe ini juga dapat digunakan untuk membelah irisan kayu hasil dari head saw atau sebetan besar untuk dibuat persegi (Kasmudjo, 2010).

3. Gergaji Pinggir (Edger)

Tipe ini berfungsi untuk membuang bagian pinggir belahan kayu dari hasil irisan log yang ke luar dari gergaji utama hasil dari gergaji ulang. Dimana pinggir-pinggir kayu masih miring atau sebetan oleh gergaji ini akan dibelah, hingga berbentuk persegi (Kasmudjo, 2010).

4. Gergaji Potong (Trimmer)

Tipe ini berfungsi untuk memotong ukuran panjang kayu gergajian melalui teknik potongan tegak lurus serat kayu. Sehingga kayu mempunyai bentuk segi empat dan saling sejajar sisinya serta panjangnya sesuai dengan keinginan. Tipe ini biasanya berupa gergaji bundar (circular saw).

5. Gergaji Perajang (Slasher)

Tipe ini berfungsi untuk merajang sebetan kecil, sisa ujung atau sisa-sisa kayu lainnya hingga kemudian diperoleh ukuran kayu persegi sisa yang kecil. Tipe kadang-kadang jarang ditemukan di beberapa industri penggergajian kayu.

Penutup

Tipe penggergajian kayu berdasarkan fungsi adalah gergaji utama, gergaji ulang, gergaji pinggir, gergaji potong, dan gergaji perajang.

Sekian artikel yang membahas tentang 5 Tipe Penggergajian Kayu Berdasarkan Fungsinya, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Wednesday 27 May 2020

3 Kerusakan Kayu Selama Proses Pengeringan

Menurut Dumanauw (1990) menyatakan bahwa pengeringan kayu diartikan sebagai proses yang bertujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat di daam kayu. Dimana kadar air mempunyai pengaruh besar dalam proses pengeringan kayu ini.

kerusakan

Pengeringan kayu dapat diperoleh beberapa keuntungan, salah satunya mencegah serangan jamur dan bubuk kayu yang disebabkan oleh jasad renik perusak kayu yang tidak dapat hidup di bawah persentase kadar air kurang lebih 20%.

Pengeringan kayu ini dapat juga faktor yang mempengaruhi tahapan selanjutnya, seperti pengawetan dan lain sebagainya. Untuk jalannya tahapan selanjutnya membutuhkan kegiatan pengeringan yang efektif dan efesien dengan membutuhkan beberapa data, antara lain jenis kayu, sortimen (ukuran), kubikasi, kadar air kayu akhir yang diperlukan, waktu pengeringan yang digunakan, suhu, kelembapan, dan cacat-cacat yang ada pada kayu itu sendiri.

Ketika tahapan pengeringan selesai, ada kemungkinan memperoleh hasil yang baik maupun yang tidak baik. Dimana yang tidak baik ini memiliki beberapa kerusakan yang dialami, yaitu :

1. Kerusakan Akibat Penyusutan Kayu

Kerusakan ini diakibatkan karena kurang hati-hati dalam pelaksanaannya (Dumanauw, 1990). Kerusakan ini bermula dari jenis kayu yang sudah retak sebelumnya dan ketika dilakukannya pengeringan kemungkinan bisa melebarkan retak kayu yang sebelumnya.

Adapun beberapa dampak fisik yang diperlihatkan pada kerusakan ini, antara lain pecahnya ujung, pecah permukaan, menggelinjang, perubahan bentuk penampang kayu (diamonding), dan casehardening.

Menurut Dumanauw (1990) menyatakan bahwa kerusakan ini sukar dihindari tetapi dapat dikurangi dengan cara penumpukan yang baik dan meletakkan beban pemberat pada bagian atas tumpukan serta tidak memberikan suhu yang tinggi selama proses pengeringan.

2. Kerusakan Akibat Serangan Jamur Pembusuk

Kerusakan ini terjadi di bagian kayu gubal pada permulaan pengeringan, dimana jamur itu sudah melekat sebelum kayu dikeringkan. Kerusakan ini dapat dikendalikan melalui cara mempercepat proses pengeringan dengan suhu lebih tinggi. Dampak fisik yang dapat dilihat pada kerusakan ini adalah berubahnya warna kayu itu sendiri.

3. Kerusakan Akibat Bahan Kimia di dalam Kayu

Kerusakan ini terjadi ketika suhu waktu proses pengeringan terlalu tinggi dapat menyebabkan kandungan zat ekstraktif mengadakan reaksi terhadap panas yang ditimbulkan yang dapat mengubah warna kayu menjadi gelap (Dumanauw, 1999).

Penutup

Kerusakan-kerusakan yang terjadi selama proses pengeringan terdiri dari akibat penyusutan kayu, serangan jamur pembusuk, dan bahan kimia di dalam kayu (zat ekstraktif).

Sekian artikel yang membahas tentang 3 Kerusakan Kayu Selama Proses Pengeringan, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

5 Cara Memilih Lokasi Penggergajian Kayu

Dalam penggergajian kayu yang bertujuan untuk mendapatkan produk beraneka ragam dan kualitas yang bagus, maka suatu industri penggergajian harus memenuhi hal-hal ini, sebagai berikut (Kasmudjo, 2010) :

  1. Jenis dan persediaan (potensi) bahan baku kayu.
  2. Ukuran dan kualitas bahan baku yang diinginkan.
  3. Digergaji dengan aturan yang benar.
  4. Menggunakan tenaga kerja dan fasilitas berupa mesi-mesin yang memadai.
  5. Usaha dikelola dengan serius dan memperhatikan keadaan pasar.
Sehingga beberpa industri penggergajian kayu dalam melakukan tahapan penggergajian kayu ini bertujuan untuk,

  1. Meningkatkan nilai kayu
  2. Mengurangi ongkos angkutan
  3. Menambah lapangan kerja
  4. Menyediakan pemanfaatan kayu
  5. Menyediakan kayu kepada konsumen dengan sistem cepat dan memenuhi selera masing-masing.
Ketika kita mengetahui hal yang harus dipenuhi dan tujuan penggergajian kayu ini terhadap industri di bidang ini. Kita juga perlu tahu pemilihan lokasi yang akan dilaksanakan tahapan ini. Karena industri penggergajian kayu memperhitungkan untung ruginya.

cara

Berdasarkan hal itu, ada 5 cara pemilihan lokasi penggergajian kayu ini, sebagai berikut :

1. Sumber Bahan Baku

Cara ini bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai potensi bahan baku kayu bulat terhadap kelangsungan hidup jangka panjang industri. Dimana akan hal itu, perlu diperhatikan antara lain (1) jenis dan jumlah yang tersedia (potensi bahan baku), (2) tebaran asalnya (letak), dan (3) ukuran dan kualitas (Kasmudjo, 2010).

2. Sumber Tenaga

Industri pengergajian membutuhkan atau memerlukan dukungan dari tenaga kerja yang memadai terdiri dari kemampuan dan jumlahnya yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas yang diiginkan.

3. Konsumen atau Pasar

Cara ini memperhatikan cukup banyak meng-kosum (memakai, menggunakan produk kayu gergajian itu sendiri). Dimana pada prinsip awal industri itu ialah produknya harus terjual dan menguntungkan.

4. Transportasi

Cara ini terdiri dari tersediannya alat angkutan, jalan/jalur angkutan yang memadai, kemudahan pengurusan syarat pengeriman, dan biaya angkutan yang wajar. Pada umumnya alat angkutan yang banyak belum tentu menjamin kelancaran transportasi apabila keadaan jalannya jelek dan tidak memenuhi syarat (Kasmudjo, 2010).

5. Permodalan dan Pajak-pajak

Cara ini terdiri dari pajak tanah, pajak banguanan, pajak usaha, pajak penjualan, pajak angkutan, asuransi, dan lain sebagainya. Berdasarkan hal itu industri penggergajian kayu ini harus pintar-pintarnya memilih tempat pabrik berkaitan dengan harga tanahnya dan jumlah pengupahan tenaga kerja yang diperlukan.

Penutup

Pemilihan lokasi terhadap industri penggergajian kayu adalah sumber bahan baku, sumber tenaga, konsumen atau pasar, transportasi dan pemodalan atau pajak-pajak.

Sekian artikel yang membahas tentang 5 Cara Memilih Lokasi Penggergajian Kayu, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

3 Proses Pembuatan Pulp Kertas

Sebelum membuat pulp kertas, kita perlu tahu nilai berat jenis pada kayu itu sendiri. Dimana nilai ini secara langsung mempengaruhi besarnya rendemen pulp kertas yang diperoleh dan secara tidak langsung mempengaruhi kualitas kertas.

proses

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa pada umumnya kayu dengan berat jenis 0,40-0,60 dapat menghasilkan rendemen pulp kertas yang optimal. Hal ini disebabkan berat jenis disusun oleh tebal dinding sel dan zat dalam kayu yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas kertas.

Di lain sisi, bahwa kayu yang baik sebagai bahan pulp dan kertas mengutamankan diantaranya, mempunyai serat yang banyak dan dimensi yang mempunyai serat yang lebih panjang, mempunyai kandungan selulosa cukup, dan berat jenis yang yang sesuai.

Untuk pembuatan pulp dan kertas, ada 3 proses yaitu

1. Proses Mekanik

Proses ini merupakan salah satu cara pembuatan pulp dan kertas yang paling sederhana yang tidak menggunakan zat kmia atau bahan pemasak apapun dalam prosesnya. Sehingga pulp dan kertas dengan proses ini mempunyai rendemen yang tinggi dari proses lainnya, dan pulp yang dihasilkan dikatakan sebagai ground wood pulp (Kasmudjo, 2010).

2. Proses Semi Khemis

Proses ini merupakan salah satu cara pembuatan pulp dan kertas yang terbagi dalam 2 tingkat yaitu membuat kayu ke dalam bentuk chips dan memperlakukannya dengan zat kimia (berfungsi untuk menghilangkan sebagian lignin). Sehingga pulp dan kertas mempunyai rendemen berkisaran dengan 65 - 85% dengan membutuhkan zat kimia atau pemasak sebanyak 30 -70%.

3. Proses Khemis

Proses ini terdiri dari 4 bagian yaitu :

Sulfit

Bahan kimia yang mempunyai sifat dapat dengan baik menghilangkan zat-zat dalam kayu yang bersifat non selulosa. Melalui proses ini kayu akan dimasak dengan bebas kulit dan dibuat chips terlebih dahulu. Rendemen yang diperoleh ialah berkisar antara 49 - 53%.

Sulfat

Dalam prose ini liqour alkali dengan cepat akan melarutkan lignin di dalam lamela tengah majemuk sebelum rekasi-reaksi yang lain terjadi. Sehingga delignifikasi bersifat selektif yang serabut dihasilkan tidak banyak yang rusak. Rendemen pulp dan kertas yang dihasilkan berkisara 45 -48%.

Soda

Proses ini dilakukan pada serat yang pendek yaitu jenis kayu daun lebar (hardwood). Rendemen pada pulp dan kertas yang dihasilkan ialah 35%.

Pomilio

Proses ini jarang digunakan dalam pembuatan pulp dan kertas, tapi pada intinya proses ini menggunakan hasil pemasakan yang selajutnya akan dicuci, disaring, dan dipres berulang-ulang hingga kadar airnya tinggal 70% (Kasmudjo, 2010).

Penutup

Proses pembuatan pulp dan kertas terdiri dari prose mekanik, semi khemis, dan khemis. Dimana pada proses khemis dibagi menjadi 4 bagian yaitu sulfit, sulfat, soda, dan pomilio.

Sekian artikel yang membahas tentang 3 Proses Pembuatan Pulp Kertas, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Tuesday 26 May 2020

2 Teknik Penggergajian Kayu

Pada industri kayu memilki berbagai kegiatan untuk mengelolah suatu kayu menjadi suatu produk kayu. Kegiatannya, antara lain penggergajian kayu, pengawetan kayu, pengeringan kayu, dan lain sebagainya.

teknik

Penggergajian kayu ini merupakan kegiatan untuk mengubah kayu bulat atau log menjadi kayu persegi atau disebut juga dengan kayu gergajian melalui cara-cara atau skill tertentu sesuai dengan keinginan konsumen.

Penggergajian kayu ini bertujuan untuk membuat suatu produk kayu, misalnya furniture, lemari, dan lain sebagainya. Kegiatan ini pada umumnya menggunakan mesin-mesin yang mondern, sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak.

Produk kayu yang dihasilkan dapat memiliki kualitas yang tinggi, ketika bahan baku memiliki mutu yang bagus dan teknik penggergajian yang tinggi. Menurut Kamudjo (2010) menyatakan bahwa produk yang beraneka ragam dan kualitas yang memadai, maka industri kayu harus memperhatikan jenis persediaan bahan baku, ukuran, kualitas, pedoman penggergajian, dan memperhatikan pasar.

Pada setiap industri kayu, memiliki ciri khas dalam teknik penggergajian kayu. Pada kesempatan ini kita, akan memperlajari teknik penggergajian yang pada umumnya rata-rata dipakai oleh industri penggergajian kayu itu sendiri.

1. Mengergaji Kayu Arah Tangensial

Teknik yang menggergaji kayu bulat menjadi papan atau kayu gergajian dengan gambar lingkaran tahun terhadap permukaan papan dengan sudut 45 atau kurang. Sehingga teknik ini disebut dengan teknik mengikuti bidang tangensial.

Pada umumnya hasil penggergajian pada teknik ini memperoleh papan yang disebut dengan potongan flat sawn atau back sawn (Kasmudjo, 2010).

Adapun ciri-ciri hasil potongan kayu menggunakan teknik pengergajian arah tengensial, sebagai berikut (Kasmudjo, 2010).

  1. Gambar lingkaran pertumbuhan/lingkaran tahunnya jelas
  2. Mata kayu berbentuk bulat dan oval, kenampakan lebih sedikit
  3. Nilai kayu lebih murah dan kualitas sortimennya kurang
  4. Untuk pembiayaan cukup murah
  5. Rentang waktunya lebih cepat
  6. Hasilnya terdapat retak, lobang-lobang kelihatan kecil
2. Menggergaji Kayu Arah Radial

Teknik yang menggunakan sudut lebih dari 45 pada hasil papan atau kayu gergajian terhadap lingkaran tahun. Sehingga hasil gergajian disebut dengan potongan quarter sawn atau vertical grained (Kasmudjo, 2010).

Adapun ciri-ciri hasil potongan kayu menggunakan teknik penggergajian arah radail, sebagai berikut (Kasmudjo, 2010).

  1. Untuk gambar lingkaran tahunnya tidak begitu nampak
  2. Akan tetapi untuk mata kayunya kelihatan lebih banyak
  3. Terdapat retak-retak lebih kecil dari yang satunya
  4. Pengerjaannya membutuhkan biaya yang mahal
  5. Membutuhkan waktu yang cukup lama
  6. Mempunyai nilai jual yang lebih mahal dan kualitas sortimennya baik.
Penutup

Pada industri penggergajian kayu mempunyai dua teknik menggergaji kayu, yaitu penggergajian kayu arah tangensial dan radial.

Sekian artikel yang membahas tentang 2 Teknik Penggergajian Kayu, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

4 Cara Pembuatan Venir

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa venir merupakan lembaran papan tipis dalam jumlah gasal disusun dan direkatkan menjadi kayu lapis atau playwood.

cara

Dalam perkembangan suatu industri dari waktu ke waktu menimbulkan masalah penyediaan bahan baku, karena andalan sumber bahan baku hutan alam sudah kurang.

Oleh sebab itu diperlukan teknik budidaya terhadap bahan baku sesuai dengan kerperluan dalam pembuatan produk kayu. Venir ini termasuk produk kayu yang sifatnya lanjutan pada produk playwood.

Berdasarkan penjelasan diatas, ada 4 cara dalam pembuatan venir, sebagai berikut.

1. Rotary Cuttings (Pengupasan)

Cara ini menghasilkan venir untuk membuat playwood biasa atau playwood penggunaan umum. Bahan baku yang digunakan adalah log tanpa kulit, dengan hasilnya cukup panjang dan dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat. Sehingga produk venirnya dapat untuk memenuhi bahan playwood sampai 80% kebutuhan (Kasmudjo, 2010).

Cara ini bersifat produktifitas dalam menghasilkan venir persatuan waktu paling tinggi dibadingkan dengan cara pembuatan venir lainnya. Berdasarkan cara ini mempunyai tebal venir menimal 0,4 mm, tetapi pada umumnya yang diperlukan 0,6-1,0 mm (Kasmudjo, 2010).

Menurtu Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa cara ini mempunyai kelemahan terhadap kondisi venir yang dihasilkan tidak dapat tipis dan gambar seratnya tidak dekoratif. Dalam proses pengupasan harus ditentukan titik pusat log dulu (center log) disebabkan adanya ditempat ini akan mempunyai chuck (penjepit log).

Pada proses pengupasan bagian permukaan venir yang langsung terkena (bersinggungan) dengan sisi tajam pisau kupas disebut sisi kasar (loose side), sedangkan sisi lainnya ialah sisi halus (tight side). Sehingga proses pelaburan perekat sisi halus sangat dianjurkan untuk diberikan perekat pertama kali, hal ini bertujuan untuk lebih menghematnya perekatnya.

2. Slicing (Penyayatan/Pengirisan)

Cara ini menghasilkan venir yang sangat tipis dengan tebalnya 0,2-0,6 mm yang berfungsi untuk melapisi playwood biasa (Kasmudjo, 2010). Sehingga venir yang dihasilkan yang dekoratif atau mempunyai gambaran serat yang baik dengan ukuran lebar dan panjang relatif masih sama dengan ukuran bahan baku aslinya.

Bahan baku yang digunakan pada umumnya ialah jenis kayu yang keras atau berat dengan warna kayu lebih tua dan gambaran serat dekoratif. Oleh sebab itu, harus ada perlakuan pra proses penyayatan yaitu bahan baku direndam, direbus atau dikukus terlebih dahulu.

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa bentuk bahan baku kayu yang akan disayat dapat berupa flitch (kayu persegi tanpa hati) atau blockware (belahan kayu). Pembentukan blockware rendemen venirnya dapat meningkat samapi 50% dibandingkan dengan flitch.

Dalam prosesnya dilakukan dengan kayu bergerak maju mundur dan pisau sayat diam atau sebaliknya. Diman cara ini dapat dilakukan pada arah vertikal maupun horizontal.

3. Sawing (Penggergajian)

Cara ini sudah jarang digunakan, karena proses ini sudah tua. Artinya cara ini sudah kurang efektif, dimana hasil venirnya mempunyai ketebalan minimal 5 mm. Bahan baku yang digunakan berbentuk persegi dan rendemennya rendah (Kasmudjo, 2010).

4. Perautan

Cara ini mempunyai prinsip, diantaranya ialah seperti orang meruncingkan pensil (pensil ini diartikan sebagai log tanpa kulit). Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa cara ini pada saat sekarang sudah ditinggalkan dan tidak dikembangkan lagi.

Penutup

Cara pembuatan venir adalah cara pengupasan, penyayatan atau pengirisan, penggergajian dan perautan.

Sekian artikel yang membahas tentang 4 Cara Pembuatan Venir, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

3 Cara Pengeringan Buatan pada Kayu

Produk kayu yang bagus atau mempunyai kualitas yang baik dibentuk atau dibuat dengan kadar airnya rendah. Untuk mengurangi kadar air suatu kayu dilakukan kegiatan dan tahapan pengeringan. Tahapan pengeringan ini dibagi menjadi 2 cara yaitu pengeringan alami dan buatan.

cara

Pengeringan alami ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya antara lain suhu, kelembapan udara dan sirkulasi udara. Sedangkan pengeringan buatan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, tapi bedanya membutuhkan ruang khusus.

Pada kesempatan ini, kita akan mempelajari cara pengeringan buatan terhadap kayu, sebagai berikut.

1. Pengeringan dengan Kipas (fan)

Cara ini berkategori yang paling sederhana dengan ruang pengeringan hanya dilengkapi dengan kipas untuk mengatur sirkulasi udara. Rentang waktu yang digunakan pada cara ini masih cukup lama dan kemungkinan adanya cacat karena serangan jamur dan cendawan masih relatif banyak (Kasmudjo, 2010).

2. Pengeringan Suhu Rendah

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa cara pengeringan buatan ini hanya mengendalikan sebagian faktor luar didalam ruang pengeringannya, sebagai berikut.

  1. Pengeringan tipe green house (rumah pengering panas matahari) berusaha mengendalikan panas dalam ruang pengering sehingga kayu yang dikeringkan sering mangalami pecah dan retak-retak.
  2. Pengeringan tipe kolektor panas adalah tipe yang memanfaatkan panas matahari dengan kelebihannya dilengkapi dengan kolektor panas sehingga panas matahari dapat disimpan sebelum diperlukan.
  3. Pengeringan tipe de-humifiaksi adalah tipe yang dilengkapi dengan perlengkapan pengatur kelembapan udara sehingga membantu keluarnya air dari dalam kayu dengan cepat.
  4. Pengeringan dengan uap suhu rendah adalah tipe yang terdiri dari ruangan yang dialiri uap air dengan suhu rendah sehingga pembiayaan tidak mahal. Akan tetapi tipe ini mempunyai kelemahan yaitu dalam menngurangi kadar air sesuai dengan ketentuan cukup sulit.
3. Pengeringan dengan Tanur Pengeringan (dry klin)

Cara ini sudah memadai. Artinya bahwa pengeringan yang digunakan sudah dilengkapi dengan perlengkapan pengendalian suhu, kelembapan dan aliran udara yang dapat dioperasikan sejak awal sampai hasil pengeringan mencapai kadar air yang dibutuhkan. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa ada dua tipe yang hasil pengeringannya baik yaitu, pengeringan dengan tanur kompartemen dan progresif.

Penutup

Cara pengeringan buatan terhadap kayu adalah pengeringan dengan kipas, suhu rendah, dan dengan tanur pengering.

Sekian artikel yang membahas tentang 3 Cara Pengeringan Buatan pada Kayu, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Monday 25 May 2020

Apa Sih Minyak Atsiri?

Minyak atsiri merupakan suatu zat yang berbau khas yang terkandung dalam tanaman. Minyak atsiri diperoleh dari famili Pinaceae, Labiatea, Compositae, Lauraceae, Rutaceae, Zingbereceae, Umbelliferae, dan Myrtaceae.

apa

Minyak atsiri ini juga disebut dengan minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil) dan minyak esensial (essential oil). Minyak atsiri umumnya tidak berwarna dalam keadaan segar dan murni namun pada penyimpanan lama warnanya berubah menjadi lebih gelap karena oksidasi (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam berbagai jaringan, seperti di dalam rambut kelenjar (pada paku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (pada suku Zingberaceae dan Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku Myrtaceae, Pinaceae, dan Rutaceae) di dalam saluran minyak pada suku Umbelliferae (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Minyak atsiri pada tumbuhan berperan sebagai pengusir serangga pemakan daun. Sebaliknya minyak atsiri dapat berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu proses penyerbukan dan sebagai candangan makanan.

Minyak astiri mempunyai perbedaan komposisi yang disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Sasrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpena, yaitu senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi ke dalam satuan-satuan isopren.

Minyak atsiri biasanya teridiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon, hidrogen, dan oksingen, serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen dan belerang (Guenther, 1948).

Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari pemilihan varietas, kondisi bahan baku, peralatan, metode penyulingan, serta cara penyimpanan produk. Jika semua persyaratan tersebut tidak terpenuhi, hasil dari produk minyak atsiri yang didapat tidak akan terpenuhi (Guenther, 1948).

Sifat-sifat minyak atsiri salah satunya memiliki bau khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberikan kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel. Pada umumnya tidak dapat tercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil dan sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan jumlah (kuantitas) minyak atsiri yang dihasilkan dari penyulingan tanaman aromatik. Rendemen menggunakan satuan persen.

Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menunjukkan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan semakin besar (Armando dan Rochim, 2009). Jumlah minyak yang menguap bersama-sama air ditentukan oleh tiga faktor yaitu, besarnya uap yang dipakai, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan.

Bobot Jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,80-1,18. Nilai bobot jenis minyak atsiri didefnisikan sebagai perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula.

Bobot jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka  semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya bobot jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).

Kelarutan dalam Etanol

Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat konsentrasi.

Untuk menentukan kelarutan minyak astiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses polimerasasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi (Sastrohamidjojo, 2004).

Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri, senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan.

Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksingen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk (Sastrohamidjojo, 2004).

Bilangan Ester

Bilangan ester adalah jumlah miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester yang terdapat dalam 1 gram minyak atsiri. Mutu minyak atsiri yang baik secara kimia ditunjukkan oleh nilai bilangan ester. Bilangan ester sangat penting dalam penentuan mutu minyak atsiri karena ester merupakan komponen yang berperan dalam menentukan aroma minyak atsiri. Semakin tinggi bilangan ester, maka semakin tinggi mutu minyak astiri (Idris, 2014).

Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri pada umumnya dengan cara, uap menembus jaringan tanaman dan menguap semua senyawa yang mudah menguap, dalam pengertian industri minyak atsiri dibedakan menjadi tiga tipe hidrodestisi yaitu penyulingan air, penyulingan uap dan air, penyulingan uap langsung (Sastrohamidjojo, 2004). Pada dasarnya ketiga tipe penyulingan tersebut memiliki kesamaan yaitu penyulingan dari sistem dua-fasa. Perbedaannya terletak pada cara penangan bahan tanaman yang akan diproses.

1. Penyulingan dengan Air

Penyulingan dengan air menggunakan bahan yang berhubungan langsung denga air mendidih. Bahan yang akan disuling mengambang atau mengapung di atas air atau terendam seluruhnya, tergantung pada berat jenis dan kuantitas bahan yang akan diproses.

Air dapat di didihkan dengan api  secara langsung. Sejumlah bahan tanaman adakalanya harus duproses dengan penyulingan air waktu terendam dan bergerak bebas dalam air mendidih. Sedangkan bila bahan tersebut diproses dengan penyulingan uap dapat menyebabkan pengumpulan hingga uap tidak dapat menembusnya (Sastrohamidjojo, 2004).

2. Penyulingan dengan Air dan Uap

Bahan tanaman yang diproses secara penyulingan uap dan air ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan diisi air sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan. Air dipanaskan dengan api seperti pada penyulingan air. Bahan tanaman yang akan disuling hanya terkena uap dan tidak terkena air yang mendidih (Sastrohamidjojo, 2004).

3. Penyulingan Uap

Penyulingan uap atau penyulingan uap langsung mirip dengan perangkat penyulingan laiinya hanya saja tidak ada air di bagian bawah alat. Uap yang digunakan lazim memiliki tekanan yang lebih besar daripada tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil penguapan air yang berasal dari pembangkitan uap air. uap yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam alat penyulingan. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang menyolok pada ketiga alat penyulingan (Sastrohamidjojo, 2004).

Penutup

Sekian artikel yang membahas tentang Apa Sih Minyak Atsiri? semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Armando dan Rochim. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta.

Guenther, E. 1948. The Essential Oils. Penerjemah : Ketaren, S. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Universitas Indonesia. Jakarta.

Gunawan, D., dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Penebar Swadya. Jakarta.

Idris, A. 2014. Analisis Kualitas Minyak Nilam (Pogestemon Cabli Benth) Produksi Kabupaten Buol. Universitas Tadulako. Palu.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

5 Faktor Penentu Hasil Tanin

Tanin ini merupakan bahan penyamak yang dapat berasal dari kulit, akar, buah, kayu dan daun tanaman tertentu. Misalnya kulit bakau, segawe, trengguli, akasia (penghasil tanin penyamak), kulit soga (penghasil tanin pewarna), daun teh, gambir (penghasil tanin pewarna dan pengganti penyamak) (Kasmudjo, 2010).

faktor

Bahan penyamak berupa tanin berfungsi untuk mengubah kulit (hewan) yang labil menjadi kulit jadi yang stabil. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa ada tiga macam bahan penyamak, yaitu bahan penyamak nabati (bahan penyamak berasal dari tumbuhan), bahan penyamak mineral (bahan yang berasal dari logam), dan bahan penyamak sintesis (bahan berupa larutan penggati bahan penyamak nabati).

Dari ke-3 macam bahan penyamak itu, ada baik kita perlu tahu cara pengolahan bahan penyamak tanin. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan ada tiga proses pengolahan tanin, sebagai berikut :

  1. Mempersiapkan bahan baku dan diusahakan dalam ukuran kecil (diblender, dicacah, dipotong dan sebagainya).
  2. Memasukkan ke dalam alat ekstraksi, sehingga air suling (distilat) dan sari bahan penyamak.
  3. Mengeringkan sari bahan penyamak melalui alat oven, sehingga hanya memperoleh bahan penyamak padat lembek yang semakin memadat setelah dibiarkan (di udara terbuka) dengan waktu tertentu. Sebelum memadat dapat pula dipanaskan seperlunya dan kemudian dicetak sehingga diperoleh tanin cetakan.
Setelah memperoleh tanin yang diinginkan, kita akan tahu kategori rendemen yang kita hasilkan dari pengolahan tanin sebelumnya. Untuk mengetahui kategori rendemen tanin untuk bahan penyamak (Kasmudjo, 2010), sebagai beikut.

  1. Sangat baik (Lebih dari 45%)
  2. Baik (15-45%)
  3. Sedang (10-15%)
  4. Kurang (Kurang dari 10%)
Hasil tanin yang kita peroleh dapat berbeda-beda, dimana akan hal itu dipengerihi oleh lima faktor, sebagai berikut (Kasmudjo, 2010).

  1. Jenis Tanaman, merupakan faktor mempengaruhi dari kandungan zat yang dimiliki setiap jenis tanaman memiliki nilai yang berbeda-beda, sehingga mampu mempengaruhi hasil tanin itu sendiri.
  2. Tanah dan iklim, merupakan faktor yang mempengaruhi melalui habitat suatu tanaman, dimana tanaman yang tumbuh di daerah lebih subur dan basah iklimnya mempunyai kadar tanin yang lebih banyak.
  3. Umur tanaman, merupakan faktor yang mempengaruhi hasil tanin, dimana umur tanaman yang meningkat kadar taninnya juga meningkat (semakin bertambah).
  4. Kulit batang pohon, merupakan faktor yang mempengaruhi melalui bagian pohon itu sendiri, dimana pada bagian pangkal batang kulit kayunya mengandung tanin yang lebih banyak.
  5. Cara ekstraksi, merupakan faktor yang mempengaruhi hasil tanin, dimana proses ekstraksi dengan air panas menghasilkan tanin yang lebih banyak.
Penutup

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tanin sebagai bahan penyamak adalah jenis tanaman, tanah dan iklim, umur tanaman, asal kulit batang pohon, dan cara ekstraksi.

Sekian artikel yang membahas tentang 5 Faktor Penentu Hasil Tanin, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Apa sih Gondorukem?

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa gondorukem merupakan produk getah resin yang digunakan sebagai residu yang diperoleh pada pengolahan tumbuhan.

apa

Jenis produk ini memanfaatkan bahan baku dari getah pohon dengan cara disadap maupun tidak yang kemudain dilakukan pengolahan secara destilasi, ekstraksi atau cara lain, sehingga diperoleh produk resin yang diiginkan.

Resin mempunyai sifat rapuh, berwarna kuning muda sampai dengan kuning tua kecoklatan dan bening transparan. Resin ini dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan atau tanaman, antara lain pohon pinis, agathis, meranti, kemenyan (Anonim, 1976).

Dalam proses pengolahannya terdapat 3 cara (khusus pohon pinus), sebagai berikut.

  1. Dengan mengolah (distilasi atau penyulingan) mendapatkan berupa terpentin.
  2. Dengan mengolah kayu pinus yang berasal dari sisa-sisa kayu tebangan dan akar-akar pinus tua yang didongkel. Cara ini menggunakan sistem uap dan memperoleh hasil berupa gondorukem dan terpentin (Kasmudjo, 2010).
  3. Dengan pemulihan kembali getah pinus hasil sampingan industri kertas melalui pemulihan tall oil.
Sedangkan untuk prinsip proses pengolahan getah pinus sadapan dalam menghasilkan gondorukem dan minyak terpentin terdapat tiga jenis, sebagai berikut.

1. Proses Pemanasan Langsung (Kohobasi)

Prinsip ini, seperti orang merebus atau menggodog suatu bahan tertentu. Artinya bahwa getah pinus yang dimasukkan pada suatu wadah yang kemudian ditambahkan dengan bahan-bahan penolong dan langsung dipanaskan dengan api.

2. Proses Pemanasan Uap dengan Sistem Distilasi Kontinyu

Pada proses ini sedikit digunakan pada saat sekarang, alasannya karena memerlukan persediaan getah banyak dan kontinyu ketersediaannya.

3. Proses Pemanasan Uap dengan Sistem Destilasi Bertahap

Prinsip ini dibagi atas tiga tahapan yaitu, tahap pengenceran, tahap pengendapan (penyaringan dan pencucian) dan tahap pemasakan (distilasi).

Setelah kita sudah mengetahui tentang cara proses pengolahannya dan prinsip pengolahan menghasilkan gondorukem tersebut. Kita akan mempelajari, seperti apa sih rendemen yang terdapat pada gondorukem itu sendiri.

Rendemen artinya perbandingan antara bahan input per output. Pada rendemen gondorukem ini mempunyai kualitas baik dipengaruhi oleh kualitas getahnya, keenceran getahnya, tingkat pencampuran bahan penolong, hasil penyaringan dan pencucian serta proses pemasakannya dan lain sebagainya (Kasmudjo, 2010).

Penutup

Resin mempunyai sifat rapuh, berwarna kuning muda sampai dengan kuning tua kecoklatan dan bening transparan. Resin ini dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan atau tanaman, antara lain pohon pinis, agathis, meranti, kemenyan.

Sekian artikel yang membahas tentang Apa sih Gondorukem? semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Anonim. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Ditjen Kehutanan-Departemen. Jakarta.

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Sunday 24 May 2020

Apa Sih Minyak Kenanga?

Minyak kenanga atau juga sering disebutkan dengan minyak ylang-ylang. Minyak ini merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan bunga tanaman Cananga odorata (Kasmudjo, 2010).

apa

Baik itu minyak kenanga maupun ylang-ylang mempunyai komposisi kimia yang sama secara kualitatif, akan tetapi ada perbedaannya terletak pada kadar komponen kimia di dalam minyak itu sendiri, terutama kadar esternya. Dan bau minyak kenanga lebih besar dari bau minyak ylang-ylang.

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa bau minyak kenanga kurang wangi dibandingkan dengan minyak ylang-ylang, tetapi karena harga minyak ylang-ylang terlalu tinggi, maka peranan minyak kenanga menjadi cukup penting, terutama bau yang dimiliki minyak kenanga lebih tahan lama dibandingkan dengan bau minyak ylang-ylang.

Adapun penyebaran tanaman kananga ini di wilayah Indonesia, antara lain daerah Banten, Cirebon, Kediri, Blitar, Tuban, dan Boyolali.

Untuk pengolahan minyak kenanga ini dapat digunakan dengan cara perebusan yang sama dengan pengolahan minyak kayu putih. Atau dapat juga dengan cara penyulingan.

Bahan baku yang dipakai dalam mengambil minyak kenanga ialah bagian bunga kenanga itu sendiri. Biasanya minyak ini mempunyai rendemen agak rendah yaitu 0,5-1% (Kasmudjo, 2010).

Setelah diperoleh minyak itu, ada kemungkinan mempunyai perbedaan antar minyak yang satu dengan lainnya. Untuk mendapatkan mutu dan kualitas yang baik, ada beberapa faktor yang dapat dilakukan, yaitu.

  1. Bahan baku atau bunga yang telah matang sempurna yang dipanen yang dilakukan sebelum pukul 09.00 WIB.
  2. Selama panen dan pengangkutan bunga, dijaga jangan sampai bunga rusak. Dimana kerusakan bunga dapat merangsang proses pembusukan dan ini akan mencemari bau minyak yang dihasilkan.
  3. Penyulingan dilakukan dengan kondisi bunga yang segar.
  4. Sebelum bunga dimasukkan kedalam ketel, sebaiknya air dipanaskan terlebih dahulu, hingga kontak antara bunga dengan air panas dapat dipersingkat.
  5. Suhu yang digunakan pada proses kondensasi ialah 35 0C (Kasmudjo, 2010).
  6. Setelah selesai proses penyulingan, ada baiknya kondensor dan peralatan lainnya dibersihkan, supaya menghilangkan resin yang mungkin menempel. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa resin dapat menurunkan mutu minyak hasil penyulingan berikutnya.
Penutup

Sekian artikel yang membahas tentang Apa Sih Minyak Kenanga? semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

4 Kegiatan Pemintalan Benang Sutera

Benang sutera merupakan hasil hutan bukan kayu yang diperoleh dari sutera alam. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa sutera alam adalah jenis sutera yang diperoleh secara alam dengan cara membudidaya sampai pemeliharaan larva berupa ulat sutera dengan pedoman tertentu.

kegiatan

Untuk pemeliharan ulat sutera diberi pakan dari daun tumbuhan tertentu, contoh daun murbei. Dimana pada siklus menjelang menjai kempompong atau disebut dengan kokon tetap diberikan pakannya. Kokon ini merupakan kumpulan serat yang dirangkai secara rapi oleh pupa sebelum berubah menjadi ngegat (kupu-kupu).

Dimana dilakukan pemintalan, maka dari serat kokon ini dapat diperoleh benang sutera dan apabila benang tersebut ditenun akan dihasilkan kain sutera alam.

Adapaun empat kegiatan pemintalan benang sutera (Kasmudjo, 2010), sebagai berikut.

1. Seleksi Kokon

Kegiatan ini memperhatikan keadaan kokon dengan memilih kokon yang baik, seperti bersih, besar, putih dan tidak cacat serta dibersihkan dari bulu-bulu luar (serabu) yang ada.

Jenis kokon yang cacat mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut kokon kembar, kokon berlubang, kokon kotor dalam, kokon kotor luar, kokon berujung tipis, kokon dengan kulit tipis, kokon gampang, dan lain sebagainya.

2. Pengeringan Kokon

Kegiatan ini bertujuan supaya mematikan pupa, mengeringkan serat-serat kokon basah menjadi kering dan serat-serat tersebut dapat terhindar dari serangan parasit (maggot).

Pengeringan kokon ini dapat dilakukan dengan pengeringan dalam tanur, panas matahari, dan dengan udara panas.

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa kokon pasca pengeringan apabila harus menunggu proses pemintalan yang lama dapat disimpan sampai 6 bulan.

3. Perebusan Kokon

Kegiatan ini dilakukan dengan cara air panas sehu 60-100 0C dilakukan pada awal sebelum pemintalan supaya melarutkan zat serisin yang berada pada bagian luar serat kokon.

Bagian dalam serat kokon merupakan serat yang akan diambil dan dipintal tersusun atas zat fibroin yaitu inti serat kokon tersebut dan sumber penyusun benang sutera alam yang dihasilkan.

4. Pengambilan Filamen dan Pemintalannya

Kegiatan ini dilakukan dengan bantuan sikat dari sabut tempurung kelapa dan sabut ijuk yang diputar-putar dan dikenakan pada masing-masing kokon direbus. Selama proses pemintalan, memungkinkan adanya serat-serat kokon yang putus dan harus dilakukan penyambungan.

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa indeks atau nilai yang menyatakan banyaknya sambungan serat/benang sutera alam yang dipintal disebut dengan niali Reelabilty (R).

Penutup

Kegiatan pemintalan benang sutera adalah kegiatan seleksi kokon, pengeringan kokon, perebusan kokon, dan pengambilan filamen dan pemintalannya.

Sekian artikel yang membahas tentang 4 Kegiatan Pemintalan Benang Sutera, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

3 Proses Pengolahan Tengkawang

Sebelum kita terjun ke pengolahan tengkawang, kita pelu tahu terlebih dahulu gambaran umum minyak dan lemak. Minyak lemak sering dibedakan dari minyak dan lemak yang terpisah, karena kedua produk ini dapat digunakan secara langsung dan tidak (Kasmudjo, 2010).

proses

Namun demikian ada pula dianggap sebagai satu kesatuan yaitu produk dari pengolahan biji dan buah. Sehingga minyak dan lemak ini dapat digunakan sebagai bahan pangan dibagai menjadi dua golongan (Kasmudjo, 2010), sebagai berikut.

  1. Lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed uncooked), contoh metega, margarin, dan lain sebagainya.
  2. Lemak yang dimasak bersama bahan pangan, contoh minyak goreng, shortening, dan lain sebagainya.

Adapun manfaat dari minyak lemak ini, antara lain sebagai bahan pembuat sabun, bahan pelumas, bahan obat-obatan, pengkilap cat, dan lain sebagianya.

Baik, sekarang kita terjun ke tengkawang itu sendiri. Tengkawang ini berasal dari biji pohon tengkawang (Shorea sp) termasuk famili Dipterocarpaceae. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah tropis dengan curah hujan tinggi, salah satu wilayah di Indonesia, yaitu Kalimantan.

Minyak tengkawang ini merupakan minyak lemak yang diperoleh dari ekstraksi biji buah tengkawang yang dihasilkan dari pohon hutan dari genus Isopetra dan Shorea (Kasmudjo, 2010).

Untuk memperoleh minyak tengkawang itu, ada tiga proses pengolahan tengkawang, sebagai berikut.

1. Pembersihan Biji

Pembersihan biji ini bertujuan untuk meningkatkan mutu minyak tengkawang, melalui tiga cara, yaitu direndam, dikukus, dan diasapi. Sehingga pelepasan kulit tengkawang dari buahnya diperoleh biji tengkawang saja. Kemudian dilakukan tahapan penjemuran dulu tetapi ada pula yang tidak sebelum dilakukan proses selanjutnya (Kasmudjo, 2010).

2. Proses Ekstraksi

Proses ini juga terdapat tiga cara, yaitu dipres panas dengan suhu 115 0C, dialrutkan kimia (dimulai dengan mengepres ringan biji tengkawang hingga pecah-pecah, kemudian di larutkan kimia tertentu), dan dibuat serbuk (penumbukan dan pengecilan ukuran, kemudian direbus dan ditambahkan air panas atau uap air pada minyak yang diperoleh).

3. Proses Pemurnia Minyak

Proses ini juga terdapat tiga cara yaitu,

  1. Penetralan, dimana minyak tengkawang yang diperoleh ditambahkan kedalamannya larutan alkali agar terbebas dari asam lemak dan warna yang ada.
  2. Pemucatan, merupakan penjernihan minyak dan warna.
  3. Penghilangan bau, adalah cara melewatkan uap air disertai tekanan hampa pada 215 0C selama 90 menit (Kasmudjo, 2010).

Penutup

Pengolahan tengkawang terdapat tiga proses yaitu proses pembersihan biji, proses ekstraksi, dan proses pemurnian minyak.

Sekian artikel yang membahas tentang 3 Proses Pengolahan Tengkawang, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Saturday 23 May 2020

4 Papan Tiruan dari Kayu

Apabila kayu diolah dapat menghasilkan suatu produknya dan limbahnya. Limbahnya ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pelet kayu dan papan tiruan.

papan

Pada kesempatan ini, kita akan memperlajari tentang papan tiruan. Papan tiruan ini merupakan produk pemanfaatan kayu atau limbah kayu. Papan tiruan ini dapat digolongkan sebagai papan majemuk, papan komposit, papan bentukan dan lain sebagainya.

Papan tiruan ini membutuhkan bahan perekat baik itu perekat organik maupun anorganik. Perekat organik berupa tepung tapioka, tanin, dan lain sebagainya sedangkan perekat anorganik berupa semen.

Pada umumnya dalam pembuatan papan tiruan ini membutuhkan bahan baku berupa, limbah kayu dari eksploitasi maupun pengolahan, log berukuran kecil terutama cabang-cabang kayu, dan log dengan kualitas rendah yang saat ini belum mempunyai nilai pemanfaatan yang memadai (Kasmudjo, 2010).

Papan tiruan ini mempunyai beberapa jenis yang diterapkan diberbagai industri pengolahan kayu. Pada kesempatan ini kita hanya membahas empat jenis papan tiuran, sebagai berikut.

1. Papan Laminasi

Jenis ini merupakan papan yang sistem kerjanya penyambungan antara sortimen yang satu dengan lainnya. Pada industri pengolahan kayu papan laminasi merupakan produk unit industri tambahan dari pabrik playwood (Kasmudjo, 2010). Alasannya karena produk ini mempunyai ketebalan lumber core antara 7-25 mm (kebanyakan 9-14 mm), sehingga disebut dengan blockboard.

2. Papan Partikel

Jenis ini merupakan hasil produk pengolahan kayu yang dibuat dengan potongan-potongan kecil kayu (hasil ketaman, serutan, partikel, chips) kemudian dicampur perekat hingga merata, selanjutnya dilakukan pengepresan pendahuluan dan pengepresan panas (Kasmudjo, 2010).

Kebanyakan papan partikel mempunyai jenis mempunyai ketahanan terhadap kelembapan, misalnya jenis exterior particelboard.

3. Papan Serat

Jenis ini merupakan hasil produk pengolahan kayu yang dibuat dari bahan pulp dan dipres secara panas melalui prosedur tertentu sesuai dengan tujuan dan jenis papan serat yang diinginkan. Pembuatan papan serat ini tidak membutuhkan bahan penolong berupa perekat (Kasmudjo, 2010).

4. Papan Semen

Jenis ini merupakan hasil produk pengolahan kayu yang dibuat dari serpih atau wol yang direkat dengan perekat anorganik berupa semen (Kasmudjo, 2010).

Penutup

Papan tiruan mempunyai beberapa jenis yang digunakan dalam industri pengolahan kayu antara lain, papan laminasi, papa partikel, papan serat dan papan semen.

Sekian artikel yang membahas tentang 4 Papan Tiruan dari Kayu, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

3 Golongan Senyawa Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan hasil hutan bukan kayu yang mempunyai bau aromatik yang bahan bakunya berasal dari bagian tumbuhan itu sendiri. Tumbuhan ini mempunyai senyawa aromatiknya, misalnya daun ujung atap, kayu gaharu, rimpang jahe, dan lain sebagainya.

golongan

Minyak atrisi ini diperoleh dari proses penyulingan, ekstraksi larut, dan pengepras. Pada setiap teknik ini mempunyai sistem kerja yang berbeda. Pada umunya yang digunakan dalam pengambilan minyak atsiri adalah teknik penyulingan.

Ketika diperolehnya minyak atsiri dari proses penyulingan bagian tumbuhan, akan terdapat beberapa golongan senyawa pada minyak atrisi tersebut. Senyawa-senyawa ini dapat digunakan atau dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan, pengawet makanan, dan lain sebagainya.

Adapun beberapa golongan senyawa minyak atsiri ini, dan pada kesempatan ini kita akan memahami dan mempelajari 3 golongan saja yang umum dipakai, yaitu.

1. Golongan Terpenoid

Golongan senyawa ini merupakan salah satu senyawa bioaktif yang bisa berfungsi sebagai anti jamu atau fungsida. Golongan ini mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur melalui sitplasma yang akan mengganggu perkembangan spora jamur.

Dimana mekanisme penghambatan jamur oleh senyawa ini sendiri masih belum diketahui dengan jelas, namun adanya sifat hidrofonik atau liponik dalam senyawa ini kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan sitoplasmatik membran, koagulasi sel dan terjadinya gangguan proton pada sel jamur (Ramadani, 2017).

2. Golongan Ester

Golongan ini dapat dikatakan juga sebagai golongan aromatik yang diartikan sebagai senyawa yang terkandung di dalam suatu minyak atsiri yang umumnya akan menghasilkan bau yang khas dan kuat dari ekstrak atau minyak tersebut.

Salah satu senyawa yang paling sederhana pada golongan ini ialah benzana. Dimana golongan ini termasuk pada senyawa non polar. Dan juga golongan ini biasanya digunakan pada dunia industri.

Baca juga : Makalah Minyak Atsiri

3. Golongan Fenol

Golongan ini merupakan salah satu senyawa yang mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat vakuola sel atau membran sel (Utami, 2011).

Salah satu contoh golongan senyawa ini ialah flavonoida. Dimana senyawa flavonoida merupakan golongan besar tetapi fenol monosiklik sederhana, fenislpropanoida, dan kuinon fenolik juga terdapat dalam jumlah besar.

Adapun beberapa polimer yang cukup penting ialah tumbuhan lignin, melanin, dan tanin yang merupakan senyawa polifenol dan kadang-kadang satuan fenolik dijumpai pada protein, alkaloida, dan diantara terpenoida.

Penutup

Golongan Senyawa pada minyak atsiri terdapat beberapa, diantaranya golongan terpenoid, ester, dan fenol.

Sekian artikel yang membahas tentang 3 Golongan Senyawa Minyak Atsiri, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Ramadani. 2017. Senyawa Kimia Bahan Alam Terpenoid.

Utami, O. Y. 2011. Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle L.) dan Potensinya dalam Mencegah Ketengikan Minyak Kelapa. [Skripsi]. Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Manfaat Oleoresin pada Industri Daging (Makalah Minyak Atsiri)

Latar Belakang

Produksi daging pada saat ini biasanya diproduksi dan dikomsumsi di seluruh dunia. Dimulai dari produksi skala kecil yang telah dikenal dengan baik oleh konsumen hingga produksi skala besar di toko daging atau perusahaan pemrosesan daging.

manfaat

Produksi daging dilindungi terhadap pembusukan mikroba dengan metode pengawetan yang berbeda dalam kombinasi dengan keadaan terkendali atau kemasan vakum dengan penyimpanan dingin diseluruh rantai distribusi. Akan tetapi, jamur secara berskala menyebabkan masalah dalam produk jenis makanan terutama yang tradisional.

Jamur dan toksisitas memberikan perhatian terhadap bidang pertanian dan industri makanan. Jamur berserat mikroskopis sering mencemari produk nabati dan hewani yang menjadi sumber penyakit pada manusia dan hewan yang disembelih. Peningkatan minat ini akibat adanya kemampuan kapang untuk menghasilkan metabolit sekunder-mikotoksin yang memiliki efek yang tidak menguntungkan seperti karsinogenesis, mutagenesitas, dan teratogenik (2002).

Kesulitan mengendalikan jamur yang tidak diinginkan ini serta meningkatnya minat konsumen terhadap produk alami yang telah memaksa industri untuk menemukan alternatif baru untuk pengawetan makanan. Salah satunya penggunaan biopreservatif sebagai aditif antijamur (2011).

Banyak senyawa yang ditemukan secara alami yang ditemukan pada tanaman, tumbuhan dan rempah-rempah yang terbukti memiliki fungsi antimikroba dan berfungsi sebagai sumber agen antimikroba terhadap patogen bawaan makanan (2009).

Beberapa biopreservatif yang digunakan dalam pengolahan makanan adalah ekstraksi tumbuhan, seperti oleoresin. Rempah-rempah oleoresin merupakan esensi sejati dari rempah-rempah dalam bentuknya yang paling terkonsentrasi, mengandung minyak atsiri yang mudah menguap dan fraksi yang tidak mudah menguap.

Oleoresin diterpakan dalam indutri makanan, kosmetik dan farmasi sebagi zat penyedap dan antimikroba. Potensi antimikroba dari oleoresin umumnya lebih rendah dalam sistem makanan daripada in vitro, tergantung pada komposisi makanan. Setiap langkah pemrosesan dan suhu penyimpanan mempengaruhi efektivitas agen antimikroba.

Oleh karena itu, jumlah yang lebih besar dari oleoeresin diperlukan sistem makanan yang secara serius dapat menganggu profil sensorik makanan tersebut. Sehingga konsentrasi yang diterapkan harus diuji dan dioptimalkan dengan baik mengingat dampaknya pada sifat sensorik dalam produk akhir dan efektivitas antimikroba.

Oleoresin yang khusus untuk industri daging dalam manjaga rasa dan aromanya dibentuk dalam aplikasi industri. Itu adalah oleoresin dari bawang putih,, rosemary, cabe rawit, dan lada hitam.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah adalah bagaimana sifat antijamur dari beberapa oleoresin yang bisa digunakan dalam industri daging terhadap makanan Aspergillus yang ditularkan melalui spesies?

Tujuan Makalah

Tujuan makalah adalah untuk mengevaluasi sifat antijamur dari beberapa oleoresin yang bisa digunakan dalam industri daging terhadap makanan Aspergillus yang ditularkan melalui spesies.

Untuk kelengkapan makalahnya, silahkan dowanloan di bawah ini.

Download full-text PDF

Sekian artikel yang membahas tentang Manfaat Oleoresin pada Industri Daging (Makalah Minyak Atsiri), semoga bermanfat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan

Friday 22 May 2020

Apa Sih Papan Semen?

Ketika kita berpikir sesaat, bahwa semen ini berbau tentang kontruksi bangunan pada umumnya. Dimana semen ini mempunyai kemampuan untuk merekatkan batu yang satu dengan batu yang lainnya, sehingga menghasilkan kontruksi bagunan tertentu.

apa

Semen ini juga dapat digunakan untuk bahan perekat pada kayu itu sendiri. Dimana produk papan semen itu dapat diartikan papan anorganik untuk menseplai industri perumahan rakyat (Perumnas). Perekat semen ini berkategori sebagai perekat anorganik.

Adapun tiga jenis perekat anorganik yaitu, calcined gymsum, porland cement, dan magnesite atau magnesium oxy-sulphate cement.

Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa semen sebagai perekat harus dicampur dengan air dalam pemakaiannya. Dimana akan memberikan reaksi hidratasi (setting dan hardening) yang menyebabkan naiknya suhu atau panas.

Setting itu merupakan pengerasan permulaan yang terjadi dalam beberapa jam, sedangkan hardening adalah perkembangan kekuatan yang terjadi secara perlahan-lahan setelah setting.

Pada dasarnya semen yang dicampr dengan kayu akan mengakibatkan kenaikan suhu dan pengerasan walaupun tidak setinggi jika berupa semen saja (Kasmudjo, 2010).

Berdasarkan hal itu, maka hasilnya dinamai dengan papan semen. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa papan semen merupakan papan yang dibuat dari serpih atau wol yang direkat dengan perekat anorganik yaitu semen.

Papan semen ini memerlukan bahan baku tertentu. Bahan bakunya mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai berat jenis tidak terlalu tinggi dan kayu bulat kecil atau dapat juga limbah penggergajian.

Menurut Kasmudjo (2010) bahan baku untuk pembuatan papan semen harus memperhatikan sifat kimia dan fisiknya. Dimana sifat kimianya yang perlu diperhatikan ialah kadar ekstraktifnya (kadar gula, pati, quinon, phenol, dan lain sebagainya). Sedangkan untuk sifat fisiknya yang perlu diperhatikan ialah berat jenis dan kadar airnya, dimana pada umumnya berat jenis kayu yang lebih rendah mempunyai hasil yang lebih baik untuk papan semen dan untuk kadar airnya 13-20% untuk ukuran serpih atau wol.

Hasil produk papan semen yang berkualitas dapat dipengaruhi suhu hidratasinya. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan apabila suhu maksimal umumnya lebih besar dari 60 C berarti baik, jika antara 55-60 C berarti sedang dan jika di bawah 55 C berart kurang.

Penutup

Papan semen ini memerlukan bahan baku tertentu. Bahan bakunya mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai berat jenis tidak terlalu tinggi dan kayu bulat kecil atau dapat juga limbah penggergajian.

Sekian artikel yang membahas tentang Apa Sih Papan Semen? semoga bermanfaat bagi para pembaca.

"Salam Lestari"

Sumber :

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Author : Lamboris_Pane

Editor : panehutan