Friday 3 July 2020

Kawasan Konservasi di Taman Nasional Sebangau





BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Hutan menurut Undang-Undang tentang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki beberapa tipe-tipe hutan, salah satunya hutan konservasi dan hutan produksi. Hutan konservasi ini merupakan hutan yang tidak boleh melakukan kegiatan produksi flora dan fauna. Sedangkan, hutan produksi adalah hutan yang dapat melakukan kegiatan produksi.
Dalam berbagai aktifitas sosial kemasyarakatan yang berkembang di wilayah kawasan konservasi seperti kepariwisataan, perdagangan, transportasi dan kegiatan ekonomi lainnya termasuk kegiatan penambangan galian C, kegiatan pengambilan hasil hutan dan kegiatan pertanian yang menyababkan membuka tutupan vegatasi  pada lahan dengan tingkat kemiringan tinggi oleh warga di sekitar kawasan konservasi yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tersebut.
Dalam mata kuliah konservasi SDA Hayati ada yang membahas mengenai kawasan konservasi. Salah satu contoh kawasan konservasi berada di kawasan Taman Nasional Sebangau. Dalam laporan ini akan membahas mengenai pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi di Taman Nasional Sebangau


B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang dilaksanakan adalah untuk melihat dan mendokumentasikan bentuk-bentuk pengelolaan kawasan konservasi di Taman Nasional Sebangau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Kawasan Konservasi
Kawasan konservasi merupakan salah satu kawasan yang dikelola dan dilindungi dalam rangka pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Dalam penetapan status sebuah kawasan konservasi ternyata tidak otamatis berarti habitat dan keanekaragaman yang berada di kawasan tersbut terlindungi dengan baik. Kawasan-kawasan konservasi di seluruh Indonesia memiliki masalah konservasi yaitu dapat mengancap kelestariaanya. Salah satu ancaman terhadap kawasan konservasi berasal dari kegiatan masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup seperti bahan makanan, pakaian, dan bahan bagunan yang diambil dari dalam kawasan.
Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi konservasi nasional dan internasional yang berfungsi sebagai penyedia jasa ekosistem, melindungi spesies yang terancam dan mitigasi perubahan iklim. IUCN pada tahun 1978 mengklasifikasikan kawasan konsenservasi berdasarkan tujuan pengolaannya menjadi 10 kategori kawasan konservasi yang kemudian disempurnalan di tahun 1994 menjadi 6 kategori.
Dalam merujuk kategorisasi kawasan konservasi oleh IUCN pengukuhan kawasan konservasi di Indonesia diatur dalam UU RI No 5 Tahun 1990. Pengukuhan kawasan konservasi di Indonesia merupakan upaya konservasi sumberdaya alam hayati yang dilakukan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan sawat beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya. Kawasan konservasi di Indonesia meliputi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru. Kawasan suaka alam meliputi cagar alam dan suaka margasatwa yang berperan penting dalam usaha konservasi sumber daya alam hayati dan penyedia jasa ekositem yang tentunya bermanfaat luas bagi masyarakat.


B. Taman Nasional
Taman Nasional merupakan suatu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, parawisata, dan rekreasi. Taman Nasional adalah salah sau kawasan konservasi yang mangadung aspek pelestarian dan aspek pemanfaatan sehingga kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekowisata dan minat khusus. Kedua bentuk parawisata tersubut yaitu ekowisata dan minat khusus, sangat propektif dalam penyelamatan ekosistem hutan (Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2011).
Dalam kawasan taman nasional terdapat tiga zona yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998, yaitu sebagai berikut :
1. Zona Inti
Kriteria dalam penetapan zona inti adalah bagian taman naional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, mewakili formasi biota tertentu dan unit-unit penyusunannya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia, mempunyai kondisi alam yang belum diganggu manusia. Sehingga zona ini berfungsi untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna yang khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nuftah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penunjang budidaya.


2. Zona Rimba
Dalam zona rimba berkriteria diantaranya merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar, memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan serta merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran. Sehingga zona ini berfungsi untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.


3. Zona Pemanfaatan
Dalam zona pemanfaatan mempunyai kriteria antara lain mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik, mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi parawisata dan rekreai alam, kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingungan dan lain sebagainya. Sehingga zona ini berfungsi untuk pengembangan parawisata alam dan rekreasi, jasa lingungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan dan kegiatan penunjang budidaya.


C. Pengelolaan dan Pemanfaatan di Kawasan Taman Nasional
Kawasan di taman nasional mempunyai fungsi sebagai pengelolaan dan pemanfaatan adalah sebagai berikut :
1. Ekowisata
Ekowisata adalah perjalanan ke kawasan alam yang relatif masih asli, tercemar, dengan minat khusus mempelajari, mengagumi, menikmati tumbuhan air, satwa liar dan manifest budaya. Prinsip ekowisata salah satunya mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya.


2. Kawasan Pelestarian Alam
Kawasan pelestarian alam merupakan kawasan yang bertugas untuk melestarikan satwa dan tumbuhan dalam membentuk keseimbangan suatu ekosistem lingkungan dengan mahluk hidup.


BAB III
TAMAN NASIONAL SEBANGAU


A. Keadaan Umum Kawasan
1. Letak dan Luas
Kawasan TN Sebangau secara geografis terletak pada 1054'-3008' LS dan 113020'-114003' BT. Secara administratif kawasan TN Sebangau terletak di tiga wilayah Kabupaten/Kota, yaitu Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. TN Sebangau  berbatasan dengan 9 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sebangau, Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Sebangau Kuala, Kecamatan Katingan Hilir Kecamatan Tasik Payaman, Kecamatan Kampang, Kecamatan Mendawai, dan Kecamatan Katingan Kuala. Secara ekologis, TN Sebangau merupakan bagian dari DAS Katingan dan DAS Sebangau.


Kawasan TN Sebangau mempunyai luas kawasan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.423/Kpts-II/2004 adalah seluas ± 568.700 Ha, yang merupakan gabungan dari hutan produksi seluas ± 510.250 Ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas ± 58.450 Ha.


Dalam pengelolaan TN Sebangau terbagi menjadi tiga wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN), yaitu SPTN wilayah I Palangka Raya dengan luas ± 48.270 Ha (10%) SPTN wilayah II Pulang Pisau dengan luas ± 174.179.84 Ha (38%) dan SPTN wilayah III Kasongan dengan luas ± 348.170 Ha (52%).


2. Sejarah Kawasan
Adapun tabel data sejarah pengelolaan TN Sebangau adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Data Sejarah Pengelolaan TN Sebangau































NoTahunRincian Sejarah Pengelolaan
11970-an s.d pertengahan tahun 1990-anKawasan HPH aktif salah satunya HPH PT.SSI (Sanitra Sebangau Indah).
21990-anCIMTROP UNPAR.
31992,1994,1997, dan 2002Insiden Kebakaran Besar.
414 DesemberRapat terbatas di kantor Bappeda Kalteng mengenai usulan untuk menjadikan kawasan Sebangau sebangau sebagai kawasan perlindungan.
527-28 Januari 2003·         Lokarya tingkat Provinsi bertema "Memahami Potret Kondisi Sebangau Dan Harapan Ke Depan" diselenggarakan Pemerintah Cq Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah bekerjasama dengan WWF Indonesia.
·         Pengajuan perubahan tata ruang kota Palangka Raya disebabkan dari 650.00 Ha areal Sebangau yang diusulkan menjadi wilayah konservasi sekitar 82.000 Ha.
·         Kalangan akademis (CIMTROP UNPAR) dan LSM.
62004Taman Nasional Sebangau dengan luas ± 568.700 Ha ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.423/Kpts-II/2004 tanggal 19 Oktober tahun 2004.
72006Keputusan Menteri Kehutanan No.P.59/Menhut-II/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang perubahan pertama atas Keputusan Menteri Kehutanan No.6186/Kpts-II/2002.
82011SK.292/Menhut-II/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, perubahan antar fungsi kawasan hutan dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan di provinsi Kalimantan Tengah.
92012SK.529/Menhut-II/2012 tanggal 25 September 2012 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Perubahan antar fungsi kawasan hutan dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah.

(Sumber : Buku Statistik Taman Nasional Sebangau.2014)


Kawasan Taman Nasional Sebangau merupakan taman nasional ke-49 yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK.423 Menhut-II/2004 tanggal 19 oktober 2004. Secara administratif kawasan TN Sebangau terletak di tiga wilayah Kebupaten/Kota, yaitu : Palangka Raya, Kebupaten Katingan, dan Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah.


Sebelum ditetapkan kawasan TN Sebangau, status kawasan hutan Sebangau adalah kawasan hutan produksi (HP) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) yang dikelola oleh beberapa perusahaan HPH sekitar awal tahun 1970-an hingga pertengahan tahun 1990-an. Setelah perusahaan HPH tersebut berhenti beroperasi, kegiatan ilegal logging marak terjadi di kawasan Sebangau. Hal ini mengakibatkan fungsi hidrologis kawasan hutan Sebangau menjadi rusak dan fungsinya sebagai daerah resapan air juga terganggu. Dampaknya apabila terjadi kekeringan pada musim kemarau akan mudah menyebabkan kebakaran hutan. Tercatat di kawasan Sebangau telah terjadi beberapa insiden kebakaran besar sebelum penunjukkan TN Sebangau, yaitu pada tahun 1992, 1994, 1997, 2002, 2009 dan 2014.


Setelah terjadi kerusakan dan potensi alam yang berada di kawasan Sebangau, World Wild Fundation (WWF) Sunderand Bio Region mengusulkan Sungai Sebangau dan Sungai Katingan menjadi kawasan perlindungan dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota dan Provinsi. Hutan Sebangau yang teletak di tiga wilayah Kalimantan Tengah yaitu Kota Palangka Raya, Kabupaten Pualang Pisau dan Kabupaten Katingan diusulkan menjadi kawasan perlindungan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi kalteng pada pertemuan pada tanggal 14 Desember 2002.


3. Kondisi Fisik Kawasan
Adapun kondisi fisik Kawasan dari TN Sebangau antara lain adalah sebagai berikut :
1. Topografi
Kondisi topografi kawasan TN Sebangau sebagian besar tergolong datar dengan keterangan <2% dengan ketinggian antara 0-35 meter dpl.


2. Iklim
Iklim di kawasan TN Sebangau menurut sistem Koppen, sebagian besar termasuk ke dalam iklim tropika basah (A), yaitu tipe iklim tropis dengan musim basah yang terkering tipe Aw. Tipe ini menunjukkan daerah yang memiliki curah hujan tahunan <2.500 mm, curah hujan pada bulan terkering <60 mm serta suhu udara rata-rata bulanan  terhadap >180C.


3. Geologi
Berdasarkan peta Geologi Indonesia skala 1: 1.000.000 tatanan stratigrafi kawasan TN Sebangau tersusun atas dua formasi utama, yaitu endapan permukaan dan batuan sendimen tanah muka.


4. Tanah
Kawasan TN Sebangau mempunyai dua jenis tanah, yaitu (1) Fluvaquents merupakan tanah yang belum berkembang, mempunyai bahan sulfidik di dalam kedalaman50 cm serta selalu jenuh air di semua horizon tanah pada beberapa waktu sepanjang tahun. (2) Tropaquents merupakan tanah yang belum berkembang yang hampir mirip dengan tanah Fluvaquents, yang membedakannya adalah suhu tanah sebesar > 50C.


5. Hidrologi
Kawasan TN Sebangau dikelilingi oleh 2 sungai besar, yaitu Sungai Sebangau dan Sungai Katingan serta anak-anak sungai utama didalam kawasan TN Sebangau. Komponen hidrologi seperti debit sungai dan fluktasi muka air tanah baik pada kawasan dengan penutupan vegetasi yang masih baik maupun pada kawasan gambut yang terdegradasi.


4. Flora dan Fauna
Dalam praktikum Konservasi SDH di kawasan TN Sebangau ada beberapa flora yang terdapat di dalam kawasan tersebut adalah dicantum dalam tabel dibawah ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Beberapa Jenis Flora di Kawasan TN Sebangau















































FamiliSpesies/JenisNama Lokal
AnacardiaceaeCampnosperma coriceumTerentang
Gluta renghasJingah/Rengas
ApocynaceaeDyera polphyllaJelutung
Astonia pneumatophoraPulai
DipterocarpaceaShorea balangeranBalangeran
Shorea gibbosaMeranti Burung
MeliaceAglaia rubigunosaKajalaki
Xylocarpus granatumRambutan Hutan
MyrataceaeSyzgium curtisiiJambu-jambuan
Malaleuca leucadrendronGalam
RhizophoraceaeCombretrocarpus rotundatusTumih
ThymelaeaceaeGonytylus bancanusRamin
AquifoliaceaeIlex cymosaKamasira
ChrysobalanaceaeLeucania splendensBuku-buku
EbenaceaeDiospyros bomeensisTutup Kabali
ElaeocarpaceaeElaeocarpus griffithiiMangkinang



Elaeocarpus glaber
Puwak
Euphorbiaceae
Macaranga hosei
Mahang
Dan lain-lain


Pada tabel diatas menjelaskan bahwa TN Sebangau mempunyai beberapa flora yang dapat ditemukan diantaranya Jenis Balangeran dan lain-lain. Flora-flora di kawasan TN Sebangau mempunyai peran masing-masing dalam menjaga kondisi ekosistem lingkungan TN Sebangau, seperti jenis Tutup Kabali yang menjadi sumber pangan bagi fauna orang utan.


Dalam praktikum Konservasi SDH di kawasan TN Sebangau ada juga beberapa fauna yang terdapat di dalam kawasan tersebut adalah dicantum dalam tabel dibawah ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Beberapa Spesies Fauna di Kawasan TN Sebangau



































NoNama LokalNama Latin
1Orang UtanPongo pygmaeus
2BekantanNasalis larvatus
3OwaHylobates agilis
4Beruang maduHelarctos malayanus
5Bangau Tong-tongLeptoptilus javanicus
6RusaCervus unicolor
7TupaiTupaia picta
8Musang PohonArctogalidia trivirgata
9Ular sancaPhyton reticulus
10BerukMacaca namestrina
Dan lain-lain

(Sumber : Buku Statistik Taman Nasional Sebangau. 2014)


Pada tabel diatas menjelaskan bahwa TN Sebangau mempunyai beberapa jenis fauna yang dapat ditemukan diantaranya orang utan dan lain-lain. Fauna-fauna ini mempunyai peran untuk mejaga kondisi ekosistem dan mempertahankan sifat sebagai TN. Fauna ini juga memiliki keunikan tersendiri yang mampu tumbuh dan berkembangbiak dalam kawasan tersebut.


B. Pengelolaan dan Pemanfaatan Kawasan TN Sebagau
1. Konservasi Ekosistem
Kawasan TN Sebangau merupakan kawasan konservasi ekosistem gambut yang salah satu ekosistem yang  kondisinya masih baik dibandingkan dengan daerah sekitarnya dan mempunyai peranan penting sebangai gudang penyimpanan karbon dan pengatur tata air di kabupaten Katingan, Pulang Pisau, dan kota Palangka Raya. Oleh karena itu kestabilan ekosistem merupakan salah satu faktor penentu kulaitas hidup manusia, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun global. Didalam kawasan TN Sebangau terdapat kenanekaragaman flora fauna khas. Namun demikian hutan rawa gambut merupakan ekosistem yang rentan, artinya hutan di kawasan TN Sebangau sangat mudah rusak dan sangat sulit dikembalikan lagi ke kondisi awalnya.


2. Konservasi Keanekaragaman Hayati
Menurut Pusat Penelitian Biologi LIPI (2006) menyatakan bahwa ekosistem hutan rawa TN Sebangau mengandung keanekaragaman hayati jenis flora yang unik seperti pohon ramin, jelutung, balangeran, bintangur, dan menjalin. Umumnya jenis-jenis tumbuhan tersbut menempati tipe ekosistem hutan primer dan sekunder. Komunitas hutan primer adalah hutan primer bekas tebangan, sehingga hutan TN Sebangau telah mengalami kerusakan namun sebagian hutannya masih elatif baik, dimana tegakan jenis tumbuhan primernya masih terlihat rapat. Sedangkan, komunitas hutan sekunder merupakan komunitas yang telah terdegradasi dengan kuat akibat aktivitas manusia.


Dalam kawasan TN Sebangau mempunyai karekter unik antara lain hamparan hutan rawa gambut di sepanjang pinggiran sungai yang memiliki air sungai berwarna hitam. Kawasan TN Sebangau memiliki sub tipe hutan, yaitu : hutan riparian yang ditandai dengan tumbuhan rasau yang berada di pinggir Sungai Sebangau, hutan rawa campuran, hutan transisi, hutan tegakan rendah, hutan tegakan tinggi, hutan intrusi granit dan hutan kanopi rendah.


3. Ekowisata
Kawasan TN Sebangau mempunyai ekowisata alam untuk parawisata, ekowisata dikawasan ini memiliki banyak manfaatnya. Sejalan dengan upaya perintisan pengembangan ekowisata di kawasan ini oleh pihak WWF kalteng, maka dibentuk strategic planning oleh WWF Indonesia tahun 2003 dibentuk Working Group Community Empowerment untuk menjadikan konservasi hutan serta isinya bermanfaat bagi masyarakat. Ada beberapa manfaat penting  ekowisata di kawasan TN Sebangau, yaitu :
1. Meningkatkan pengembangan di bidang ekonomi
2. Mengkonvervasi Warisan Alam dan Budaya
3. Meningkatakan kualitas kehidupan masyarakat lokal
4. Memberikan ilmu pengetahuan mengenai ekosistem di kawasan tersebut.


4. Sosial Ekonomi Masyarakat
Menurut Gunawan, 2014 menyatakan bahwa disekitar TN Sebangau terdapat delapan Kecamatan dan 48 Desa. Dari ke-8 Kecamatan tersbut mayoritas masyarakat bermatapencaharian utama dari perikanan dan pertanian berupa tanaman padi dan palawija. Desa-desa yang merupakan daerah transmigrasi mayoritas merupakan petani. Suku penduduk yang mendiami desa-desa sebangau adalah Dayak, selain itu terdapat pula suku Banjar dan Jawa yang merupakan pendatang. Di Kecamatan Sebangau, Katingan Hilir, Tasik Payawan, Kamipang, Katingan Hulu mayoritas etnis yang mendiami tersebt adalah suku Dayak sedangkan di kecamatan Bukit Batu, Sebangau Kuala dan Mendawai mayoritasnya adalah suku Jawa dan Banjar. Sosial ekonomi masayarakat sekitar TN Sebangau terdapat pada mata pencaharian antara lain : Pertanian, perkebuanan, perikanan, perdangangan dan peternakan.


5. Pemanfaatan Lainnya yang Dapat Diusulkan
Adapun pemanfaatan laiinya yang dapat diusulkan dalam kawasan TN Sebangau adalah sebagai berikut :
1. Pemantauan Hotspot dan Kejadian Kebakaran di Kawasan TN Sebangau.
2. Kegiatan Rehabilitas di Kawasan TN Sebangau.
3. Kegiatan Pengamanan dan Perlindungan Hutan di TN Sebangau.
4. Peningkatan Populasi Terancam Punah.


BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktek yang dilaksakan di kawasan TN Sabangau adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Kawasan TN Sebangau merupakan kawasan yang mempunyai luas kawasan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.423/Kpts-II/2004 adalah seluas ± 568.700 Ha, yang merupakan gabungan dari hutan produksi seluas ± 510.250 Ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas ± 58.450 Ha.


2. TN Sebangau mempunyai ekosistem keanekaragaman hayati yang khas dan unik yang dapat menjadikan kawasan ekowisata alam dan melindungi sumber air untuk wilayah sebangau untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lokal.


B. Saran
Adapun saran dari praktek yang dilaksanakan adalah untuk praktek kedepanya ada baiknya membahas mengenai indeks keanekaragaman hayati yang terdapat pada kawasan TN Sebangau untuk mengetahui potensi hutan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA


Gunawan, Adib. 2014. Buku Statistik Taman Nasional Sebangau. Kementerian Kehutanan. Balai Taman Nasional Sebangau
Rizal, dkk. 2018. Panduan Praktikum Konservasi Sumberdaya Alam Hayati. UPR. Palangka Raya


















































































































































































Thursday 2 July 2020

Isolasi Minyak Atsiri Secara umum

Minyak atisiri merupakan suatu minyak yang mudah mengalami penguapan dan berbau aromatik.

Adapun cara pengambilan minyak dari berbagai tumbuhan penghasil minyak atsiri diantaranya : Destilasi, Pengepresan, Meserasi, dan Enfleurasi

1. Destilasi

Destilasi adalah proses pemisahan zat-zat cair dari campurannya dengan berdasarkan perbedaan titik didih. Pada proses destilasi sederhana, suatu campuran dapat dipidahkan bila zat-zat penyusunya tersebut mempunyai perbedaan titik didih cukup tinggi.

Dasar pemisahan pada destilasi adalah perbedaan titik didih komponen cairan yang dipisahkan pada tekanan tertentu. Penguapan diferensiasi dari suatu campuran cairan merupakan bagian terpenting dalam proses pemisahan dengan destilasi, diikuti dengan cara penampungan material uap dengan cara pendingindan pengembunan dalam kondensor pendingin air (Kusumaningrum, Widya, dkk, 2014).

Prinsip dasar dalam proses destilasi yaitu dengan berdasarkan perbedaan titik didih, senyawa dengan titik didih yang paling rendah akan terpisah terlebih dahulu. Air pendingin dimasukkan dari ujung yang paling dekat dengan adaptor, dan air keluar melalui ujung pendingin yang lain. Termometer dipasang sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan titik didih senyawa yang sedang dipisahkan. Ujung termometer diletakkan tepat pada posisi ujung pendingin.

Metode destilasi yang umum digunakan dalam produksi minyak atsiri adalah destilasi air dan destilasi uap-air. Karena metode tersebut merupakan metode yang sederhanan dan membutuhkan biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan destilasi uap.

Syarat utama pemisahan campuran dengan cara destilasi adalah semua komponen yang terdapat didalam campuran haruslah bersifat volatil. Pada suhu yang sama, tingkat penguapan pada masing-masing komponen akan berbeda-beda. Hal ini berarti bahwa pada suhu tertentu, komponen yang lebih volatil dengan campuran cairan akan lebih banyak bengkit uap. Sifat demikian ini akan terjadi sebaliknya, yakni pada suhu tertentu fasa cairan akan lebih banyak mengandung komponen yang kurang volatil. Jadi cairan yang setimbang dengan uapnya pada suhu tertentu memiliki komposisi yang berbeda. Perbedaan komposisi dalam ketimbangan uap-cairan dapat dengan mudah dipelajari pada destilasi pemisahan campuran alkohol dan air.

2. Pengepresan

Pengepresan adalah proses pengambilan minyak atsiri dengan cara pengepresan yang dillkukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit luar yang dihasilkan dari tanaman yang termasuk famili citrus. Hal ini disebabkan minyak dari famili tanaman tersebut akan mengalami kerusakan jika diekstaksi dengan cara penyulingan. Dengan pengepresan maka sel-sel yang mengansung minyak akan pecah dan minyak akan mengalir kepermukaan bahan.

Pada metode pengepresan, alat yang digunakan berupa mesin pengepres. Alat ini bekerja dengan cara menekan bahan baku hingga sel penghasil minyak akan pecah dan minyak akan keluar.

3. Maserasi

Maserasi adalah pembuatan minyak dengan lemak panas tidak berbeda jauh dengan metode lemak dingin. Bahan dab peralatan yang digunakan pun tidak jauh berbeda. Perbedaannya anya terletak pada bagian awal proses, yaitu menggunakan lemak panas. Sedangkan alat yang digunakan yaitu evaporator vakum. Selain itu, dibutuhkan wadah beruoa bak atau baskom untuk merendam bunga dalam lemak panas. Bahan yang diperlukan dalam material yaitu lemak dan alkohol. Lemak digunkan sebagai adsorben, sedangkan alkohol digunkan untuk melarutkan lemak.

Proses maserasi dilakukan dalam beberapa tahapan :

  1. Pilih bunga yang bagus dengan tingkat ketuan optimum (belum mekar penuh).
  2. Rendam bunga dalam lemak yang telah dipanasi sampai suhunya mencapai kondisi cair dan biarkan satu malam.
  3. Keesokan harinya tambahkan alkohol panas dalam lemak, lalu aduk dan saring untuk memisahkan bunganya,
  4. Simpan campuran lemak dan alkohol dalam pendingin agar membeku sehingga mudah dipisahkan.
  5. Pemisahan dilakukan dengan penyaringan sampai larutan benar-benar bebas dari lemak.
  6. Larutan yang bebas lemak tersebut selanjutnya dievarporasi pada kondisi vakum sampai memperoleh absolute.

4. Enfleurasi

Enfleurasi adalah proses ekstraksi yang digunakan khusus untuk mengektaksi minyak bunga-bungaan, dalam rangka mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi. Caranya adalah lemak dingin yang telah disiapkan dilumurkan secara merata kedalam chasisis tempat lemak, yang terbentuk persegi empat. Setelah itu kelopak bunga mawar yang telah disiapkan ditaburkan diatas lemak untuk selanjutnya disimpan selama 24 jam. Setelah 24 jam, kelopak bunga mawar yang telah jenuh tersebut diganti dengan kelopak bunga yang baru.

Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan bermutu tinggi, proses fisiologi dalam bunga selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga agar tetap berlangsung dalam waktu selama mungkin sehingga bunga tetap dapat memproduksi minyak atsiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan lemak heawani dan nabati.

Keberhasilan proses enfleuarasi tergantung pada kualitas kemak yang digunakan dan ketelitian serta keterampilan dalam mempersiapkan lemak. Lemak yang digunakan tidak boleh berbau, tidak berwarna, tidak mengandung asam lemak bebas, dan memiliki konsintensi tertentu. Jika lemak terlalu keras, maka kontak antara bunga dan lemak relatif sulit sehingga mengurangi daya absorpsi dan redemen minyak bunga yang dihasilkan. Sebaiknya jika lemak terlalu lunak, maka bunga yang disebarkan pada permukaan lemak akan masuk kedalam lemak sehingga bunga yang layu dan lemak yang melekat pada bunga sulit dipisahkan, dan hal ini dapat mengakibatkan penyusutan berat lemak yang digunakan (Julianto Tatang, 2016).

Prinsip kerja enfleurasi cukup sederhana. Jenis bunga tertentu (sedap malam, misalnya melati) setelah dipetik, masih meneruskan aktivitas fisiologisnya, sehingga memproduksi minyak dan mengeluarkan bau wangi. Lemak mempunyai daya absorpsi tinggi dan jika dicampurkan kemudian kontak dengan bunga yang berbau wangi, maka minyak akan mengabsorpsi minyak yang dikeluarkan bunga tersebut. Pada proses ini bunga dijaga agar bunga tetap hidup dengan cara memberikan oksingen secukupnya agar minyak atsiri yang dikandung dapat diabsorpsi pada suhu ruang.

DAFTAR PUSTAKA

Julianto, Tatang. 2016. Minyak Atsiri Bunga Indonesia. Deepublish. Jakarta

Kusumaningrum, Widya, dkk. 2014. Pembuatan Minyak Atsiri. UIN. Jakarta

Tumbuhan Penghasil Dragon's Bold

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam mata kuliah Hasil Hutan Bukan Kayu ada membahas mengenai penghasil ekstrak. Penghasil ekstrak ini salah satunya adalah jerenang. Jerenang ini adalah resin berwarna merah yang berasal dari genus Dracaena, Daemonops, Croton, dan Pterocarpus. Jerenang ini diperdangangkan dan dimaafkan sebagai bahan pewarna, bahan obat tradisional, dan dupa (pewangi). Disetiap daerah nama jerenang ini berbeda-beda diantaranya jeranang, jernang, jerenang, jeronang, dan lain-lain.

Jerenang (Dragon's Bold) merupakan resin beku yang keras dan padat, merah, dengan struktur amorf (tidak teratur), larut dalam alkohol, minyak lemak dan minyak esensial. Komponen kimia utama jerenang adalah resin ester dan dracosinotannol.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari tugas mata kuliah HHBK ini adalah untuk mengetahui dan memahami gambaran umum, proses pengambilan, dan keguanaan jerenang.

II. TUMBUHAN PENGHASIL DRAGON'S BOLD

2.1. Gambaran Umum

2.1.1. Dracaena croton

Dracaena croton adalah famili dari Dracaenaceae. Tumbuhan ini berasal dari Kamerun, yang ciri-cirinya tumbuh dalam semak dengan batang ramping dan lentur, dengan daun yang memanjang. Di Indonesia tumbuhan ini dapat dibudidayakan dengan cara stek.

2.1.2. Pterocarpus

Pterocarpus merupakan famili dari Fabaceae. Pterocarpus menghasilkan kayu yang diperdagangkan sebagai padauk (mukwa atau narra). Padauks dinilai untuk ketangguhan satbilitas dalam penggunaan dan dekorasi. Sebagia besar kayu Pterocarpus mengandung zat yang larut dalam air atau alkohol dan dapat digunakan sebagai pewarna. Padauk yang sering ditemukan terdapat diwilayah Afrika.

2.1.3. Dracaena cochincinensis (Lour) S.c

Dracaena cochincinensis (Lour) S.c adalah tanaman yang mirip seperti pohon yang mempunyai ukuran tumbuh 5-15 meter yang familinya dari Asparagaceaae. Dracaena cochincinensis (Lour) S.c dapat menghasilkan resin yang berfungsi sebagai obat. Habitat tumbuhan ini dapat ditemukan di wilayah Vietnam,Laos, Thailand, Kamboja, dan Cina bagian selatan.

2.1.4. Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep

Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep adalah tanaman yang berukuran dengan tinggi mencapai 4 meter yang berasal dari famili Asparagaceaae. Tumbuhan ini mempunyai bunga berwarna hijau kekuning-kuningan. Habitat tumbuhan ini dapat ditemukan di wilayah negara Cina.

2.2. Proses Pengambilan Dragon's Bold

2.2.1. Dracaena croton

Untuk mengambil dragon's bold Dracaena croton ini menggunakan teknik ekstraksi slinder. Dalam teknik ekstraksi slinder ini buah Dracaena croton dimasukkan dalam wadah berbentuk slinder yang telah berisi air, selanjutnya slinder tersebut diputar hingga rsein larut sempurna dengan air. Kemudian disaraing dan hasil saringan itu ditempatkan pada wadah agar resin dapat mengendap. Endapan resin dipisahkan dari air dan dijemur. Rendemen resin yang dihasilkan sebesar 12%.

2.2.2. Pterocarpus

Untuk mengambil Dragon'bold Pterocarpus ini menggunakan teknik ekstraksi kering dan ekstraksi pelarut. Dalam ekstaksi kering ini buah Pterocarpus ditumbuk dalam keadaaan segar kemudian disaring yang mengasilkan rendemen resin sebesar 7-8% (Waluyo Totok K, 2015). Sedangkan dalam ekstraksi pelarut ini buah Pterocarpus dilarut dengan etil asetat sehingga menghasilkan rendemen yang lebih besar.

2.2.3. Dracaena cochincinensis (Lour) S.c

Untuk mengambil dragon's bold Dracaena cochincinensis (Lour) S.c menggunakan teknik ekstraksi basah. Dalam teknik ekstraksi basah ini buah Dracaena cochincinensis (Lour) S.c dijemur hingga kering, untuk memudahkan memisahkan kulit dan biji Dracaena cochincinensis (Lour) S.c. Kulit buah ini dimasukkan dalam wadah yang berisi air dan diaduk atau diremas-remas hingga resin larut dalam air. Selanjutnya, air disaring di dalam wadah yang ditempatkan kemudian diendapkan dalam beberapa menit. Hasilnya adalah rendemen sebesar 12%.

2.2.4. Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep

Untuk mengambil daragon's bold Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep mennggunakan teknik ekstraksi basah. Dalam ekstraksi basah ini buah Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep dijemur hingga kering. Kulit buah ini dimasukkan dalam wadah yang berisi air dan diaduk atau diremas-remas hingga resin larut dalam air. Selanjutnya, air disaring di dalam wadah yang ditempatkan kemudian diendapkan dalam beberapa menit. Hasilnya adalah rendemen sebesar 12%.

2.3. Kegunaan

2.3.1. Dracaena croton

Dracaena croton digunakan sebagai resin pewarna dan pewangi. Resin ini dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan lain sebagainya.

2.3.2. Pterocarpus

Pterocarpus digunakan sebagai resin pewarna. Resin pewarna dari tumbuhan ini dapat digunakan sebagai bahan baku cat dan lain sebagainya.

2.3.3. Dracaena cochincinensis (Lour) S.c

Dracaena cochincinensis (Lour) S.c digunakan sebagai resin obat. Resin obat dari tumbuhan ini digunakan oleh masayarakat sebagai obat tradisional.

2.3.4. Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep

Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep digunakan sebagai resin pewarna. Resin pewarna dari tumbuhan ini dapat digunakan sebagai bahan baku tinta dan lain sebagainya.

Minyak dan Lemak dalam Hasil Hutan Bukan Kayu

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor kehutanan merupakan sektor yang memiliki kewenangan untuk mengelola sumberdaya hutan yang meliputi kawasan, lahan hutan, tegakan, dan pendistribusikan manfaatnya. Namun demikian dalam pengimplementasikan kewenangan tersebut tidak harus dilakukan oleh Dinas Kehutanan atau Kementerian Lingkungan dan kehutanan saja, tetapi seluruh instansi pemerintah serta masyarakat diharuskan ikut menjaga kelestarian hutan. Hal ini dilakukan mengingat fungsi hutan tidak hanya dapat dinilai secara ekonomi langsung saja namun harus dilihat secara komprehensif termasuk nilai tidak langsungnya.

Dalam mata kuliah hasil hutan bukan kayu merupakan suatu mata kuliah yang membahas mengenai hasil hutan bukan kayu yang pengelolaan hutannya dapat menghasilkan yang terdiri dari minyak dan lemak, minyak atsiri, obat-obatan, pewarna dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai hasil hutan bukan kayu pada minyak dan lemak. Yang Minyak dan lemak merupakan salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa oraganik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar dan pelarut.

II. PEMBAHASAN

Minyak dan lemak merupakan senyawa trigliserida dan gliserol. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda-beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air.

2.1. Klasifikasi Minyak dan Lemak

Adapun klasifikasi minyak dan lemak dibedakan berdasarkan beberapa penggolongan yaitu sebagai berikut :

  1. Berdasarkan kejenuhannya (Ikatan Rangkap)
  2. Berdasarkan kejenuhannya terdapat dua yaitu : Asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
  3. Berdasarkan sifat mengering
  4. Ada tiga klasifikasi minyak dan lemak berdasarkan sifat mengeringnya yaitu minyak tak mengering, minyak setengah mengering, dan minyak nabati mengering.
  5. Berdasarkan sumbernya
  6. Ada dua klasifikasi minyak dan lemak berdasarkan sumbernya yaitu berasal dari tanaman (minyak nabati) dan berasal dari hewan (minyak hewani).

2.2. Sifat-sifat Minyak dan Lemak

Adapun sifat-sifat fisika minyak dan lemak adalah sebagai berikut :

  1. Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditemukan pada temperatur kamar.
  2. Indeks bias dari minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.
  3. Minyak dan lemak tidak larut dalam air kecuali, minyak jarak.
  4. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya panjang rantai karbon.
  5. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut lemak.

Adapun juga sifat-sifat kimia dan lemak adalah sebagai berikut :

  1. Esterifikasi adalah Proses ini bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi bentuk ester.
  2. Hidrolisa adalah Dalam reaksi ini, minyak dan lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
  3. Penyabunan adalah Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida.
  4. Hidrogenasi adalah Reaksi ini bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak pada minyak dan lemak.
  5. Oksidasi adalah Reaksi ini dapat berlangsung bila terjadi kontak anatara sejumlah oksigen dengan minyak dan lemak.
  6. Pembentukan keton adalah Reaksi ini dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.

2.3. Jenis-jenis Tumbuhan Penghasil Minyak dan Lemak

2.3.1. Bintaro (Cerbera manghas)

Biji bintaro merupakan biji yang mengandung  minyak  dengan  kadar  yang  tinggi  yaitu  54,33%. Dalam kandungan minyak tersebut merupakan potensi yang cukup bagus untuk biodiesel. Dalam 1 kg minyak Bintaro dapat dihasilkan dari kurang lebih 2,9 kg biji bintaro yang berasal dari 36,4 kg buah bintaro tua.

2.3.2. Kemiri (Aleurites moluccana)

Biji  kemiri merupakan biji yang mengandung  minyak sekitar 60%. Setiap  pohon  kemiri  dapat memproduksi  30-80  kg  biji  kemiri. Minyak  kemiri dapat  dimanfaatkan  untuk mengawetkan  kayu,  bahan cat dan pernis, pelapis  kertas, dan  bahan  sabun. Selain potensi minyak lemak, pohon kemiri yang memiliki umur produktif 25-40 tahun  ini mempunyai  beragam  kegunaan seperti  daunnya dapat digunakan  oleh masyarakat di Sumatera untuk obat sakit kepala dan gonnorhea.

2.3.3. Ketapang (Terminalia catappa)

Biji  ketapang  merupakan bjii yang mengandung  minyak  dan  dapat  dimakan dengan rasa  yang  mirip dengan kacang almond dan berpotensi menggantikan biji almond sebagai bahan pembuat kue. Biji ketapang mengandung minyak 50% dari bobot biji kering. Minyak biji ketapang berwarna  kuning dengan  kandungan asam-asam  lemak  seperti  palmitat  (55,5%),  asam oleat  (23,3%),  asam  linoleat,  asam  stearat,  asam  miristat,  serta  berbagai  macam  asam amino.

2.3.4. Nyamplung (Callophyllum inophyllum)

Biji nyamplung segar dapat mengandung minyak sekitar 40 - 55%, sedang biji kering 70 – 73%. Bahan aktif yang terkandung pada biji adalah Inophylum A-E, Calophylloide dan Acid calophynic. Minyak  nyamplung  berwarna  hijau  gelap  atau  kuning  kebiru-biruan, mengandung komponen aktif yang mempercepat kesembuhan luka atau pertumbuhan kulit (cicatrization) dan obat kurap. Selain itu, minyak ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan bakar alami atau biodiesel.

2.3.5. Nyatoh (Palaquium javense)

Minyak nyatoh dapat digunakan untuk minyak bakar seperti memasak dan bahan bakar lampu minyak untuk penerangan. Bijinya bisa menghasilkan minyak yang dapat diperoleh dengan cara memasak/merebus bijinya.

2.4. Cara Pengambilan Minyak dan Lemak

Adapun cara pengambilan minyak dan lemak adalah sebagai berikut :

  1. Pengepresan adalah proses pengambilan minyak dan lemak dengan cara pengepresan yang dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit luar yang dihasilkan dari tanaman tersebut.
  2. Perebusan merupakan suatu cara untuk mengambil atau mengeluarkan minyak dan lemak dengan merebus buah tanaman tersebut.
  3. Meserasi merupakan suatu cara untuk pengambilan minyak dengan lemak panas.

2.5. Kegunaan Minyak dan Lemak

Adapun kegunaan dari bahan minyak dan lemak adalah sebagai berikut :

  1. Memberikan rasa gurih dan aroma yang spesipek.
  2. Sebagai salah satu penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul.
  3. Sumber energi yang efektif  dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, karena lemak dan minyak jika dioksidasi secara sempurna akan menghasilkan 9 kalori/liter gram lemak atau minyak. Sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 kaloritiap 1 gram protein atau karbohidat.
  4. Karena titik didih minyak yang tinggi, maka minyak biasanya digunakan untuk menggoreng makanan di  mana bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya atau menjadi kering.
  5. Memberikan konsistensi empuk,halus dan berlapis-lapis dalam pembuatan roti.

III. PENUTUP

Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Proses pengambilan minyak dan lemak dilakukan dengan tiga cara yaitu pengepresan, perebusan dan meserasi.
  2. Minyak dan lemak pada suatu tumbuhan yang memliki kadar tertinggi terdapat pada bagian biji tumbuhan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Widiyanto, Ary. 2013. Minyak Lemak, Salah Satu Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu yang Perlu Dikembangkan. PDF (diakses pada tanggal 25 November 2018)

Wednesday 1 July 2020

Contoh Kebijakan Kehutanan dan Lingkungan Level Internasional

materi

Kebijakan kehutanan dan lingkungan memiliki tata urutan peraturan yaitu : level internasional dan nasional. Level internasional ini merupakan kebijakan atau undang-undang yang berlaku di dunia global, sedang level nasional berlaku di daerah negaranya sendiri.

Level Internaional dibagi atas dua yaitu : Legally bending dan Non-legally Bending. Legally Bending bersifat mengikat terhadap peraturan pemerintah internasional yang berlaku.

CBD (Convention on Biological Diversity)

CBD merupakan salah satu kebijakan level internasional dalam hal konvensi keanekaragaman hayati yang bersifat mengikat (legally binding) kepada pihak yang menandatanganinya. CBD ini mulai diadopsi sebagai kesepakatan internasional pada tahun 1992 dalam forum KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brasil. Kebijakan ini dibentuk karena adanya kekhawatiran terhadap laju pembangunan yang disisi lain menyebabkan kepunahan keanekargaman hayati. Menurut Risnandar, 2018 mengatakan bahwa kebijakan CBD ini mempunyai tiga tujuan utama, yaitu (1) melestarikan keanekaragaman hayati, (2) memanfaatkan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, dan (3) memastikan pembagian keuntungan yang adil dari hasil pemanfaatan sumber-sumber genetik. CBD ini sudah ditandatangani oleh 168 negara.

Sedangkan Non-legally Bending tidak bersifat mengikat terhadap peraturan pemerintah internasional.

Non-legally Bending memiliki aturan yang dibentuk antar pihak.

UNFF (United Nations Forum on Forest)

UNFF adalah salah satu kebijakan internasional yang membahas tentang manajemen, konservasi, dan pembangunan berkelanjutan dari semua jenis hutan bersama dengan agenda 21 (bab 11 tentang memerangi deforestasi) yang bersifat tidak mengikat (non-legally binding). UNFF ini dibentuk pada tanggal 18 Oktober 2000 yang diadakan di Rio de Jeneiro mencakup semua anggota PBB dan pengamat Permanen, Kemitraan Kolaboratif tentang hutan dan kelompok-kelompok besar. UNFF ini mempunyai fungsi utama diantaranya, yaitu untuk memfailitas implementasi perjanjian terkait hutan dan menumbuhkan pemahaman bersama tentang pengolahan hutan lestari. Dan juga UNFF mempunyai tujuan global, yaitu membalikkan hilangnya tutupan hutan di seluruh dunia melalui pengolahan hutan berkelanjutan, termasuk perlindungan, restorasi, dan meningkatkan upaya untuk mencegah degradasi hutan.

Sumber :

Risnandar, Cecep. 2018. Konvesi Keanekaragaman Hayati (CBD). https:// jurnalbumi. com/ knol/konvensi- keanekaragaman-hayati/(diakses pada tanggal 05 April.2019).

Lilin dan Sabun Berbasis Minyak Tengkawang

Lilin dan sabun

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memilili hutan tropis kaya akan berbagai jenis flora terutama jenis dipterokarpa yang merupakan penyusun utama tegakan dalam hutan. Hutan dipterokarpa merupakan tipe hutan hujan yang tumbuh tumbuhan yang berfamili Dipterocarpaceae, salah satunya pohon Tengkawang (Shorea spp.). Famili ini tumbuh baik di daerah tropis dengan curah hujan tinggi, dari dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 1.750 m dpl. Penyebarannya cukup luas mulai dari India, Thailand, Malaysia, Indonesia, Serawak, Sabah, dan Filipina. Penyebaran tengkawang di Indonesia terdapat di Pulau Kalimantan dan Sumatera.

Di Indonesia terdapat 114 jenis Shorea dan 15 jenis diantaranya dikenal sebagai penghasil tengkawang, yakni 12 jenis terdapat Kalimantan dan 4 jenis terdapat di Sumatera, yaitu ; Shorea amplexicaulis (tengkawang mege), Shorea beccariana (tengkawang tengkal), Shorea fallax (engkabang layar), Shorea havilandii (tengkawang ayer), Shorea lepidota (tengkawang gunung), Shorea macrophylia (tengkawang hantelok), Shorea mecrytopteryx (tengkawang layar), Shorea palembanica (tengkawang majau), Shorea pinanga (tengkawang rambai), Shorea scaberrima (tengkawang kijang), Shorea splendida (tengkawang bani), Shorea stenoptera (tengkawang tungkul), Shorea sumatrana (tengkawang batu), Shorea seminis (tengkawang terendak), Shorea singkawang (sengkawang pinang).

Tengkawang merupakan marga darimeranti (Shorea) yang bijinya dapat  dipakai sebagai sumber penghasil minyak nabati. Bila dibandingkan dengan biji  dari meranti lainnya, biji tengkawang mempunyai kadar minyak nabati paling tinggi. Buah tengkawang diprosesuntuk diambil minyaknya serta digunakan untukpengolahan makanan (coklat), kosmetika (dekoratif, sabun) dan lilin). Biji  tengkawang (Borneo illipe nut) menjadi salah satu HHBK penting sebagai bahan baku minyak lemak nabati yang bernilai tinggi.

Industri pengolahan biji  tengkawang menjadi lemak tengkawang murni merupakan salah satu industri  primer potensial dari hasil hutan yang belum banyak diolah. Lemak tengkawang  dipasaran internasional dikenal dengan borneo tallow. Pengembangan tengkawang  sebagai komoditi hasil HHBK bernilai ekonomi tinggi masih terkendala dengan  informasi potensi, sebaran jenis yang terbatas dan musim buah yang tidak  menentu. Masalah lain adalah penyebaran pohon tengkawang yang terpencar-pencar juga menghambat perdagangan lokal. Sampai saat ini potensi alami jenis-jenis tersebut diIndonesia belum diketahui secara pasti, namun di beberapa tempat di Kalimantan dan Sumatera bagian utara dilaporkan banyak ditumbuhi jenis-jenis tengkawang.

Salah satu jenis tengkawang di pulau Kalimantan yaitu, tengkawang tungkul (Shorea  stenoptera Burck) sebagai salah satu vegetasi hasil hutan bukan kayu,  merupakan  maskot flora Propinsi Kalimantan Barat, telah lama menjadi penopang bagi masyarakat sekitar hutan. Pemungutan buah tengkawang dan aktivitas perdagangan komoditas ini telah ikut berpartisipasi menjalankan perekonomian di desa-desa sekitar hutan yang tersebar di Propinsi Kalimantan Barat.

Tengkawang tungkul (Shorea  stenoptera Burck) ini merupakan sejenis meranti yang bijinya dapat dipakai sebagai sumber penghasil minyak nabati. Biji tengkawang tungkul mempunyai kadar minyak nabati paling tinggi dibandingkan dengan biji dari meranti lainnya. Tumbuhan ini sudah lama dimanfaatkan dengan masyarakat Kalimantan Barat, karena sejarah pemanfaatannya panjang. Pemanfaatannya sudah berjalan turun temurun serta pembudidayaannya sudah dilakukan sejak lama, kira-kira tahun 1881.

Pada buah tengkawang tungkul ini menghasilkan minyak/lemak yang berharga tinggi. Minyak tengkawang dihasilkan dari biji tengkawang yang telah dijemur hingga kering kemudian ditumbukdan diperas hingga keluar minyaknya. Secara tradisional, minyak tengkawang digunakan untuk memasak, sebagai penyedap masakan dan ramuan obat-obatan.

Dalam dunia industri, minyak tengkawang digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat, bahan farmasi dan kosmetika, juga dipakai dalam pembuatan lilin, sabun, margarin, pelumas dan sebagainya. Minyak tengkawang banyak diperdagangkan dengan nama Green Butter. Pemanfaatan tengkawang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang diperoleh dari buah tengkawang. Minyak tengkawang (green butter) biasa diekspor ke mancanegara dan digunakan sebagai pengganti lemak coklat, bahan farmasi dan bahan kosmetik.

Tengkawang bermanfaat untuk perekonomian masyarakat di sekitar  hutan tempat tengkawang biasa tumbuh. Kayu pohon tengkawang biasa  dimanfaatkan untuk pertukangan maupun plywood. Sudah menjadi rahasia  umum  bahwa jenis kayu dari famili Dipterocarpaceae merupakan jenis kayu bernilai ekonomi tinggi.

Alat tradisional yang digunakan kelompok tani tengkawang memiliki  material utama berupa kayu. Bagian yang mendapat porsi tekanan tinggi  menggunakan kayu belian atau yang biasa di kenal sebagai kayu besi. Prinsip kerja alat dengan titik tumpu di ujung papan penekan dan beban berupa  tengkawang yang telah dikukus berada diantara titik usaha dan titik tumpu. Penggerak yang digunakan sangat sederhana berupa pasak yang menekan  kedua bilah papan agar saling menjepit. Pasak digerakan dengan cara dipukul menggunakan pemukul yang terbuat dari potongan kayu yang cukup berat. Alat  tradisional ini dapat mengeluarkan kandungan minyak dari biji tengkawang, namun alat ini belum efisien dan memenuhi aspek ergonomis.

Di zaman ini keberadaan pohon tengkawang terancam punah. Jumlah pohon sudah jauh berkurang antara 50%-70%, penyebab berkurangnya pohon  tengkawang adalah akibat deforestasi dan berubahnya fungsi lahan. Tengkawang tungkul termasuk dalam kategori yang sedang menghadapi resiko sangat tinggi terhadap kepunahan di alam. Maraknya pembalakan hutan yang berimbas pada penebangan jenis pohon yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk pohon tengkawang, membuat pohon ini kini semakin langka. Selain itu, maraknya pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan karet, memperparah keberadaan jenis tumbuhan endemik di Kalimantan Barat ini.

Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai produk-produk daiantaranya lilin,sabun, kosmetik, pengganti lemak coklat, dan lain sebagainya. Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun yang berbasis minyak tengkawang. Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun. Dan di dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk produk lilin dan sabun.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah Hasil Hutan Bukan Kayu ini adalah bagaimana senyawa minyak tengkawang dalam membentuk produk lilin dan sabun?

1.3. Tujuan Makalah

Adapun tujuan makalah Hasil Hutan Bukan Kayu ini adalah untuk mengetahui dan memahami senyawa minyak tengkawang dalam membentuk produk lilin dan sabun.

II. ISI

2.1. Ekstraksi dan Pengujian Minyak Tengkawang

Menurut Bambang Wiyono, 2014 mengatakan bahwa dalam mengetahui kondisi yang cocok dalam pengempaan biji tengkawang sebanyak 100 gram biji tengkawang di kempa dengan metode hidraulik pada suhu kempa 100 derajat C dan tekanan kempa 25 kg/cm2 selama 30 menit. Ini mampu menyebabkan atau mengakibatkan lemak mengering sehingga mengurangi rendemen yang dihasilkan minyak tengkawang. Untuk menghindari mengeringnya lemak selama pengempaan, maka suhunya diturunkan menjadi 50-60 derajat C, dengan pengempaan 20 menit dan dengan variasi tekanan kempa menjadi 75 kg/cm2.

Tetapi peningkatan tekanan kempa pada mulanya menaikkan renedemen lemak yang dihasilkan, kemudian menurun. Penurunan rendemen lemak ini mungkin disebabkan adanya kesempatan lemak tengkawang mengering pada saat proses pencapaian tekanan kempa yang diinginkan, karena untuk mencapai tekanan kempa 75 kg/cm2 diperlukan waktu yang lebih lam dibandingkan waktu untuk mencapai tekanan kempa 50 kg/cm2, sehingga hal ini memberikan kesempatan pada lemak yang telah dikeluarkan dari bahan untuk mengering (Wiyono, 2014).

Sifat fisioko-kimia secara umum minyak tengkawang, yaitu titik cair mula-mula (30-36 derajat C), titik cair akhir (35-39 derajat C) titik beku (28-32 derajat C) titre test (50-52), indeks bias 40 derajat (45-47), bilangan penyabunan (188-207), bahan tidak disabun (0,7-2%), bilangan iod (29-38), bilangan bartya (8-15), dan asam lemak (5-25).

Minyak tengkawang mempunyai senyawa asam lemak bebas yang merupakan hasil dekomposisi trigliserida karena proses hidrolisis minyak. Asam lemak bebas ini bereaksi membentuk sabun dengan larutan alkali. Nilai bilangan asam ini dapat digunakan untuk menentukan kualitas lemak. Semakin tinggi bilangan asam yang diakndung dalam minyak, semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak tersebut.

Menurut Bambang Wiyono, 2014 bahwa hasil bilangan asam lemak tengkawang yang dihasilkan dari berbagai tingkat tekanan kempa menunujukan bahwa lemak tengkawang yang dikempa pada 50 kg/cm2 mempunyai tingkat kuliatas yang lebih baik dibandingkan dengan lemak yang dihasilkan pada kedua tingkat pengempaan.

Sifat lemak tengkawang menurut (Penelitian Bambang Wiyono pengolahan minyak tengkawang, 2014).

  • Sifat lemak tengkawang untuk tekanan kempa 25 terdiri dari rendemen (17,70), kadar asam (33,83), kadar asam lemak bebas (17,12), bilangan penyabunan (81,23), dan bilangan iod (7,42).
  • Sifat lemak tengkawang untuk tekanan kempa 50 terdiri dari rendemen (28,35), kadar asam (28,23), kadar asam lemak bebas (14,28), bilangan penyabunan (176,07), dan bilangan iod (21,95).
  • Sifat lemak tengkawang untuk tekanan kempa 75terdiri dari rendemen (23,85), kadar asam (33,79), kadar asam lemak bebas (17,09), bilangan penyabunan (129,81), dan bilangan iod (19,56).

Lemak tengkawang mengandung asam lemak bebas ataupun masih terikat dalam gliserida. Dalam penentuan bilangan penyabunan seluruh asam lemak ini disabunkan dengan cara mereaksikan dengan larutan basa alkali disertai dengan pemanasan. Pada penyimpanan dan perebusan biji tengkawang terjadi proses  oksidasi maupun hidrolisis dalam bahan sehingga terbentu rantai yang lebih kompleks, terutama aldehida, keton dan asam lemak rantai pendek. Proses oksidasi ini  terjadi pula pada aldehida sehingga menghasilkan asam lemak rantai pendek.

Dengan demikian jumlah asam lemak yang dihasilkan lebih tinggi. Perpaduan anatara nilai bilangan penyabunan yang tinggi rendahnya bilangan asam menunjukkan bahwa tingginya asam lemak masih terikat dalam trigliserida. Dan ini menunjukkan minyak atau lemak tersebut mempunyai tingkat kerusakan yang rendah. Menurut Bambang Wiyono, 2014 bahwa hasil anilsis  lemak yang dihasilkan pada tekanan kempa 50 kg/cm2 mempunyai bilangan penyabuanan yang tinggi dan bilangan asam rendah diabandingkan dengan lainnya. Hal ini menunujukkan bahwa lemak yang dihasilkan pada pengempaan 50 kg/cm2 memiliki kulitas yang lebih baik dibandingkan dengan kualitas lemak hasil pengempaan lainnya.

Bilangan Iod ukuran ketidakjenuhan atau banyaknya ikatan rangkap yang terdapat pada asam yang menyusun gliserida. Ikatan rangkap pada asam lemak dapat bereaksi secara adisi dengan hidrogrn, oksingen, halogen dan sulfur yang akan menuerunkan bilangan iodnya. Bilangan iod merupakan indiktor tinggi rendahnya tingkat kerusakan lemak atau kualitas lemak.

Nilai bilangan iod yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut mempunyai kualitas yang baik dan tingkat kerusakannya rendah. Dari penelitian Bambang Widoyono bilangan iod minyak atau lemak yang dihasilkandari berbagai tingkat pengempaan ternyata bahwa minyak yang dihasilkan pada pengempaan 50 kg/cm2 mempunyai bilangan iod tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa minyak tersbut mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan  yang lainnya.

Pada proses pengolahan lemak tengkawang sebaiknya biji diperoleh dari lapangan diolah langsung untuk menghindari kerusakan biji atau minyak tengkawang yang dihasilkan. Menurut Bambang Widoyono, 2014 bahwa biji tengkawang yang dibiarkan selama 3 bulan menghasilkan lemak tengkawang yang kualitasnya menurun drastis.

Rendemen lemak tengkawang yang diperoleh dari biji tengkawang yang telah disimpan lama dapat mencapai 40-50 %. Bila dibandingkan dengan rendemen lemak yang dihasilkan dari ekstraksi biji tengkawang yang diperoleh dari Kalimantan Barat, di mana biji tersbut telah dibiarkan 3 bulan tersebut lebih rendah, demikian juga kualitasnya yang ditunjukkan tingginya bilangan asam yang dihasilkan.

2.2. Analisis Mutu Bahan Dasar Lilin dan Sabun

Lilin dan sabun dengan mutu yang baik dan seragam didapatkan dengan  pengawasan mutu yang dilakukan mulai dari bahan-bahan yang digunakan. Analisa mutu digunakan untuk menyeleksi kualitas bahan-bahan yang  akan digunakan  dalam pembuatan  lilin dan sabun sehingga efek-efek yang tidak diinginkan  dan kerusakan secara dini dapat dihindari.

Analisis mutu berupa sifat  fisiko-kimia  dilakukan terlebih dahulu terhadap masing-masing bahan dasar lilin dan sabun sebelum  dicampurkan menjadi base lilin dan sabun. Parameter analisa mutu untuk bahan dasar lilin dan sabun antara lain bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan dan titik  leleh.

Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas  yang terdapat dalam minyak atau lemak. Bilangan asam menunjukkan tingkat  kerusakan minyak atau lemak karena peristiwa hidrolisis. Kenaikan bilangan asam menunjukkan bahwa lemak telah mengalami peristiwa hidrolisis.

2.3. Pengolahan Biji Tengkawang

Buah tengkawang terdiri dari kelopak, kulit, dan biji. Bagian yang mengandung banyak minyak lemaknya adalah bijinya terutama adalah cotyledonnya. Menurut Sigit Sunarta dkk, 2017 bahwa pengolahan biji tengkawang dimulai dengan membersihkan dari buahnya (pengolahan biji), kemudian mengeluarkan minyaknya (ekstraksi minyak lemak) dan kemudian dilakukan pemurnia minyak melalui : penetralan, pemucatan, dan penghilangan bau hingga diperoleh minyak tengkawang yang berish, jernih, dan tak berbau.

Dari urutan prosesnya dapat dicantum kedalam tahap sebagai berikut :

1. Pengolahan Biji

  1. Pembersihan : Buah tengkawang dibersihkan dari sayap atau kelopak buahnya secara manual. Yaitu direndam (buah tengkawang dalam air selama minimal satu bulan agar kulitnya lunak mudah di kupas),  dikukus (buah tengkawang dikukus pada ruang khusus selama 2 jam pada suhu 100 derajat C tekanan satu atm), diasapi (buah tengkawang dipanasi sampai biji berwarna coklat).
  2. Pelepasan Kulit Tengkawang : dari buahnya, sehingga diperoleh biji tengkawangnya saja. Biji tengkawang sering dilakukan penjemuran dulu tetapi ada pula yang tidak, sebelum dilakukan prose selanjutnya.

2. Ekstraksi Biji

Ada 3 cara untuk memperoleh minyaknya, yaitu :

  1. Dipres panas : Biji tengkawang dipers pada suhu 70 derajat C, hingga semua minyaknya diperoleh.
  2. Dilarutkan dalam senyawa kimia : mengepres ringan biji tengkawang hingga pecah-pecah, kemudian dilarutkan dalam senyawa kimia tertentu (benzena, karbon tetrakhlorida)
  3. Dibuat serbuk : ditumbuk atau dikecilkan ukuranya, kemudian direbus dan ditambahkan air panas atau uap air pada minyak yang diperoleh.

2.4. Rendemen dan Kualitas

Rendemen minyak dari berat awal kering panen buah tengkawang biasanya tidak lebih dari 20 %, sedangkan penentuan kualitas biasanya berdasarkan atas pasaran yang akan dituju yang biasanya terdiri dari :

  1. Kualitas untuk pasaran dalam negeri dengan ketentuan-ketentuan ; kadar lemak 50 - 60%, kadar air 7,5%, kadar kotoran 3%, dan warna kuning kecoklatan.
  2. Kualitas untuk ekspor dengan persyaratan tambahan berupa titik cair 35-39 derajat C, titik beku 28-32 derajat C, indeks bias 45-47, dan lemak bebas 5%.

2.5. Sabun Transparan

Sabun berdasarkan jenisnya dibagi menjadi tiga macam, yaitu sabun opaque, sabun transparan dan sabun translusen. Ke-3 jenis sabun tersebut dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun transparan adalah sabun yang memiliki tingkat transparansi paling tinggi. Sabun dapat dibuat melalui reaksi saponifikasi (penyabunan) dan reaksi netralisasi.

Pada reaksi saponifikasi, sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak/lemak oleh alkali dengan sedikit hasil samping berupa gliserin. Pada reaksi netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi asam lemak secara langsung dengan alkali Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat, karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk sabun, maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, dan pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang atau menipis.

Dalam sabun transparan reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata, maka pengadukan harus lebih diperhatikan.

Bahan sabun transparan salah satu asam stearat dalam bentuk padat dipanaskan dengan suhu 70-80 0C hingga didapat asam stearat dalam bentuk cair. Stelah itu ditambahkan minyak tengkawang NaOH 30 % dan dimulai proses penyabunan. Stelah itu dilakukan pengadukan dalam suhu 70-80 derajat C dengan dilakukan penambahan NaCl, sukrosa DEA, dan air untuk kemudian dibentuk.

2.6. Lilin Aromaterapi

Lilin merupakan suatu padatan parafin yang ditengahnya diberi sumbu tali yang  berfungsi sebagai alat penerangan. Sebagai bahan baku ntuk pembuatan lilin adalah parafin padat, yaitu suatu campuran hidrokarbon padat yang diperoleh dari minyak mineral.

Pembuatan lilin dimuali dari tahap awal stearin dipanaskan dalam paci dengan suhu 55 derajat C, sedangkan parafin dipanaskan dalam panci yang lain dengan suhu 50 derajat C kemudian ditambahkan pewarna untuk memberikan warna lilin yang akan dihasilkan. Setelah itu parafin dan stearin yang sudah dipanaskan, dipanaskan kembali pada suhu mencapai 65 derajat C.

Kemudian dilakukan penambahan aromaterapi dan 10% minyak nilam ke dalam campuran pencampuran dengan suhu 40 derajat C. Dilakukan pengadukan hingga merata dan dimasukkan ke dala cetakan. Cetakan sebelumnya dilumasi minyak parafin, sumbu diletakkan di bagian tengah dengan pin (wicktab) sebagai pengait sumbu. Pencetakan dilakukan selama kurang lebih dua jam.

III. KESIMPULAN

Adapun kseimpulan dari makalah ini adalah bahwa lilin dan sabun yang berbasis minyak tengkawang dapat dibuat melalui kandungan minyak tengkawang tersebut. Untuk lilin berbasis minyak tengkawang (lilin aromaterapi) membutuhkan parafin dan minyak tengkawang, sedangkan sabun yang berbasis minyak tengkawang (sabun transparan) membutuhkan reaksi penyabunan dan minyak tengkawang.

DAFTAR PUSTAKA

Sunarta, Sigit dkk. 2017. Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang oleh Rakyat Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Tropis.

Putri, Yuliana. 2013. Minyak Tengkawang. Universitas Pendidikan Bandung. Bandung

Wiyono, Bambang. 2104. Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara Pengempaan Hidaraulik. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.

5 Tanaman Penghasil Minyak Atsiri

materi

Minyak atsiri merupakan minyak yang bersifat aromatik yang mudah menguap sesuai dengan  tanaman penghasilnya.

Tanaman penghasil minyak atsiri terdapat beberapa jenis, dalam hal ini kita akan membahas lima tanaman penghasil minyak atsiri yaitu Nilam, Akar Wangi, Jahe, Kayu Manis, dan Ylang-ylang.

1. Nilam (Pogostemon cablin Benth)

Menurut wikipedia, Nilam merupakan sejenis semak tropis penghasil minyak atsiri yang pemanfaatannya melalui ekstraksi daun. Tanaman ini tingginya mencapi satu meter yang habitatnya teduh, hangat, dan lembap. Perkembangbiakkannya secara vegetatif.

Hasil minyak ini dimanfaatkan sebagai bahan parfurm, bahan dupa, minyak atsiri antiserangga dan kosmetik. Minyak nilam tergolong dalam minyak atsiri dengan komponen utamanya adalah patchoulol. Minyak nilam memiliki kadar PA diatas 30%, berwarna kuning jernih, dan memilki wangi khas dan sulit dihilangkan.

2. Akar Wangi (Chrysopogon zizanioides)

Menurut wikipedia, tanaman akar wangi tumbuh baik pada ketinggian antara 700-1600  mdpl, curah hujan 1500-2500 mm setiap tahun dengan suhu lingkungan 17-27C dan pH sekitar 6-7. Tanaman akar wangi meruapakan tanaman cepat tumbuh sehingga pemanenan dilakukan setelah berumur 8 bulan pada musim kemarau.

Minyak akar wangi dimanfaatkan sebagai minyak atsiri dalam pembuatan parfum, kosmetik dan bahan-bahan obat. Minyak ini mengandung ester yang tersusun oleh senyawa karboksilat asam vetinenat dan senyawa alkohol vetivenol. Proses pengambilan minyak atsiri ini melalui proses penyulingan.

3. Jahe (Zingiber officinale)

Tanaman jahe merupakan tanaman rimpang yang dapat digunakan sebagai rempah-rempah dan obat-obatan yang memiliki senyawa zingeron.

Minyak atsiri jahe dihasilkan pada jenis jahe empirit kecil. Minyak atsiri jahe ini dapat digunakan untuk antiseptik, antipasmodik, aprodisiak, karminatif, diaforetik, ekspektoran dan lain sebagainya.

Rimpang jahe empirit sebagian besar tersusun atas pati 40-60%, protein 9-10%, lipid 6-10%, oleresins 4-7,5%, dan minyak atsiri 1-3,3%.

4. Kayu Manis (Cinnamomum verum)

Tanaman ini merupakan sejenis pohon penghasil rempah-rempah yang memiliki aroma, manis, dan pedas.

Minyak atsiri kayu manis mengandung bahan aktif utama, yaitu eugenol cinnamaldehyde, phellandrene dan methyleugenol. Manfaat minyak atsiri ini adalah sebagai bahan obat (melawan virus, melawan parasif, meredakan depresi, dan lain sebagainya) dan sebagai bahan makanan.

5. Ylang-ylang (Cananga odoratum)

Ylang-ylang ini juga disebut sebagai tanaman kenanga. Tanaman ylang-ylang memiliki cabang yang terkulai dan daun lebih kecil, sedangkan tanaman kenanga memiliki cabnag tegak lurus terhadap batang.

Minyak atsiri tanaman ylang-ylang ini pada umumnya berasal dari bagian kelopak bunga. Minyak atsiri ini dapat dimanfaatkan untuk menebalkan rambut secara alami sekaligus sifat penyembuh pada kulit. Minyak ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan (efek positif pada kesehatan kekebalan tubuh, aliran darah dan emosi), sebgai manafaktur produk, sebagai bahan pengawet makanan dan minuman.